Keinginan Yoga pergi dari desa.

Beberapa jam telah berlalu hari pun telah menjelang sore pekerjaan Yoga pun telah selesai.

Yoga membereskan barang-barangnya sebelum dirinya pulang ke rumah.

Setelah selesai membereskan perlengkapannya Yoga berjalan menuju sepeda yang ia parkirkan di luar perkebunan.

Setelah itu sesampainya di sana Yoga mulai menaiki sepedanya dan mengayuhnya.

“Yoga aku duluan,” ujar Bayu yang menegur dirinya yang sedang mengayuh sepedanya.

“Iya bang,” sahut Yoga.

Beberapa menit kemudian Yoga pun telah sampai di rumahnya.

Yoga memarkirkan sepedanya di depan halaman rumahnya, di saat Yoga ingin membuka pintu rumahnya ada dua laki-laki berotot menghampiri Yoga.

“Ini rumah pak Kuncoro?” tanya salah satu laki-laki yang mengenakan baju berwarna merah.

“Iya pak, bapak siapa ya?” tanya Yoga yang bingung.

“Kami berdua anak buahnya bapak Arif, dan bapak Arif menyuruh kita menagih hutang yang di pinjam oleh pak Kuncoro, sudah 3 bulan pak Kuncoro sendiri tidak membayar utangnya kepada kami dan sebagai jaminannya jika pak Kuncoro tidak membayarkan utangnya rumah ini sebagai jaminannya akan kami ambil dan sita,” kata seorang laki-laki yang memakai baju merah.

“Pak Kuncoro sudah lama meninggal pak dan saya sendiri adalah anak beliau,” ucap Yoga yang menjelaskan.

“Apa meninggal, kalau begitu rumah ini akan kami ambil untuk melunasi hutang pak Kuncoro.”

“Jangan pak Yoga mohon, rumah ini harta satu-satu yang di tinggalkan oleh bapak saya dan kenang-kenangan beliau,” Yoga yang memohon.

“Tidak bisa perjanjian, tetap perjanjian kami akan memberikan waktu hingga besok pagi kamu serahkan kunci rumah ini dan tinggalkan rumah ini,” gertak laki-laki itu.

“Ta-tapi pak,” sahut Yoga.

“Tidak ada tapi-tapian besok kamu harus segera mengosongkan rumah ini, ini perintah dari bapak Arifin. Enak saja ngutang mau bayar tidak mau.”

“Tapi Yoga belum punya uang pak, waktu itu memang ibu sedang sakit dan memang perlu banyak biaya,” Yoga yang menjelaskan.

“Ah kami tidak perlu penjelasanmu, sekali hutang tetap hutang.”

Kedua laki-laki itu pun pergi meninggalkan Yoga mereka tidak mau mendengar alasan apa-apa dari Yoga.

Yoga yang melihat kedua laki-laki itu pergi pun kembali membuka pintu rumah dan masuk ke dalam rumahnya.

Yoga berjalan menghampiri kamar ayah berserta ibunya.

Hatinya sedih saat itu, ia bingung harus tinggal di mana sedangkan uang saja ia tidak punya belum lagi para warga yang geger akibat tali pocong yang hilang, Yoga pun mulai merasa takut dan dirinya pun tidak tenang.

Di kamar ayah dan ibunya Yoga berjalan mendatangi foto kedua orang tuanya yang berada di meja kamar.

Yoga mengambil foto tersebut dan mengusap-ucapnya.

“Pak, Bu. Yoga harus bagaimana? Yoga harus tinggal di mana sekarang sementara di sisi lain Yoga tidak punya uang untuk pergi dari desa ini. Pak, Bu apa yang harus Yoga lakukan Yoga bingung,” ucap Yoga sembari meraba dengan lembut foto dua orang tuanya.

Yoga pun teringat kenangan ayah dan ibunya di waktu mereka masih hidup, ingatan bersama mereka membuat mata Yoga berkaca-kaca.

Kini dirinya hanya seorang diri tidak mempunyai keluarga yang menolongnya, sesekali Yoga teringat akan Bayu dirinya ingin tinggal di sana namun karena tali pocong Mirna yang ia ambil menggegerkan warga desa Yoga pun merasa tidak nyaman tinggal di desa ini lagi.

“Yoga kembali berbicara dengan foto orang tuanya, pak, bu, Yoga rindu kalian,” ujar Yoga meneteskan air matanya.

Di saat dia tengah bersedih Yoga melihat Arwah Kuncoro mendatanginya.

“Yoga anakku, jangan bersedih kamu adalah anak yang kuat, bukalah laci meja ini paling bawah di sana kami akan menemukan sesuatu yang akan membantu masalahmu,” ujar arwah Kuncoro yang tiba-tiba menghilang.

“Pak! Bapak! Bapak di mana?” pekik Yoga mencari arwah Kuncoro.

Namun arwah Kuncoro pun tidak ada menghampiri dirinya lagi.

Yoga pun melaksanakan perintah orang ayahnya Yoga mulai membuka laci meja paling bawah di kamar itu.

Saat Yoga membukanya ada sebuah kotak dari kayu di dalam laci tersebut.

Yoga pun mengambil kotak kayu tersebut lalu meletakkannya di atas meja.

Setelah itu Yoga pun membukanya, saat Yoga membukanya terlihat beberapa perhiasan di dalam kotak kayu tersebut, seperti beberapa gelang, kalung, cincin, anting dan bayak lagi.

Yoga terkejut saat membuka kotak kayu itu dan Yoga melihat selembar kertas yang di lipat di dalam kotak kayu tersebut, Yoga pun membukanya.

Ternya sebuah surat yang di tulis oleh Kuncoro di malam sebelum Kuncoro meninggal isi dari surat itu adalah.

“Yoga anakku, maafkan bapak telah meninggalkanmu, tapi jangan bersedih bapak akan selalu ada bersama mu dan menjagamu. Ini ada beberapa perhiasan peninggalan almarhum ibumu yang tidak semua bapak jual, sebagian bapak sisihkan untuk kamu, karena bapak yakin suatu saat kamu akan memerlukannya,” ucap Yoga yang membaca surat dari bapaknya.

Yoga yang membaca surat itu tidak kuasa menahan air matanya yang terjatuh di lantai.

“Terima kasih pak, bapak sampai detik ini masih memikirkan Yoga dan menjaga Yoga, emas yang bapak sisihkan ini sangat berguna untuk Yoga, besok Yoga akan pergi ke pasar menjual perhiasan ini dan Yoga akan pergi dari desa ini Yoga akan mengadu nasib di ibu kota,” kata Yoga sembari memegang emas yang ada di kotak kayu tersebut.

Yoga kali ini dapat bernafas dengan tenang karena dirinya telah dapat menyelesaikan permasalahkannya.

Yoga mulai menghilangkan kesedihannya dan ia juga mempersiapkan dirinya dan barang bawaannya untuk pergi dari desa tersebut.

 Malam mulai tiba Yoga pun tengah berada di kamarnya kali ini dirinya tidak akan lagi mengambil tali pocong perawan dan anggota tubuh yang lain Karena syarat dari ilmu di buku tua itu telah selesai ia lakukan.

Di malam itu Yoga yang tengah merebahkan tubuhnya sembari memandang langit-langi kamarnya.

“Besok setelah aku jual perhiasan ini  ke pasar aku akan berpamitan dengan Bang Bayu,” ucap Yoga.

“Karena Bang Bayu sendiri sudah Yoga anggap sebagai abang Yoga, nanti Yoga akan jujur mengenai perihal rumah ini yang ingin di ambil dan juga Yoga ingin mengadu nasib di ibu kota,” sambung Yoga.

“Apa lagi yang harus aku persiapkan ya, semua barang penting dan pribadiku sudah Yoga bereskan termasuk buku tua yang harus di jaga kata bapak sebelum bapak wafat,” ucap Yoga.

Malam pun mulai larut mata Yoga mulai sayup-sayup diri beberapa kali pun Yoga sering menguap karena menahan kantuk.

Tidak kuasa Yoga menahan kantuk, Sampai akhirnya mulai memejamkan matanya dan tertidur dengan nyenyak.

Malam di desa itu tidak sepi seperti dulu lagi karena hilangnya tali pocong Mirna warga desa mulai mengadakan ronda setiap malam untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. 

 

         

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!