Kisah masa lalu.

Aku langsung melihat jam di pergelangan tanganku, sekarang bahkan sudah pukul 19.00 malam. Aku lalu melihat ke arah Kinara, dia masih asyik menatap pemandangan dari tempatnya berdiri.

Aku merasa tidak enak hati jika harus mengajak Kinara kembali ke hotel secepat ini, selain itu Kinara dan aku juga belum sempat makan malam.

Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan, tapi jika aku tidak menuruti kemauan Eza, aku takut dia akan mengatakan kepada Kinara tentang hubungan kami.

Maaf Kinara, aku harus melakukan ini. Aku berjanji lain kali aku akan mengajak kamu kesini lagi. Aku pun melangkahkan kakiku untuk mendekati Kinara, aku harus melakukan ini, harus.

“Ra, sebaiknya kita kembali ke hotel, ini sudah malam, selain itu kita juga belum makan malam,” ajakku.

Aku bisa melihat kekecewaan di wajah Kinara, tapi meskipun begitu, Kinara masih menampakkan senyuman di wajahnya.

“Iya, Mas. Kita juga belum sholat isya,” ucapnya.

“Seperti kataku tadi, kita sekalian makan malam, di bawah ada restoran favorit aku,” ajak ku dan langsung mendapatkan anggukkan kepala dari Kinara.

Aku pun langsung mengajak Kinara turun ke lantai dua Menara Eiffel, sesampainya di lantai dua, kami langsung menuju restoran favoritku. Sejak tadi aku terus menatap jam di pergelangan tanganku, hingga membuat Kinara mengalihkan tatapannya dan menatapku.

“Ada apa, Mas? Kok sepertinya Mas gelisah gitu?” tanyanya padaku.

Aku harus bicara kepada Kinara, dia juga sudah mengenal Eza, jadi dia tidak mungkin akan curiga. Selain itu tadi pagi waktu di restoran, aku juga sudah menawarkan bantuan kepada Eza dan siap datang kapanpun dia membutuhkan aku, dan Kinara juga tahu itu.

“Aku minta maaf, bukannya aku tidak mau menemani kamu makan malam, tapi tadi Eza mengirimiku pesan, katanya dia sedang membutuhkan bantuan aku. Kamu ingatkan tadi pagi di restoran kamu sendiri yang bilang sama Eza, kalau dia membutuhkan bantuan, dia bisa minta tolong sama aku,” ucapku sambil menggenggam tangan Kinara.

“Iya, Mas, aku ingat. Kenapa Mas harus minta maaf, aku tidak apa-apa lagi, Mas. Kalau begitu lebih baik kita pulang ke hotel sekarang, lagian aku juga sudah kenyang,” ucapnya dengan tersenyum kepadaku.

Aku menganggukkan kepalaku, aku pun akhirnya mengajak Kinara untuk keluar dari restoran itu. Dalam perjalanan menuju hotel, Kinara bertanya soal Eza, dan bagaimana aku bisa mengenal Eza.

“Aku kenal Eza, tiga tahun yang lalu. Aku tidak sengaja bertemu dengannya di pesta temanku. Sejak saat itu kita menjadi akrab dan berteman sampai sekarang,” ucapku.

“Sepertinya Mas Eza itu pria yang baik ya, Mas.” Aku hanya menganggukkan kepalaku.

“Apa dia juga sudah menikah?” pertanyaan Kinara membuatku membulatkan kedua mataku, dan spontan aku menggelengkan kepalaku.

“Oh, aku kira dia sudah menikah,” ucapnya.

“Ra, selama ada disini, kamu jangan dekat-dekat dengan Eza, ya. Maksud aku kalau dia mengajak kamu untuk bicara berdua dengannya, kamu jangan mau, meskipun dia teman baikku,” ucapku. Aku mengatakan itu untuk mengantisipasi agar Eza tidak dekat dengan Kinara.

“Mas tenang saja, aku mana mungkin mau mengobrol dengan pria lain tanpa adanya Mas bersama denganku. Aku ini wanita yang sudah bersuami, jadi aku harus menjaga nama baik suamiku. Soal di restoran tadi, Mas Eza yang tiba-tiba langsung duduk di depanku. Aku kan tidak mungkin berteriak, apalagi dia kan teman Mas, aku tidak ingin membuat Mas malu gara-gara aku, jadi aku mohon, Mas jangan salah paham sama aku ya,” pintanya padaku.

Aku sungguh terkejut mendengar jawaban dan penjelasan Kinara, aku padahal tidak mempermasalahkan soal dia dan Eza yang tadi sempat mengobrol saat di restoran, tapi justru Kinara menjelaskannya kepada, dengan alasan dia tidak ingin aku salah paham.

Aku pun menganggukkan kepalaku. “Iya, aku tidak akan salah paham,” ucapku dengan tersenyum kepada Kinara.

***

Aku kini tengah berdiri di depan kamar hotel Eza, aku menggerakkan tanganku untuk mengetuk pintu itu. Aku melihat pintu itu terbuka dengan perlahan, aku langsung masuk ke dalam kamar itu.

“Kenapa kamu memintaku datang kesini? kenapa kamu mengikuti sampai kesini, Za!”

Eza tidak menjawab pertanyaanku, tapi dia malah berjalan menuju sofa. Aku pun menutup pintu kamar itu dan melangkahkan kakinya menghampiri Eza. Aku berdiri tepat di depan Eza. Menatapnya yang kini juga tengah menatapku.

"Gimana dengan hadiah yang aku berikan tadi? Apa kamu menyukainya?" tanya Eza dengan menyunggingkan senyumannya.

"Apa maksud kamu mengirim foto-foto itu sama aku!" geramku dengan kedua tangan mengepal erat.

"Oh, jadi kamu belum paham juga. Ok, aku akan jelasin sama kamu." Eza melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Kamu tentu saja tak akan lupa sama dia kan?" tanyanya padaku.

Aku tau dia siapa yang Eza maksud.

"Aku gak mungkin lupa."

"Bagus. Jadi kamu juga gak mungkin lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan padanya. Kamu juga gak mungkin lupa dengan tanggung jawabmu sama dia!" Eza sepertinya mulai dikuasi oleh emosi, ku lihat wajahnya sudah merah padam.

"Za, aku sudah menebus semua kesalahanku. Aku sudah lakukan apa yang aku bisa."

"Memang apa yang sudah kamu lakukan, hah! Sudah dua bulan ini kamu selalu menghindar dariku, kamu bahkan sudah tak pernah menemuinya lagi!"

Aku terkejut saat Eza mencengkram kerah kemejaku.

"Kamu bisa-bisanya menikah dengan orang lain, setelah kamu menghancurkan masa depan adikku, hah!" satu pukulan keras mendarat tepat di wajahku.

Aku tau, kesalahanku sangat fatal. Tapi itu bukan kemauan aku.

"Kamu gak tau masalah yang sebenarnya, Za! Aku juga gak tau kalau Cintya hamil! Aku baru tau setelah dia keguguran!" teriakku mencoba untuk membela diriku, karena memang itu kenyataannya.

Cintya adalah adik Eza, gadis 19 tahun yang diam-diam jatuh cinta padaku. Aku menjalin hubungan dengan Cintya secara diam-diam di belakang Eza.

Tapi akhirnya Eza mengetahui hubunganku dengan Cintya saat Cintya dilarikan ke rumah sakit karena mengalami pendarahan.

Cintya hamil, tapi aku sama sekali tidak tau soal itu. Justru aku baru tau, saat Eza memberitahu aku kalau Cintya masuk rumah sakit karena mengalami keguguran.

"Aku benar-benar gak tau kalau Cintya hamil, Za. Aku berani sumpah."

Eza meraup wajahnya kasar. “Aku ingin malam ini kamu disini. Aku tak akan membiarkan kamu dan istri kamu itu menikmati bulan madu kalian.”

“Maaf, Za. Aku tidak bisa melakukan apa yang kamu mau. Kinara baru pertama kali datang kesini, dia pasti juga akan mencemaskan aku kalau aku tidak kembali ke kamar.”

“Aku tidak peduli. Sekarang kamu hanya tinggal memilih, tetap disini, atau kamu pergi dari sini, tapi jangan salahkan aku, jika aku mengatakan semuanya kepada istri kamu itu, tentang rahasia besar yang sudah kamu sembunyikan dari Kinara dan keluarga kamu selama ini,” ucapnya dengan nada serius.

“Za, apa kamu sedang mengancamku sekarang?” tanyaku dengan nada sedikit meninggi.

“Kamu tahu siapa aku, Bian, jadi jangan coba bermain-main denganku,” ancamnya kepadaku.

Aku benar-benar tidak menyangka, akan melihat sisi gelap Eza lagi. Aku kira dia sudah mulai berubah, tapi ternyata aku salah. Aku harus mulai berhati-hati dari sekarang, jika aku ingin semuanya tetap aman dalam kendaliku.

Kinara, maafkan aku. Maafkan aku, karena aku harus melakukan semua ini. Aku tidak ingin sampai Eza membongkar semua rahasia aku. Aku sendirilah yang akan memberitahukan kebenaran aku sama kamu. Maafkan aku Kinara, maafkan aku.

Aku pun menganggukkan kepalaku. “Baiklah, aku akan tetap berada disini, tapi kamu harus berjanji satu hal sama aku, jangan pernah kamu mendekati Kinara di belakang aku. Kalau sampai kamu melanggar janji kamu itu, maka aku tidak akan tinggal diam!” ancam ku kepada Eza.

Aku harus lebih berhati-hati lagi. Eza mulai tak terkendali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!