Apa aku cemburu?

Aku sadar, aku telah menipu Kinara. Tapi aku juga terpaksa, aku terpaksa melakukan itu.

Aku lalu melangkah mendekati Kinara. “Kenapa kamu keluar?” tanyaku saat aku sudah berada tepat di depan Kinara.

“Mama menyuruhku untuk melihat siapa yang datang, karena Mas tidak juga kembali ke ruang makan,” ucapnya.

“Sekarang kamu masuk dulu, aku akan segera menyusul,” pintaku.

Aku melihat Eza melangkah mendekati ku dan Kinara. Dia lalu mengulurkan tangannya kepada Kinara.

Apa yang ingin dia lakukan?

“Kenalkan, aku Eza, aku adalah...”

“Eza adalah temanku.” Aku segera memotong ucapan Eza, sebelum dia berbicara macam-macam kepada Kinara, kalau tidak dia akan mengacaukan semuanya.

Aku melihat Eza menyungingkan senyumannya. Mungkin dia mengira kalau saat ini aku tengah ketakutan, karena ya, aku memang tengah merasa takut saat ini. Takut Eza akan membongkar semuanya di depan Kinara.

“Za, lebih baik sekarang kamu pulang, setelah aku pulang dari Paris nanti, aku akan menemuimu.” Aku harus membujuknya untuk segera pulang, sebelum semuanya semakin kacau.

Aku melihat Eza mengernyitkan dahinya. Mungkin dia bingung, saat aku bilang soal aku dan Kinara yang akan pergi ke Paris. Tapi, kernyitan dahinya sekejap hilang, berubah menjadi senyuman sinis. Entah apa yang dipikirkan Eza saat ini.

Aku membulatkan kedua mataku saat melihat dia malah mengajak Kinara masuk ke dalam rumah. Apa yang sebenarnya ingin Eza lakukan? Aku mengikuti mereka masuk ke dalam rumah.

“Za, apa yang kamu lakukan?” tanyaku.

“Ini ada apa, Mas?” tanya Kinara kepadaku dengan raut wajah bingung dan penasaran mungkin.

Aku bisa melihat dengan jelas, Kinara saat ini terlihat begitu bingung dengan situasi saat ini.

“Ra, lebih baik kamu ke kamar untuk bersiap-siap, kamu tidak ingin kita sampai terlambat ke bandarakan?” Aku harus menjauhkan Kinara dari Eza, dan untungnya Kinara menuruti permintaan aku.

Aku melihat Kinara tersenyum kepada Eza sebelum dia pergi meninggalkan aku dan Eza. Entah mengapa aku merasa tidak suka.

Apa aku cemburu?

Setelah Kinara pergi, aku melihat ke arah Eza. “Apa mau kamu sebenarnya, Za?”

“Aku hanya ingin mengenal istri kamu, itu saja,” jawabnya dengan tersenyum sinis.

“Sekarang lebih baik kamu pergi dari rumah aku, jangan membuat situasi ku semakin rumit.”

“Aku akan menunggu keputusan yang akan kamu ambil. Jika kamu tidak ingin istri kamu tau semuanya tentang masa lalu kamu. Aku harap kamu bisa mengambil keputusan yang benar.”

Eza menepuk bahuku dan aku segera menepis tangannya. Dia malah tersenyum.

“Bian. Kesabaranku ada batasnya, dan aku paling tidak suka menunggu. Kamu tau betul orang seperti apa aku ini. Aku bisa saja menghancurkanmu dan keluargamu saat ini juga,” ucapnya padaku.

"Kenapa kamu masih mempermasalahkan masalah itu lagi? Semua itu sudah berlalu. Aku juga gak bisa memutar waktu untuk menebus semua kesalahanku."

"Kamu bisa menebusnya, ceraikan istrimu, karena selamanya aku tak akan membiarkan kamu hidup bahagia, ingat itu baik-baik."

Aku melihat Eza beranjak dari duduknya, dia pun melangkahkan kakinya keluar dari rumahku. Tubuhku seakan lemas, hampir saja rahasiaku terbongkar di depan Kinara. Belum apa-apa saja aku sudah merasa begitu ketakutan.

Jika semua itu benar-benar terjadi, apa aku akan terkena serangan jantung dan langsung mati saat itu juga? Aku bahkan tidak bisa membayangkannya.

***

Aku dan Kinara saat ini berada di sebuah mall terbesar di Jakarta. Aku meminta Kinara untuk membeli apa saja yang dia inginkan. Aku sudah tahu apa yang akan di beli Kinara.

Ya, Kinara hanya membeli beberapa kerudung dan juga baju dan celana yang tentu saja dengan ukuran yang lebih besar dari tubuhnya. Kinara memang selalu memakai baju yang terlihat kebesaran di tubuhnya, saat di rumah maupun di luar rumah.

Yang aku sukai dari Kinara adalah dia selalu memakai baju yang sopan, dan tentu saja menutup seluruh tubuhnya. Meskipun pakaian yang dipakai Kinara terlihat kedodoran di tubuhnya, tapi itu malah membuatku senang, karena dia tidak memperlihatkan auratnya kepada siapapun.

Aku saja belum pernah melihat bentuk tubuhnya, meskipun aku sudah SAH menjadi suaminya. Dan itu membuatku semakin penasaran dengan apa yang ada dibalik pakaian yang Kinara kenakan saat ini.

Aku bisa melihat, banyak mata yang jelalatan sedang menatap ke arah Kinara yang sedang sibuk memilih kerudung.

Aku bahkan mendengar para pemuda sedang membicarakan tentang kecantikan Kinara. Dan itu sangat membuatku marah, aku kesal saat ada yang memuji kecantikkan istriku, karena hanya aku yang boleh memujinya, hanya aku!

Aku tersentak saat merasakan ada seseorang yang menepuk bahuku, tentu saja orang itu adalah Kinara.

“Ada apa tanyaku?” saat aku sudah tersadar dari lamunanku. Entah apa yang tadi aku pikirkan, sampai aku tak menyadari kehadiran Kinara.

“Mas sedang memikirkan apa? dari tadi aku panggil tapi Mas diam saja.” Aku bisa melihat kekhawatiran di wajah Kinara.

“Aku tidak apa-apa, apa kamu sudah selesai berbelanja?” tanyaku saat ada dua paper bag di tangan Kinara.

Aku memang memberi Kinara kartu kredit, agar dia bisa membeli apa saja yang dia mau tanpa meminta lagi padaku. Aku melihat Kinara menganggukkan kepalanya dengan senyuman di wajahnya.

Setelah selesai berbelanja, kami segera menuju bandara, kami tidak ingin ketinggalan pesawat.

“Apa kamu bahagia?” tanyaku.

“Iya, Mas. Ini pertama kalinya aku pergi keluar negeri,” jawabnya dengan senyuman di wajahnya.

Senyuman Kinara semakin terlihat jelas, dan entah mengapa melihat senyuman itu membuat aku merasa tenang. Aku sejenak bisa melupakan masalahku dengan Eza.

Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, selama kita berbulan madu, aku ingin membuat Kinara merasa bahagia.

“Ya sudah, kita ke bandara sekarang,” ucapku dan aku melihat Kinara menganggukkan kepalanya.

Aku mengajak Kinara pergi dari mall itu.

Saat dalam perjalanan menuju bandara, aku hanya diam. Seperti ada beban berat yang tengah aku pikul saat ini.

Ya Tuhan, maafkan aku, karena aku belum bisa jujur sama Kinara.

Aku melihat Kinara yang sejak tadi menatapku.

“Kenapa? kenapa kamu menatapku seperti itu?” tanyaku penasaran.

Kinara menggeleng dengan menepiskan senyumannya.

“Katakan saja, ada apa?” desak ku, karena aku yakin, pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiran Kinara saat ini.

“Apa Mas bahagia menikah denganku?”

Hah! serius Kinara menanyakan itu sama aku?

“Kenapa kamu tanya itu?” Aku ingin mendengar alasan Kinara bertanya seperti itu sama aku.

“Aku lihat dari tadi Mas murung. Sepertinya Mas gak ingin pergi ke Paris sama aku. Aku minta maaf, kalau aku sudah membuat Mas tertekan selama kita menikah,” ucap Kinara dengan kepala menunduk.

Aku menghela nafas panjang, lalu ku genggam tangan Kinara untuk pertama kalinya, dan kulihat Kinara mulai mengangkat wajahnya.

“Aku bahagia bisa menikah sama kamu, Ra. Jadi jangan berpikir yang macam-macam,” ucapku dengan senyuman di wajahku.

"Tapi semenjak kedatangan Mas Eza, Mas kelihatan beda. Mas ada masalah? Mas bisa cerita sama aku." Kinara menatap kedua mataku.

Cerita? Kalau aku cerita, apa kamu mau memaafkan semua kesalahanku, Ra?

Aku menghela nafas, lalu menggelengkan kepalanya. Tidak untuk saat ini, Ra. Aku blm siap.

Sepertinya mulai hari ini aku harus waspada pada Eza, Kinara mulai curiga padaku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!