Aku tidak bisa diam saja, aku harus membicarakan ini dengan Kinara. Bagaimanapun aku tidak bisa memutuskan ini sendiri. Aku memang tidak setuju dengan keputusan Mama yang sudah mengatur bulan madu kami. Bagaimana aku bisa menghabiskan waktu berdua dengan Kinara di negara asing, sedangkan di rumah sendiri saja, aku masih merasa begitu canggung dan tidak bisa menahan diri.
Dengan perlahan aku mulai membuka pintu kamarku, aku melihat Kinara sedang duduk di sofa sambil membaca buku. Sekarang aku malah menjadi gugup, takut. Aku takut akan menyakitinya jika aku menolak rencana bulan madu kami.
Aku mengambil nafas dan membuangnya pelan, setelah itu aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kamar. Aku mendekati Kinara, aku bahkan sekarang sudah berdiri tepat di depannya. Aku bisa melihat senyuman manis di wajah cantik itu.
Apa aku sanggup untuk mematahkan hatinya? Oh Tuhan, berilah hamba kekuatan.
“Ra, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu,” ucapku sambil aku memberanikan diri untuk menatap kedua manik matanya yang terlihat begitu indah.
“Ada apa, Mas?” aku melihat Kinara mulai menutup buku yang dia baca dan meletakkannya di atas meja. Lalu sekarang apa yang harus aku katakan? Apa aku harus langsung bicara ke pokok intinya?
Aku duduk tepat di sebelah Kinara, tapi jarak kami tidak terlalu dekat, masih ada celah di antara kami. Aku mencoba untuk mengumpulkan kekuatan dan keberanian aku untuk bertanya pada Kinara.
“Kenapa Mas diam saja, tadi katanya mau bicara?”
Kinara kembali bertanya padaku, saat melihat aku yang sejak tadi hanya diam, karena aku bingung harus memulainya dari mana.
“Em ....” entah mengapa aku menjadi segugup ini, “ini soal bulan madu kita.” Aku bisa melihat senyuman mulai mengembang dari kedua sudut bibir Kinara. Apa dia merasa bahagia karena kami akan pergi berbulan madu? Oh tidak, tidak, ini tidak boleh terjadi.
“Aku akan menuruti apa yang Mama dan Papa inginkan.”
Kinara terlihat malu-malu saat mengucapkan kata-kata itu. Aku hanya diam, ini tidak seperti yang aku harapkan, karena yang aku ingin dengar adalah penolakan darinya, bukannya persetujuan.
“Tapi Ra, apa ini tidak terlalu terburu-buru ya, kita baru kemarin menikah. Apa tidak sebaiknya kita menghabiskan waktu di rumah saja, bersama dengan keluarga?”
Oh tidak, kini raut wajah Kinara berubah drastis, apa aku sudah menyakiti perasaannya karena penolakan ini?
“Kalau itu keinginan Mas, aku akan menurutinya.”
Aku bisa melihat Kinara sangat berat untuk mengatakan itu, sepertinya dia benar-benar ingin pergi berbulan madu. Lalu apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikan senyuman itu lagi?
“Ra, aku bukannya tidak ingin pergi berbulan madu, tapi aku bingung.”
“Bingung kenapa, Mas?” Kinara terlihat begitu penasaran setelah mendengar apa yang aku katakan.
“Aku bingung apa yang harus kita lakukan disana, sedangkan kita sudah berjanji tidak akan melakukan hubungan suami istri sebelum aku dan kamu benar-benar siap. Kita memang sudah menikah, tapi kita belum saling mengenal, aku ingin melakukan itu saat aku sudah benar-benar siap, kamu mengertikan maksud aku?”
Aku berharap apa yang aku katakan ini tidak akan menyinggung perasaan Kinara, tapi hanya itu yang bisa aku katakan agar Kinara tidak menuntut haknya padaku.
Kenapa Kinara malah tersenyum? Apa dia juga sependapat denganku? Aku sungguh merasa penasaran dengan senyuman itu.
“Mas, apa yang Mas takutkan itu menurutku juga wajar sih, apalagi kita menikah karena dijodohkan. Mas tidak perlu cemas, aku tidak akan meminta Mas untuk melakukan itu sekarang. Aku juga butuh waktu untuk melakukan itu, apalagi itu kan pengalaman pertama bagi kita.”
Aku ingin sekali berteriak dan mengatakan kepada Kinara, kalau aku bukan lagi perjaka seperti yang dia kira. Sungguh konyol, aku sendiri juga tidak mengerti dengan jalan pikiranku sendiri, kenapa aku bisa seperti ini.
“Terima kasih, Ra. Terima kasih untuk pengertianmu.” Kinara pun menganggukkan kepalanya, sekarang bagaimana dengan dua tiket yang ada padaku saat ini?
“Sekarang aku ingin bertanya sama kamu. Apa kamu masih tetap ingin pergi berbulan madu? Anggap saja ini sebagai liburan kita, dan kita tidak perlu melakukan hubungan suami istri, aku tidak ingin mengecewakan Mama dan Papa.”
Kinara pun kembali menganggukkan kepalanya.
Akhirnya aku bisa bernafas lega. “Terima kasih,” ucap ku sekali lagi pada Kinara.
“Untuk apa Mas berterima kasih, aku melakukan ini juga untuk menjaga perasaan Mama dan Papa.”
Aku tersenyum mendengar ucapan Kinara, dia ternyata sangat peduli dengan kedua orang tuaku. Mama dan Papa memang tidak salah memilihkan aku calon istri, tapi Mama dan Papa tidak mengetahui apa yang aku alami selama ini.
Satu masalah telah terpecahkan, akhirnya aku dan Kinara akan tetap pergi berbulan madu, tapi kita hanya menganggap itu sebagai liburan, bukan lagi acara bulan madu atau apalah itu.
Kinara berpamitan padaku untuk menyiapkan makan malam, dan aku mengizinkannya. Tapi aku tidak ikut keluar kamar, aku merasa sangat lelah hari ini. Apalagi kepalaku terasa sedikit pusing, masalah dengan Eza saja belum aku selesaikan.
Saat aku ingin merebahkan tubuhku, tiba-tiba aku mendengar ponselku berbunyi. Aku bergegas mengambil ponselku dan mengecek siapa yang menelponku di jam segini.
“Halo,” sahutku.
“Apa kamu sudah memikirkan dengan apa yang tadi aku katakan?”
Aku mengernyitkan dahinya. “Apa maksud kamu?” tanyaku bingung.
Aku tidak paham dengan ucapan Eza, karena seingatku Eza sama sekali tidak bicara apa-apa padaku kecuali ancamannya padaku.
“Ceraikan istrimu, kalau tidak, hidupmu akan hancur.”
Kedua mataku membulat dengan sempurna. “Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menceraikan istriku.”
Aku bisa mendengar jika Eza memutuskan panggilan, dan setelah aku cek, ternyata panggilan sudah terputus. Kenapa sekarang aku merasa begitu takut. Aku takut Eza akan nekat dan datang ke rumahku dan membongkar semuanya? Atau aku takut akan kehilangan Kinara?
Seketika pikiranku teralihkan saat aku mendengar suara Kinara yang memanggilku untuk makan malam. Aku pun langsung beranjak dari duduk ku dan melangkah keluar dari kamar. Untuk masalahku dengan Eza, aku akan membicarakan itu nanti setelah Kinara benar-benar sudah tidur.
Saat aku duduk di samping Kinara dan menerima makanan yang diberikan oleh Kinara, sekilas aku melirik ke arah Mama dan Papa yang sejak tadi senyum-senyum tidak jelas.
“Ada apa Ma, Pa? kenapa kalian sepertinya terlihat bahagia?” tanyaku sambil mengernyitkan dahiku.
“Mama sudah mendengar dari Ara, kalau kamu sudah setuju untuk pergi berbulan madu. Mama dan Papa senang mendengarnya. Mama berharap Ara akan secepatnya hamil,” ucap Mamaku dengan senyuman yang terus mengembang di kedua sudut bibirnya.
Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Aku pun mulai menikmati makanan yang tadi diberikan oleh Kinara.
“Ma, siapa yang membuat makanan ini?” tanyaku saat merasa ada yang beda dengan makanan yang aku makan saat ini.
“Munurut kamu, ini masak kan siapa?” Mama malah mengajakku main tebak-tebakan, padahal aku memang penasaran.
“Mama,” tebakku.
Aku bisa melihat Mama menggelengkan kepalanya. “Apa Bibi yang membuat semua makanan ini?” jawaban Bibi sama dengan jawaban Mama.
Sekarang aku tahu siapa yang sudah membuat semua makanan itu, Kinara, tentu saja Kinara.
“Kenapa, Sayang, apa makanannya enak?” tanya Mama kepadaku.
Aku pun menganggukkan kepalanya, aku juga tidak ingin berbohong, makanan itu memang sangat enak, bahkan lebih enak dari makanan yang biasa sekretarisku beli untukku untuk makan siang.
“Kalau kamu suka makanannya, Mama akan meminta Ara untuk memasaknya tiap hari.”
Aku terkejut saat Mama bilang seperti itu, karena biasanya Bibi yang selalu memasak di rumah ini.
“Tapi, Ma. Bukannya bisanya Bibi yang selalu memasak di rumah ini?”
Aku melihat Mama tersenyum sambil menatap ke arah Kinara.
“Itu atas keinginan Ara, katanya dia merasa bosan kalau tidak melakukan apapun di rumah ini, jadi Mama mengizinkannya untuk menyiapkan sarapan dan makan malam, tentu saja Mama dan Bibi ikut membantunya,” jelas Mama ku.
Aku tidak percaya, baru sehari Kinara berada di rumah ini, tapi dia sudah berhasil membuat Mama merubah peraturannya di rumah ini. Kinara memang hebat, aku salut padanya.
Setelah selesai makan malam, aku kembali ke kamar. Hari ini aku benar-benar merasa lelah. Aku pun merebahkan tubuhku ke atas ranjang, aku ingin segera tidur dan melupakan sejenak masalah yang aku hadapi saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments