POV AUTHOR
Kinara sejak tadi terlihat sangat gelisah, meskipun Bian sudah menyuruhnya untuk tidur terlebih dulu, dan tidak usah menunggunya, tapi Kinara tetap tidak bisa memejamkan kedua matanya. Dia melihat jam di dinding kamar itu, yang menunjukkan pukul 23.30 malam.
“Kenapa Mas Bian sampai sekarang belum juga kembali, apa terjadi sesuatu pada Mas Bian? Sebenarnya bantuan apa yang diminta Mas Eza, lalu kenapa Mas Bian terlihat begitu panik saat Mas Eza mengajak aku bicara?”
Begitu banyak pertanyaan yang ada di benak Kinara, semua itu ingin sekali dia tanyakan kepada Bian, tapi dia sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk menanyakan itu semua, apalagi dirinya hanyalah istri yang bahkan sampai detik ini belum menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
Bukannya Kinara tidak ingin menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, tetapi itu semua adalah permintaan Bian, dengan alasan mereka belum saling mengenal.
Apa yang dikatakan Bian, menurut Kinara memang benar, mereka memang belum saling mengenal dan alangkah lebih baiknya jika mereka melakukan itu saat mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Kinara mengambil ponselnya dari atas meja, dia lalu mencoba untuk menghubungi Bian. Setelah beberapa menit, panggilan itu pun tak kunjung dijawab oleh Bian. Kinara tidak menyerah begitu saja, dia kembali mencoba menghubungi Bian, tapi tetap saja hasilnya nihil.
“Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu kota ini, aku bahkan tidak tahu seluk beluk hotel ini. Kamar hotel Mas Eza saja aku juga tidak tahu.” Kinara terlihat begitu putus asa, minimnya pengetahuannya memperlambat dirinya untuk segera menemukan Bian.
Sedangkan di tempat lain, Bian dan Eza sudah tertidur lelap. Eza tidur di ranjang, sedangkan Bian memilih untuk tidur di sofa.
Bian membuka kedua matanya secara perlahan, dia menatap Eza yang sedang tertidur di atas ranjang.
Bian lalu melihat jam dinding. “Astaga!” teriaknya keras.
Eza yang mendengar teriakan Bian pun seketika langsung membuka kedua matanya. “Ada apa sih?” tanyanya sambil mengusap kedua matanya yang masih sangat mengantuk.
“Aku harus segera kembali ke kamar aku, saat ini pasti Kinara sangat mencemaskan aku.”
Bian lalu segera beranjak dari ranjang dan mengambil ponselnya dari atas meja. “Aku pergi dulu, besok kamu harus kembali ke Jakarta.”
Eza menggelengkan kepalanya. “Aku tak akan membiarkan kamu dan Kinara bersenang-senang disini, karena kamu gak pantas untuk ….”
“Terserah kamu, tapi jangan pernah kamu menemui Kinara di belakang aku, kamu harus ingat dengan janji kamu tadi,” potong Bian dengan wajah kesal, karena Eza terus saja mengancamnya.
Bian pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar hotel Eza dan bergegas masuk ke dalam lift. Bian merutuki dirinya sendiri, karena awalnya dia hanya akan berada di kamar Eza sampai pria itu tertidur lelap, tapi ternyata dia tidak sanggup menahan kantuknya, dan malah ikut tertidur.
Sesampainya di depan pintu kamar hotelnya, Bian langsung mengetuk pintu kamar itu, karena terlalu terburu-buru menemui Eza, dia sampai lupa membawa cardlock kamarnya. Tak berselang lama pintu kamar itu terbuka. Bian melihat raut wajah kecemasan terpancar di wajah Kinara.
Kinara langsung memeluk Bian. “Mas, dari mana saja, kenapa telepon aku tidak diangkat? Mas tahu tidak, aku benar-benar takut.”
Bian melepaskan pelukan Kinara. “Maafkan aku, tadi aku menemani Eza untuk mencari sesuatu, kami tidak menyangka kalau waktu berjalan begitu cepat.”
“Aku percaya sama Mas, aku hanya takut terjadi apa-apa dengan Mas.”
Bian tersenyum. “Aku baik-baik saja, terima kasih karena telah mengkhawatirkan aku.”
Kinara lalu mengajak Bian untuk masuk ke dalam kamar, dia menyuruh Bian untuk segera mandi.
Bian pun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Dia pun mulai membersihkan tubuhnya yang sudah bau keringat. Apalagi seharian menemani Kinara jalan-jalan.
Setelah selesai mandi, Bian keluar dari kamar mandi menggunakan bathrobes, dengan rambutnya yang masih basah, sungguh membuat detak jantung Kinara berdegup kencang.
Kinara sudah mengambilkan pakaian untuk Bian dan memberikan pakaian itu, Bian memilih untuk memakai pakaian di dalam kamar mandi, dia tidak ingin membuat Kinara semakin terlihat malu saat melihatnya bertelanjang bulat.
Setelah selesai berpakaian, Bian keluar dari kamar mandi, dia melihat Kinara sudah terbaring di atas ranjang, tapi kedua matanya masih terjaga, dan bahkan saat ini tengah menatap ke arahnya.
Bian melangkahkan kakinya menuju ranjang, dia lalu merangkak naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Kinara.
Bian memiringkan tubuhnya menghadap Kinara. “Kenapa kamu melihatku seperti itu? apa ada yang ingin kamu tanyakan? Apa kamu tidak percaya sama aku?”
Kinara menggelengkan kepalanya. “Mana mungkin aku meragukan, Mas. Hanya saja aku merasa penasaran, apa sebenarnya hubungan Mas dengan Mas Eza? Kenapa dia sampai bela-belain mengikuti kita sampai ke Paris.”
“Eza itu sahabat aku, bukankah aku sudah menceritakan semuanya?”
“Lalu, bantuan apa yang diminta Mas Eza sama Mas Bian? Mas Eza mengajak Mas Bian kemana? Kenapa sampai dini hari?”
Bian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan juga Kinara. “Jangan berpikiran yang macam-macam, Eza itu sahabat aku dan kamu tau itu. Tadi Eza meminta bantuan aku untuk mencarikan hadiah untuk pacarnya,” ucapnya terpaksa harus berbohong.
“Jadi Mas Eza itu sudah punya pacar?” tanya Kinara terkejut.
Bian tersenyum. “Apa kamu berpikir aku sama Eza memiliki hubungan khusus yang lebih dari sekedar teman?” tebaknya.
“Bukan seperti itu, Mas. Aku tahu Mas bukan pria seperti itu,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
“Aku tadi habis mengantar Eza mencari sesuatu. Eza meminta aku untuk menemaninya mencari hadiah untuk kekasihnya.”
“Apa Mas Eza sudah menemukan hadiahnya?”
Bian menganggukkan kepalanya. “Kekasihnya terlihat sangat senang saat menerima hadiah itu,” ucapnya berbohong.
“Syukurlah,” ucap Kinara dengan senyuman di wajahnya.
Bian pun juga tersenyum. ‘Maafkan aku Kinara, aku terpaksa harus membohongimu. Tapi aku harus melakukan semua ini, aku tidak ingin kamu semakin mencurigai aku, karena ini belum saatnya kamu mengetahui semuanya,’ gumamnya dalam hati.
“Sekarang tidurlah, besok pagi kita lanjutkan jalan-jalan kita. Masih banyak tempat yang belum kita kunjungi.”
Kinara menganggukkan kepalanya, dia pun mulai memejamkan kedua matanya, sebenarnya dia sudah sangat mengantuk. Tapi karena kekhawatirannya terhadap Bian, membuat rasa kantuknya menghilang.
Setelah melihat Kinara yang sudah mulai terlelap, Bian pun mengusap pipi Kinara.
‘Ra, jika suatu saat kamu mengetahui semuanya, apakah kamu mau memaafkan aku? apa kamu akan membenciku dan meninggalkan aku?’ gumamnya dalam hati.
Bian seketika menjauhkan tangannya dari pipi Kinara saat mendapati tubuh wanita itu mulai terusik. Pria itu lebih memilih untuk memejamkan kedua matanya, dia pun merasa sangat lelah dan juga mengantuk. Dan tidak butuh waktu lama, Bian pun mulai terlelap dalam tidurnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments