Membatalkan janji.

Aku seperti mendengar sayup-sayup suara Kinara. Aku juga merasa ada yang menggoyang-goyangkan tubuhku.

"Mas Bian, bangun."

Ya, itu memang benar suara Kinara yang tengah membangunkan aku. Aku langsung membuka kedua mataku secara perlahan, lalu mengusap kedua mataku yang masih terasa berat untuk terbuka, karena rasa kantuk masih aku rasakan.

"Jam berapa ini?" tanyaku padanya setelah kedua mataku terbuka dengan sepenuhnya.

"Tujuh, Mas," jawabnya.

"Makasih sudah membangunkan aku.”

Aku lalu beranjak dari ranjang. Aku melihat raut wajah Kinara sedikit berubah, apa ucapan aku tadi terdengar sangat dingin? atau mungkin memang perasaan aku saja?

Aku tak mau ambil pusing dan langsung melangkah menuju kamar mandi, karena aku ingin segera membersihkan tubuhku. Biasanya jam segini aku sudah rapi dengan setelan pakaian kerjaku. Tapi sekarang aku bahkan belum mandi.

Setelah selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi, aku melihat Kinara yang masih ada di kamar dan tengah menyiapkan pakaian untukku. Dengan perlahan aku mendekat padanya sambil menggosok rambutku yang basah dengan handuk yang ada di tangan kiriku.

“Apa yang kamu lakukan?” tanyaku padanya, meski aku sudah tau apa yang saat ini tengah dirinya lakukan.

Kinara sontak langsung menoleh ke arahku.

“Astogfirullah,” ucapnya dengan kedua mata membulat yang langsung membuatku terkejut.

Kenapa reaksinya seperti itu? apa ini pertama kalinya dia melihat seorang pria bertubuh kekar sepertiku.

"Em ... Mas, lebih baik aku tunggu di bawah saja ya, lagian Mas Bian juga mau ganti baju," ucapnya yang tiba-tiba jadi gugup.

Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Aku melihat Kinara keluar dari kamarku sambil berucap lirih.

"Sabar, Ara, sabar, kamu harus kuat. Astagfirullahaladzim.” Mungkin seperti itulah yang tadi aku dengar Kinara berucap lirih.

Apa sikapku ke Kinara tadi sudah keterlaluan ya. Apa dia merasa kalau aku bersikap dingin kepadanya? Maafkan aku, Kinara. Aku tidak sengaja bersikap seperti itu, tapi aku juga bingung harus berbuat apa.

Melihat tubuhnya saja, sudah membuat pikiran ku kemana-mana, apalagi melihat bibir mungil kamu, membuatku ingin sekali mencium kamu dan merasakan rasa manisnya.

Tapi aku harus bisa menahan diri, harus. Aku tidak boleh merengut kesuciannya, karena dia berhak mendapatkan suami yang lebih baik dari aku. Tidak mempunyai kelainan seperti diriku, dan mampu membahagiakan dia dengan sepenuh hatinya, tidak seperti diriku.

Tapi, aku harus meminta maaf kepada Kinara. Aku tidak mau menyakiti hatinya, dia begitu sempurna untuk aku sakiti.

Setelah selesai berpakaian, aku keluar dari kamar untuk sarapan, seperti janjiku kepada Papa dan Mama, aku akan mengajak Kinara jalan-jalan hari ini.

Tapi aku belum tahu, kemana aku akan mengajaknya jalan-jalan. Di kota Jakarta ini tempat yang romantis dimana? Ada banyak sih, tapi aku bingung menentukan pilihan.

Tempat yang romantis?

Lalu apa yang akan aku lakukan nantinya? Apa aku bisa bermesraan dengannya? Apa aku bisa mengecup bibir tipisnya? Astaga! Kenapa yang ada di otakku hanya bibir tipis Kinara, apa aku begitu menginginkannya? 

Setelah aku berhasil mencium bibir tipisnya, apa akan berlanjut ke hal yang lain? ML mungkin? Hahaha, apa aku terlalu saking ngebetnya, hingga khayalanku mesum begini?

Aku melangkah keluar dari kamar menuruni anak tangga satu persatu, berjalan menuju ruang makan. Aku melihat kedua orang tuaku dan Kinara sudah berada di ruang makan.

"Pagi Ma, Pa," sapa ku lalu menarik kursi di sebelah istriku dan mendudukinya.

Aku melihat Kinara mulai mengambilkan makanan untuk ku dan meletakkannya di depanku.

"Terima kasih," ucap ku dengan senyuman di wajahku.

Kinara tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia lalu mengambil makanan untuk dirinya sendiri.

"Rencana kalian hari ini apa?" tanya Papa ku.

"Hanya jalan-jalan, Pa. Tapi belum tahu mau kemana," jawab ku lalu memasukkan satu suapan ke mulutnya.

"Kamu tanya dong sama istri kamu, dia mau jalan-jalan ke mana," ucap Mama ku

"Kalau saya terserah Mas Bian saja, Ma," ucap Ara dengan menatap wajah wajahku.

Aku melihat kedua orang tuaku saling menatap. Entah apa yang sedang mereka pikirkan saat ini. Tapi aku bisa melihat senyuman merekah dari kedua sudut bibir Mama dan Papa ku.

Setelah selesai sarapan, Aku dan Kinara berpamitan sama Mama dan Papaku. Aku dan Kinara mencium punggung tangan Mama dan Papa, setelah itu kami keluar dari rumah. Aku melihat Kinara yang memilih mengekor di belakangku. 

"Ayo masuk," ucapku sambil membuka pintu mobil.

Kinara menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam mobil. Aku menutup pintu mobil, lalu berjalan menuju pintu pengemudi lalu membukanya. Saat aku ingin masuk ke dalam mobil, tiba-tiba ponselku berbunyi. 

Aku menutup pintu mobil, dan mengambil ponselku dari saku celanaku. Kedua mataku membulat dengan sempurna, saat aku melihat nama siapa yang tertera di layar ponselku. Nama seseorang yang sangat ingin aku hindari.

Aku bingung. Apa aku harus menjawabnya?

Akhirnya aku putuskan untuk menjawab panggilan itu. Aku anggap ini untuk terakhir kalinya.

“Halo,” sahutku saat panggilan itu mulai tersambung.

"Aku mau kita ketemu sekarang." Aku mendengar suara dari seberang sana.

"Hari ini aku gak bisa. Lagi pula sudah gak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” 

"Aku gak mau tahu, kalau kamu gak datang dalam satu jam, aku akan datang ke rumah kamu.” Eza mulai mengancamku sebelum mematikan panggilan telepon.

Aku meraup wajah ku gusar. Aku tidak tau harus berbuat apa. Aku juga tidak bisa membiarkan Eza datang ke rumah ini. Bisa-bisa dia membongkar semuanya. Aku benar-benar tidak menyangka dia akan mengancamku seperti itu.

Aku melihat ke arah Kinara. Sepertinya sejak tadi dia menatapku, mungkin dia penasaran dengan siapa aku berbicara di telepon tadi.

Aku melihat Kinara mulai membuka pintu mobil, dan keluar dari mobil. Dia berjalan mendekatiku.

"Apa ada masalah, Mas?" tanya Kinara padaku.

"Em ... sebenarnya aku lupa kalau hari ini aku ada janji dengan sahabat aku. Dan tadi dia menelponku, dia ...."

"Lebih baik Mas Bian segera menemui teman Mas itu. Kita bisa jalan-jalan lain kali," potong Kinara dengan senyuman di wajahnya.

"Maaf, aku janji besok kita akan jalan-jalan." Aku merasa sangat bersalah, tapi aku juga tidak mungkin membiarkan Eza datang ke rumah ku dan membongkar semuanya.

Kinara menganggukkan kepalanya. Aku lalu membuka pintu mobil. Tapi, saat aku ingin masuk ke dalam mobil tiba-tiba Kinara memanggil ku.

"Assalamu'alaikum, Mas. Hati-hati di jalan," ucap Kinara sambil mencium tangan ku.

Satu hal lagi yang harus aku biasakan saat bersama dengan Kinara. Aku harus mengucapkan salam sebelum aku pergi kemanapun.

"Assalamu'alaikum," ucap ku dengan menepiskan senyumannya.

"Wa'alaikum salam," jawab Kinara dengan senyuman di wajahnya.

Aku masuk ke dalam mobil. Tapi sebelum masuk ke dalam mobil, aku terlebih dahulu mengecup kening Kinara. Mungkin itu akan menjadi kebiasaan baru untuk ku, yaitu mengecup kening Kinara.

Aku melihat kedua pipi Kinara mulai bersemu merah. Aku lalu masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya keluar dari halaman rumahku.

Dalam perjalanan menuju rumah Eza, aku begitu merasa bersalah karena telah membatalkan janji ku untuk mengajak Kinara jalan-jalan. Kenapa dia begitu baik, sedangkan aku selalu mengecewakannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!