Sayup-sayup aku mendengar ada seseorang yang tengah melantunkan doa. Ku buka kedua mataku secara perlahan, mataku mengerjab dua kali. Aku melihat Kinara telah selesai melakukan sholat tahajud. Aku mendengar semua doa yang dia ucapkan.
Dia tengah mendoakan aku, keberhasilanku, umur panjang ku, dan kebahagian keluarga.
"Ya Allah, semoga hamba bisa menjadi istri yang baik untuk suami hamba. Semoga hamba bisa menjalankan semua kewajiban hamba sebagai seorang istri." Itu adalah salah satu doa yang Kinara panjatkan.
Hatiku tersentuh, mendengar doa-doa yang dipanjatkan dalam ibadahnya. Aku seakan menjadi pria paling jahat di muka bumi ini, karena aku tidak berani jujur kepada dirinya, aku telah membohonginya.
Tapi ... jika aku jujur maka reputasi keluargaku akan hancur dalam sekejap, hati Kinara juga akan hancur, aku tidak ingin semua itu sampai terjadi. Aku tidak siap melihat hati Kinara terluka karena aku.
Mama dan Papa pasti juga akan sangat terpukul, jika mengetahui anak satu-satunya memiliki dosa masa lalu, masa laluku yang kelam. Aku nggak mau itu sampai terjadi.
"Maaf Kirana, maafkan aku, untuk saat ini aku tidak bisa jujur sama kamu. Maafkan aku," ucapku lirih, dan aku yakin Kinara tidak bisa mendengarnya.
Aku kembali memejamkan kedua mataku, rasa kantuk masih melandaku. Aku akan terima semua konsekuensinya tapi tidak untuk saat ini. Untuk saat ini, aku hanya ingin semua berjalan seperti ini.
Meskipun aku belum bisa menjalankan tugasku sebagai seorang suami untuk Kinara, tapi aku akan berusaha untuk membuatnya nyaman dan bahagia. Meskipun aku tidak menyentuhnya. Itu yang terbaik untuk saat ini.
***
Aku membuka kedua mataku secara perlahan, ternyata Kinara sudah tidak ada di sampingku. Ini masih pukul 04.00 pagi, dimana dia? Aku mengubah posisiku menjadi duduk bersandar di sandaran ranjang. Aku usap kedua mataku yang masih sedikit mengantuk.
Setelah kedua mataku benar-benar terbuka sepenuhnya, aku melihat Kinara keluar dari kamar mandi. Ku lihat wajah Kinara yang masih basah. Apa dia akan menjalankan sholat subuh?
"Mas Bian sudah bangun, mau sholat subuh berjamaah?" tanyanya padaku. Ini pertama kalinya ada yang mengajakku untuk sholat berjamaah.
Aku memang jarang sekali menunaikan sholat subuh, karena aku pasti akan terlambat bangun. Setiap malam aku akan tidur larut malam, karena pekerjaanku yang menumpuk. Belum lagi jika ada teman-temanku yang mengajak nongkrong, meskipun ujung-ujungnya aku juga yang harus keluar duit.
Aku tatap wajah cantik Kinara yang saat ini masih menatapku. Aku pun akhirnya menganggukkan kepalaku.
“Tunggu sebentar ya, Mas akan wudhu dulu,” ucapku.
“Iya, Mas. Aku akan menunggu sampai Mas sudah siap. Ini pertama kalinya kita sholat berjamaah setelah SAH menjadi suami istri,” ucap Kinara kepadaku.
Aku kembali menganggukkan kepalanya. Setelah itu aku bergegas turun dari ranjang dan segera mengambil air wudhu.
Aku memang belum bisa menjalankan sholat lima waktu, aku juga belum pernah menjadi imam buat siapa pun. Tapi ini awal yang baik untuk ku merubah diri, semoga aku bisa mendapatkan hidayah secepatnya untuk semua masalahku.
Setelah selesai wudhu, aku melangkah keluar dari kamar mandi. Aku melihat Kinara sudah memakai mukena. Dia terlihat semakin cantik saat memakai mukena itu.
Aku tatap mukena itu dengan seksama, ternyata mukena yang Kinara pakai adalah mukena pemberianku. Entah mengapa aku sangat bahagia melihatnya. Itu mukena aku sendiri yang memilihnya.
Aku melangkah mendekati Kinara.
“Ini, Mas. Mas pakai ini dulu,” ucapnya sambil memberikan aku sarung dan peci.
“Terima kasih,” ucapku saat mengambil sarung dan peci dari tangan Kinara.
Aku tidak ingin membuat Kinara menunggu lama. Aku segera memakai sarung dan peci itu. Setelah itu aku melangkah di depan Kinara dan memulai sholat subuh.
Setelah kami menunaikan solat subuh, Kinara mencium punggung tanganku. Entah mengapa ada rasa nyaman dalam hatiku. Rasa yang tidak pernah aku rasakan selama ini. Bukan rasa cinta, tapi ini seperti rasa kagum tersendiri, aku pun mengecup keningnya. Ku lihat wajah Kinara bersemu merah, dan dia terlihat semakin cantik.
Astaga, Bian, sadarlah, kamu tidak pantas untuk Kinara, dia seharusnya menikah dengan lelaki yang soleh, bukan seperti kamu, yang bahkan sudah banyak menikmati tubuh mantan-mantan kekasihmu.
Aku merutuki diriku sendiri. Apa aku bisa meninggalkan kebiasaan buruk ku dan menjadikan Kinara sepenuhnya milikku? Apa Kinara mau menerimaku dengan tulus setelah mengetahui tentang masa laluku? Hanya itu yang selalu berputar di otakku setelah aku menikah dengan Kinara.
Aku dan Kinara sama-sama berdoa. Tapi, kali ini aku tidak bisa mendengar suara doa Kinara, karena dia berdoa dalam hatinya. Apa dia malu padaku? Mungkin.
Setelah selesai berdoa, aku membalikkan tubuhku menghadap Kinara, dan kami pun saling menatap satu sama lain.
“Ada apa, Mas? Apa ada yang aneh di mukaku?” itu pertanyaan yang keluar dari mulut Kinara sebelum dia melepas mukena yang di pakainya.
Aku menggelengkan kepalaku. “Kamu cantik saat memakai mukena itu,” pujiku untuknya karena dia memang benar-benar cantik.
Apalagi bulu mata lentiknya, lesung di pipinya, belum lagi pipinya yang cabi. Membuatku semakin gemas dan ingin ku cium seluruh wajahnya itu. Belum lagi sekarang kedua pipinya mulai merona setelah aku memujinya cantik.
“Terima kasih, karena kamu sudah mau memakai mukena pemberianku,” ucapku dengan senyuman di wajahku.
Kinara menganggukkan kepalanya, tanpa menghilangkan senyuman manisnya. “Mas membelikan mukena ini untukku sebagai mas kawin, dan sudah sepantasnya aku memakainya. Ayahku pernah bilang, kalau mas kawin dalam pernikahan, itu akan menjadi berkah jika kita menggunakannya, bukan hanya untuk disimpan ataupun dipajang. Apalagi Mas memberikan ini dengan tulus.”
Aku hanya tersenyum, karena aku sendiri bingung harus menjawab apa. Temanku ada yang sudah menikah, tapi dia pernah cerita, kalau sampai sekarang seperangkat alat sholat yang dia berikan sebagai mas kawin, sampai sekarang masih tersimpan rapi di dalam lemari.
Aku pikir, Kinara juga akan seperti istri temanku itu. Akan menyimpan mas kawin pemberianku dan hanya akan jadi pajangan di dalam lemari. Tapi, aku tak menyangka, dia mau memakainya untuk ibadah sehari-hari.
Kinara melepas mukenanya, aku masih terus menatapnya. Kedua pipinya semakin terlihat merona. Tanpa sadar aku mencondongkan tubuh ku mendekat ke Kinara.
“Mas,” panggil nya pelan.
“Hem.” Hanya deheman yang keluar dari mulutku, tapi aku semakin mendekatkan wajahku ke wajah Kinara.
“Mas mau apa?” tanyanya padaku.
Mendengar pertanyaan Kinara membuatku tersadar, sontak aku langsung mengubah posisiku seperti semula. Aku melihat Kinara malah tersenyum melihat tingkah konyol ku.
“Mas lepas sarung dan pecinya, biar aku simpan di lemari,” pintanya padaku.
Aku mengangguk, dan mulai melepas sarung dan peci ku. Setelah itu aku berikan kepada Kinara. aku melihat Kinara beranjak berdiri dan kembali memasukkan mukenanya, sarung, dan peci ku ke dalam lemari.
Karena aku masih merasa kantuk, akhirnya aku meneruskan tidurku, lagian selama satu minggu ini aku juga tidak akan pergi ke kantor. Papa menyuruhku untuk mengambil cuti, karena pernikahanku, Papa juga menyuruhku untuk mengajak Kirana jalan-jalan.
Sebenarnya Papa dan Mama mengusulkan untuk pergi honeymoon, tapi aku menolaknya langsung. Bagaimana aku bisa honeymoon, di rumah saja aku bingung bagaimana caranya menghindari hubungan itu.
Apa lagi di tempat lain, yang hanya akan ada aku dan Kinara saja. Semakin sulit bagi ku untuk mencari alasan, semakin sulit untuk ku tidak menyentuh Kinara, semakin sulit untuk ku menahan diri.
Tadi malam aku masih beruntung, karena itu pilihan Kirana. Tapi nanti malam dan malam-malam selanjutnya, apa yang akan aku katakan padanya? Aku juga tidak bisa selamanya menghindar, itu adalah hak Kinara untuk mendapatkan nafkah batin dari ku.
Apa aku berdosa karena tidak memberikan hak Kinara? Apa aku berdosa karena telah membohonginya dan menutupi kebenaran yang ada?
Meskipun begitu, aku melakukan itu untuk menjaga nama baik keluargaku dan perasaannya agar tidak hancur.
Apa Kinara akan bisa memahami aku, jika suatu saat aku memberitahukan kebenaran tentang diriku? Ya Tuhan, tunjukkanlah Jalan-Mu.
“Ra, aku akan kembali tidur. Nanti tolong bangunkan aku ya,” pintaku pada Kinara.
“Iya, Mas,” ucap Kinara setelah menutup pintu lemari.
Aku mulai memejamkan kedua mataku, aku sudah tidak tau lagi apa yang akan dilakukan Kinara setelah ini. Mungkin dia akan membersihkan dirinya, karena dia tidak mungkin akan kembali tidur lagi sama sepertiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
𝐈𝐬𝐭𝐲
lah gmn mau tau klo Kirana bisa nerima apa gak klo kamu aja gak mau jujur
2023-04-11
0