Tiket bulan madu.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, malu sudah pasti, karena kepergok tengah menatap Kinara sejak tadi. Aku lalu menutup pintu kamar dan melangkahkan kakiku mendekati ke arahnya.

“Suara kamu sangat merdu saat membaca ayat suci Al-Qur’an tadi,” ucapku jujur.

Kinara hanya menepiskan senyumannya, baginya mungkin suaranya biasa-biasa saja, mungkin dia pikir aku memujinya hanya untuk membuatnya bahagia.

“Lebih baik sekarang Mas Bian mandi, sepertinya Mas Bian habis kehujanan.”

Aku menganggukkan kepalaku. “Tadi waktu keluar dari mobil, gak sengaja terkena air hujan, kalau begitu aku mandi dulu.”

Kinara menganggukkan kepalanya. Aku lalu melangkah menuju kamar mandi.

Aku yakin, saat ini Kinara pasti tengah menyiapkan pakaian yang akan aku pakai. Kinara melakukan semua tugasnya dengan baik. Tapi aku … aku bahkan belum melakukan apapun untuk Kinara. Bahkan memberikan nafkah batin pun aku belum bisa melakukannya.

Ternyata tebakan aku benar, aku melihat ada pakaian aku yang ada di atas ranjang. Lengkap dengan pakaian dalamku, sama seperti tadi pagi. Apa Kinara tak merasa risih saat menyentuh pakaian dalamku?

Setelah selesai berpakaian, aku putuskan untuk keluar dari kamar, karena aku juga tak melihat adanya Kinara di dalam kamar, aku yakin, Kinara saat ini tengah berbicara dengan mamaku.

Apa Mama masih marah sama aku ya soal tadi pagi? Kalaupun Mama masih marah, aku akan terima, karena itu memang salahku yang sudah membatalkan janjiku dan membuat Kinara kecewa.

Saat melewati ruang tengah, aku tak sengaja mendengar percakapan Mama dan Kinara. Aku penasaran dan memutuskan untuk menguping.

“Ara, kamu dan Bian kan sekarang sudah menikah. Apa kamu ingin pergi berbulan madu dengan Bian? Kalau boleh Mama tau, kamu mau pergi bulan madu kemana?”

Kedua mataku langsung membulat dengan sempurna, sama seperti Kinara sekarang yang sama-sama juga tengah membulatkan kedua matanya. Ini lah yang aku takutkan, Mama pasti sudah menyiapkan semuanya untuk bulan madu aku sama Kinara.

Tatapanku terus menatap ke arah Mama dan Kinara, aku ingin mendengar apa jawaban Kinara.

“Maksud Mama?” tanya Kinara dengan dahinya yang mengernyit, mungkin Kinara belum bisa mencerna apa yang tadi mamaku tanyakan.

“Sebenarnya Mama dan Papa sudah membelikan tiket ke Paris untuk kalian berbulan madu, dan Mama akan memberitahu kamu nanti, tapi setelah melihat sikap Bian ke kamu tadi pagi, membuat Mama marah.”

Jadi Mama dan Papa sudah membeli tiket segala? Kenapa mereka sama sekali tak membicarakannya denganku? Apa pendapatku tidak penting sama sekali?

“Saya gak apa-apa kok, Ma. Saya tahu jika Mas Bian sedang ada urusan penting,” ucap Kinara sambil menepiskan senyumannya.

Aku melihat Mama yang tengah mengusap lengan Kinara dengan lembut, se-begitu sayangnya Mama sama Kinara.

“Mama tidak salah memilihmu untuk menjadi istri Bian, kamu memang wanita yang soleha,” puji Mamaku untuk menantunya yang cantik.

Mama memang tidak salah memilih Kinara untuk menjadi menantu Mama, tapi Mama salah sudah mencarikan Kinara suami seperti aku, Ma. Aku bahkan tak pantas untuk mendapatkan istri sebaik Kinara.

Bukankah wanita baik-baik akan berjodoh dengan pria yang baik juga? Tapi kenapa Kinara justru berjodoh dengan pria brengsek seperti aku?

“Mama berlebihan, saya masih harus banyak belajar agar saya bisa menjadi istri dan menantu yang baik untuk Mas Bian dan Mama.”

Aku melihat Mama mengambil sebuah amplop dari atas meja, aku yakin isi amplop itu adalah tiket ke Paris yang tadi Mama bicarakan dengan Kinara.

“Maaf, Ma, saya tidak bisa menerimanya, bukannya saya mau menolak, tapi lebih baik Mama berikan kepada Mas Bian,” ucap Kinara sambil mendorong tangan Mama ku, sepertinya dia menolak pemberian Mama.

“Sayang, mau kamu atau Bian yang menerimanya, sama saja, kalian yang akan pergi berbulan madu. Jadi terima ini.” Mama tak akan pernah menyerah begitu saja.

Aku harus masuk, aku melihat keraguan di wajah Kinara.

“Ada apa ini, Ma?” tanyaku sambil melangkah masuk ke dalam ruang tengah.

Aku melihat amplop itu Mama letakkan di atas meja. Aku lalu duduk di sofa tunggal, tidak di samping Kinara.

“Apa ini, Ma?” tanyaku pura-pura tidak tau, lalu aku ambil amplop itu, lalu kubuka dan kulihat ada dua tiket pesawat dengan tujuan Kota Paris.

“Itu dua tiket ke Paris, Mama dan Papa sudah menyiapkan semuanya untuk bulan madu kalian, jadi kalian langsung bisa berangkat besok.” Mama kembali menjelaskan kepadaku, karena Mama tidak tau kalau sejak tadi aku sudah menguping pembicaraannya dengan Kinara.

“Apa? bulan madu? Besok? Mama bercandakan?” Aku tau itu tiket bulan maduku sama Kinara, tapi yang membuat aku terkejut, kenapa harus besok? Kenapa secepat ini?

“Kenapa sayang, apa kamu tidak setuju dengan rencana Mama dan Papa?” tanya Mamaku dengan dahi mengernyit, mungkin terkejut melihat ekspresi wajahku tadi.

“Em ... bukan begitu, Ma. Hanya saja ini terlalu mendadak. Kenapa Mama dan Papa tidak membicarakan ini sama aku terlebih dahulu?”

“Itu karena Mama dan Papa ingin membuat kejutan untuk kalian berdua, dan Mama berharap setelah kalian berbulan madu nanti, Mama akan segera mendengar kabar gembira dari kalian.”

Aku langsung menatap ke arah Kinara, ia juga tengah menatapku, tapi langsung menundukkan wajahnya. Tadi aku bisa melihat wajah Kinara yang mulai merona karena merasa malu saat mendengar Mama yang menyinggung soal cucu.

“Sa—saya ke kamar dulu, Ma, Mas.” Aku lihat Kinara cepat-cepat beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dari ruangan ini.

“Ma, kenapa Mama malah membahas soal anak? aku kan baru kemarin menikah,” keluhku kepada Mama ku yang sepertinya memang sudah tak sabar ingin memiliki cucu.

Padahal aku sendiri belum yakin, apa aku bisa membuat Kinara hamil anakku? Sementara aku belum bisa jujur kepada Kinara. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku akan menyentuh Kinara saat aku sudah berani membuka tabir masa laluku kepada Kinara.

Sebelum semuanya terungkap, aku tak akan meminta hakku kepada Kinara. Karena kalau seandainya Kinara tak mau menerima masa laluku dan meminta cerai padaku, dia masih dalam keadaan suci. Janda tapi perawan, mungkin itu sebutan Kinara nantinya.

Astaga! apa yang sudah aku pikirkan! cerai? Janda? Apa aku sudah mulai gila?

“Ya tidak apa-apa dong sayang. Kan lebih cepat lebih baik. Mama sudah tidak sabar ingin menggendong cucu Mama,” ucap Mama ku sambil mengusap lengan ku.

Setelah itu Mama melangkahkan kakinya pergi meninggalkan aku yang masih bergelut dengan pikiranku, membayangkan akan pergi berbulan madu dengan Kinara.

Sekarang apa yang harus aku lakukan? Sampai kapan aku harus selalu memberikan alasan kepada Kinara?

Aku menghela nafas yang entah kenapa rasa begitu berat kali ini. Beban hidupku selama ini sepertinya aku rasa sangatlah berat. Aku seakan sudah tidak sanggup lagi untuk menahan semua ini.

Membohongi wanita sebaik Kinara, itu seakan memberi luka baru di dalam hatiku. Tapi aku juga tidak mungkin berbicara jujur kepada Kinara tentang hal yang sebenarnya, karena aku memang belum siap untuk menerima konsekuensinya.

Aku harus bicara kepada Kinara, aku harus membujuknya untuk menolak rencana bulan madu ini, karena jika kami akhirnya pergi berbulan madu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan nanti. Aku melangkahkan kakiku menuju tangga, bagaimanapun juga aku harus berhasil membujuk Kinara.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!