Setelah sedikit berbincang-bincang, Papa dan Mama ku pulang lebih dulu ke rumah dan meninggalkan aku berdua dengan Kinara. Aku memang membawa mobil sendiri saat datang ke rumah Rayana tadi. Kedua orang tuaku meninggalkan aku disini dengan alasan agar kami bisa saling mengenal satu sama lain.
“Bian. Kalian hanya berdua di rumah. Jangan macam-macam, awas kalau kamu sampai macam-macam dengan calon mantu Mama ini,” ancam Mamaku sebelum meninggalkan rumah Kinara.
“Iya, Ma. Memangnya aku mau ngapain Kinara, Ma?” kesalku sambil mengerucutkan bibirku.
Kinara hanya tersenyum melihatku yang sejak tadi digoda oleh kedua orang tuaku. Aku sendiri juga bingung, kenapa Kinara terlihat begitu tenang saat kami akan menikah. Bahkan sejak tadi aku sama sekali tidak mendengar bantahan atau kata protes yang keluar dari mulutnya.
Wanita seperti apa Kinara ini sebenarnya? Aku sungguh merasa penasaran.
Aku dan Kinara mencium tangan Mama ku, saat kedua orang tuaku melangkah keluar dari rumah Kinara. Hanya aku yang mencium tangan Papa ku. Setelah kedua orang tuaku pulang, aku bingung harus bicara apa dengan Kinara. Suasana berubah menjadi canggung antara aku dan Kinara.
Karena di rumah hanya ada aku dan Kinara, jadi Kinara meminta kami untuk mengobrol di teras depan. Dia tidak ingin berduaan denganku di dalam rumah, dengan alasan kita bukan muhrim.
Aku tahu betul itu tidak baik bagi Kinara jika aku tetap memaksa untuk mengobrol di dalam rumah. Akhirnya kami melanjutkan obrolan kami di teras depan.
Aku bisa sedikit memahami sifat Kinara, dia gadis yang sangat lembut. Suaranya enak didengar, senyumannya yang manis sungguh menawan. Aku memberanikan diri untuk menanyakan pendapatnya tentang pernikahan ini, aku begitu terkejut mendengar jawabannya.
“Aku ingin menjalankan permintaan terakhir Ayahku. Itu sudah seperti amanah untuk ku. Apalagi permintaan terakhir Ayah adalah ingin aku menikah dengan anak sahabat ayah.” Seperti itulah jawabannya.
“Tapi kita tidak saling mengenal, kita juga tidak saling mencintai. Pernikahan itu hanya sekali seumur hidup. Apa kamu benar-benar yakin dengan keputusan kamu?” tanyaku dengan menatapnya.
“Bagiku yang terpenting aku menikah untuk ibadah, aku mencintai suamiku karena Allah. Meskipun aku belum pernah mengenal calon suamiku itu. Tapi, aku yakin, pilihan Ayah tidak akan pernah salah. Ayah ingin aku bahagia, dan aku akan mewujudkannya.” Sungguh jawaban yang membuatku begitu tersentuh.
Tapi aku bukan pria yang tepat untuk kamu. Aku bukan calon suami seperti yang kamu bayangkan. Kinara, andai kamu tau tentang diriku. Mungkin kamu tidak akan mau menerima perjodohan ini.
Ternyata pemikiranku tentang Kinara salah, dia menerima perjodohan ini bukan karena aku kaya, tapi karena amanah Ayahnya. Sekarang aku menjadi ragu akan rencana pernikahan ini. Wanita ini begitu baik, jujur dan cantik secara fisik dan juga sikap.
Apa aku akan tega menyakiti hatinya? Jika aku melakukan itu, apa aku akan sangat berdosa?
Jujur, aku juga bukan ahli agama, untuk sholat lima waktu saja, aku belum bisa melakukan itu. Agamaku masih cetek, dan masih harus banyak belajar. Tapi jika wanita ini memang jodoh yang diberikan Allah untukku, aku akan menerima dan menjaganya, semoga aku bisa melakukannya.
“Tapi Kinara, aku takut, aku tidak akan bisa menjadi suami seperti yang kamu inginkan. Aku juga gak sebaik seperti yang kamu bayangkan,” ucapku kepadanya.
Kinara tersenyum, dan senyuman itu sangat manis.
“Apapun diri Mas, aku akan mencoba untuk menerimanya. Aku juga bukan wanita yang sempurna, jadi aku juga tidak akan menuntut Mas untuk menjadi suami yang sempurna. Dengan Mas mau menjalani pernikahan ini denganku, itu sudah lebih dari cukup,” ucapnya kepadaku.
Aku begitu tersentuh saat mendengar apa yang Kinara ucapkan. Selain cantik, ternyata hatinya juga lembut, baik. Kinara adalah calon istri yang sangat sempurna, dia seperti bidadari.
Tapi kenapa nasibnya harus seburuk ini? Kenapa harus aku yang menjadi calon suaminya, kenapa? begitu banyak pria tampan dan lebih baik dari aku diluar sana. Tapi, kenapa harus aku yang menjadi jodohnya?
Setelah sedikit berbincang-bincang, aku pamit pulang. Waktu juga sudah semakin siang, matahari semakin tinggi. Saat aku mengulurkan tanganku, Kinara mentelakupkan kedua tangannya.
Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Aku lupa jika Kinara tidak mau bersentuhan dengan ku karena kita bukan muhrim.
Aku mengikuti apa yang dia lakukan, aku juga mentelakupkan kedua tanganku, dia tersenyum melihat tingkahku. Sungguh manis, tapi sayang nasibnya jelek, karena harus menikah dengan pria seperti ku.
“Aku pulang dulu, sampai ketemu besok di pelaminan,” ucapku mencoba menggodanya.
Meskipun ini bukan pertama kalinya aku aku menggoda wanita, tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda.
Apa itu karena Kinara adalah wanita yang soleha? Aku sendiri juga tidak tahu. Sampai ketemu di pelaminan. Aku bahkan tak pernah memikirkan akan mengucapkan kata-kata itu.
“Assalamu’alaikum, Mas.” Kinara memberi salam kepadaku.
Aku membalas salam nya sambil tersenyum malu. Ya maklum, ilmu agamaku memang masih cethek.
Setelah itu aku melangkahkan kakiku menuju mobil, sebelum membuka pintu, aku membalikkan tubuhku untuk menatap Kinara, ternyata dia masih tetap berdiri di tempat semula.
Aku melambaikan tanganku, setelah itu aku masuk ke dalam mobil. Aku melajukan mobilku keluar dari halaman rumah Kinara.
Rumah Kinara memang sangat sederhana, tapi entah mengapa, aku merasa sangat nyaman saat berada di rumah itu. Apa mungkin karena itu adalah rumah ustad ternama di daerah itu? ah ... aku juga tidak tahu.
Pertemuan pertama kami berjalan dengan lancar, aku sudah bertemu dengan calon istri aku. Aku sudah membuktikan apa yang Papa ku katakan, dia itu memang cantik, seperti bidadari malahan. Untuk kecantikannya dan kecantikan hatinya, aku beri nilai 100.
Tapi hati aku tetap tidak merasa tenang, karena jika aku benar-benar menikahi Kinara, maka dengan tidak sengaja aku telah menyakitinya.
Tapi, aku juga tidak bisa membatalkan rencana pernikahan itu begitu saja, aku tidak ingin mempermalukan kedua orang tuaku, itu salah satu alasanku.
Tapi, melihat betapa cantik dan baiknya Kinara, membuatku semakin merasa bersalah. Kinara berhak untuk bahagia, menikah dengan pria yang mencintainya, bukan sepertiku yang mempunyai masa lalu yang kelam.
Tapi, apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk membatalkan perjodohan ini.
Apa aku harus berkata jujur kepada Kinara, agar dia sendiri yang membatalkan perjodohan ini? Tapi, bagaimana dengan perasaan kedua orang tuaku nanti?
Apa aku sudah siap untuk menerima konsekuensinya? Apa aku siap menerima amarah kedua orang tuaku? Apa aku siap untuk mempermalukan mereka?
Ingin sekali aku berteriak untuk meluapkan semua masalahku. Dengan siapa aku harus bercerita? Selama ini aku bahkan tidak punya teman yang benar-benar mau mendengar keluh kesahku. Hanya ada satu orang yang mau mendengar semua keluh kesahku, tapi aku tak mungkin menemuinya lagi. Tidak akan pernah!
Semoga akan ada jalan yang terbaik nantinya. Aku ingin kedua orang tuaku bahagia. Aku juga tidak ingin menyakiti Kinara, meskipun aku baru pertama kali mengenalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
𝐈𝐬𝐭𝐲
penasaran punya rahasia apa sih🤔
2023-04-08
0