Aku menatap Kinara yang saat ini tengah duduk di samping Mama. Penampilannya sangat berbeda dengan yang waktu itu. Tapi, pakaian yang dipakainya masih terlihat kedodoran menurutku. Bahkan aku tidak bisa melihat lekuk tubuhnya dari pakaian yang dipakainya saat ini.
Aku mendengar suara deheman Mama ku. Mungkin Mama menyadari, jika sejak tadi aku menatap Kinara, menelisik penampilannya.
“Apa kamu sudah siap, Sayang?” tanya Mama ku sambil mengusap lengan Kinara.
Aku melihat Kinara menganggukkan kepalanya.
“Siap, Tante. Tapi, apa saya boleh tau, sebenarnya kita mau kemana?” tanya Kinara dengan raut wajah bingung.
Aku yakin Mama tidak memberitahu Kinara sebelumnya, apalagi setelah aku melihat ekspresi wajah Kinara saat ini.
“Maaf, Sayang. Tante lupa memberitahumu kemarin. Sebenarnya Tante ingin mengajak kamu belanja semua kebutuhan kamu sebelum menikah. Kalian kan akan menikah sebentar lagi,” jelas Mama ku, dan aku yakin Kinara paham semua itu.
Aku mengernyitkan dahiku saat melihat ekspresi wajah Kinara yang tiba-tiba berubah murung.
Kenapa dia?
“Tante, lebih baik saya ganti baju dulu ya. Saya gak ingin Tante dan Mas Bian malu nantinya karena penampilan saya,” ucap Kinara sambil menundukkan wajahnya.
Astaga! Jadi itu yang membuat Kinara murung tadi. Aku kira apa.
Aku bukannya malu dengan penampilan Kinara, karena mau pakai apa saja, Kinara sama saja, karena semua pakaiannya tidak ada yang menarik menurutku. Selalu kedodoran pastinya.
“Kamu cantik kok, Sayang. Kamu sama sekali gak membuat Tante dan Bian malu. Iya ‘kan, Sayang?” tanya Mama padaku. Dan tanpa pikir panjang aku menganggukkan kepalaku.
“Lebih baik kita berangkat sekarang saja. Nanti keburu semakin siang,” ajak Mamaku.
Kinara menganggukkan kepalanya, dia lalu menatapku sekilas, setelah itu kembali menatap Mama ku.
“Kalau begitu Ara ambil tas Ara dulu,” pamitnya lalu beranjak dari duduknya dan melangkah menuju kamar yang ada di sebelah ruangan ini, dan aku yakin itu adalah kamarnya.
Tidak sampai lima menit, Kinara kembali ke ruang tamu, dengan tas selempang yang sudah mengalung ke samping di tubuh Kinara.
“Kita berangkat sekarang,” ajakku dan langsung mendapat anggukkan kepala dari Mama dan Kinara.
Kami keluar dari rumah Kinara. Aku dan Mama langsung menuju mobil, tapi Kinara berhenti di depan pintu untuk mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu. Setelah itu aku melihat dia melangkah menuju mobil.
Mama memilih untuk duduk di belakang, sedangkan Kinara duduk di sebelahku. Awalnya Kinara menolak, tapi aku tau bagaimana Mamaku. Dia pasti akan memaksa Kinara untuk mau duduk di depan bersamaku, dan akhirnya berhasil.
Aku melirik Kinara sekilas, sebelum aku melajukan mobilku. Dari samping dia terlihat sangat cantik, apalagi dengan pipinya yang cabi, semakin menggemaskan menurutku.
“Bian, kok gak jalan-jalan mobilnya? Apa yang sedang kamu tunggu? Setelah menikah nanti, kamu akan puas menatap wajah Kinara,” goda Mamaku yang sontak membuatku sangat malu.
Apalagi saat aku melihat senyuman mulai terbit dari wajah cantik yang saat ini duduk di sampingku. Aku tidak ingin Mama semakin membuatku malu lagi. Aku pun mulai melajukan mobilku keluar dari halaman rumah Kinara.
Aku fokus menatap ke depan, karena aku tidak berani menatap wajah Kinara lagi meskipun hanya sekilas. Takut satpam yang saat ini duduk di kursi penumpang belakang kembali berceloteh. Belum lagi apa yang dipikirkan Kinara tentangku nanti.
Tak butuh waktu lama, sekitar satu jam, kami akhirnya sampai di butik langganan Mama. Butik itu sangat terkenal, bahkan pakaian yang di jual di butik itu dijamin kualitasnya.
Mamaku sudah keluar lebih dulu. Aku langsung menyusul keluar dari mobil. Tapi tidak dengan Kinara. Aku lihat dari luar, dia nampak tengah melamun sambil menatap ke arah butik.
Apa yang dipikirkan Kinara saat ini? apa soal uang?
Aku melangkah menuju pintu penumpang depan, lalu ku buka pintu itu.
“Ra, kenapa kamu gak ikut keluar?” tanyaku sambil mencondongkan tubuhku.
Kedua mataku membulat dengan sempurna, saat aku melihat wajah cantik Kinara dengan jarak sedekat itu.
“Ah, maaf,” ucapku sambil menegakkan kembali tubuhku.
Mama sedang tertawa kecil saat ini, karena aku bisa mendengar suara tawanya.
“Sayang, ayo keluar. Ada yang ingin Mama tunjukkan sama kamu,” ucap Mama ku membujuk Kinara.
Kinara menganggukkan kepalanya, dia lalu menatapku. Aku paham, dan aku memundurkan tubuhku, memberi jalan untuk Kinara keluar dari mobil.
Mama dan Kinara masuk lebih dulu ke dalam butik, sedang kan aku mengambil ponselku yang ada di dasbor mobilku. Ku lihat ada beberapa chat masuk dari orang yang sangat ingin aku hindari.
Aku abaikan pesan darinya, setelah itu aku masuk ke dalam butik. Ku lihat Mama yang sedang menunjukkan gaun pengantin kepada Kinara. Tapi, sepertinya Kinara tidak terlalu suka dengan gaun itu.
Apa terlalu seksi di tubuhnya? Tapi aku suka dengan gaun itu.
“Ma, Ra.” Aku melangkah mendekat.
“Apa ada masalah?” tanyaku kemudian.
Aku melihat Kinara yang menundukkan kepalanya. Sepertinya dia merasa tak hati dengan Mama, karena telah menolak gaun pilihan Mama.
“Sayang, coba kamu pilihkan gaun yang cocok untuk Kinara, karena Mama gak tau gaun yang seperti apa yang cocok untuknya,” pinta Mamaku.
Aku mengangguk, lalu ku tatap wajah Kinara. “Apa ada yang kamu pilih?” tanyaku.
Aku melihat Kinara mendongakkan wajahnya menatapku, kedua mata teduh itu kini bertemu tatap dengan kedua mataku.
“Apa aku harus pakai gaun seperti ini?” tanyanya padaku.
“Em ... gak juga sih. Tapi, karena ini pernikahan anak semata wayang keluarga Syahreza. Ya ... seenggaknya gaun yang kita pakai gak akan mempermalukan nama baik keluargaku,” ucapku mencoba menjelaskan kepada Kinara.
Aku melihat Kinara saat ini tengah meremas jemari-jemari tangannya. Mungkin dia bingung saat ini.
“Gimana kalau aku bantu pilih. Aku akan pilihkan yang cocok dengan style kamu,” tawarku.
Kinara mengangguk ragu. Tapi dia juga tidak ada pilihan lain.
“Kalian pilih-pilih aja dulu. Mama mau cari yang lain,” ucap Mama ku dan langsung meninggalkan aku dan Kinara.
“Ayo,” ajak ku, dan tanpa aku sadari aku menarik tangan Kinara.
Kinara menatap tanganku yang telah lancang menggenggam tangannya. Seketika aku langsung melepaskan genggaman tanganku.
“Maaf, aku gak sengaja,” ucapku merasa bersalah.
Kinara hanya menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipis di kedua sudut bibirnya. Karena tidak mau semakin canggung, aku mengajak Kinara menuju manekin yang sudah di pajang berbagai macam gaun pengantin.
Ada satu yang menarik hatiku. Gaun itu tidak terlalu seksi, tapi mungkin akan terlihat sangat indah dan cantik saat Kinara yang memakainya.
“Apa kamu suka? Kalau kamu suka, kamu boleh mencobanya. Nanti kita minta sama pelayan untuk sedikit merubah ukurannya kalau kamu gak suka. Tapi, aku rasa itu sudah pas di tubuh kamu,” ucapku dengan senyuman di wajahku tentunya.
Kinara menganggukkan kepalanya, dan aku meminta pelayan untuk membantu Kinara mencoba gaun pengantin itu.
Aku menghampiri Mama yang sudah membeli apa yang ingin Mama beli, dan mengajaknya menuju tempat tunggu, sambil menunggu Kinara mencoba gaun pengantin itu.
Setelah 15 menit menunggu, Kinara keluar dari ruang ganti itu. Kedua mataku membulat dengan sempurna.
Cantik banget.
Mama menepuk bahuku. “Cantiknya mantu Mama,” ucapnya padaku dengan senyuman di wajah Mamaku.
Aku hanya tersenyum, dan kembali menatap Kinara yang saat ini tengah memakai gaun pengantin pilihanku.
Setelah dari butik itu, ternyata Mama pulang lebih dulu karena ada janji dengan sahabatnya. Akhirnya hanya aku dan Kinara yang pergi untuk mencari cincin pernikahan kami.
Agak canggung memang, tapi aku juga harus terbiasa, karena bagaimanapun Kinara adalah calon istriku. Wanita yang akan menemaniku hari-hari setelah kami resmi menikah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments