Buku tua

Pagi hari mulai menjelang sinar matahari pun telah kembali menyinari saat itu jasad Lastri telah selesai di mandikan.

Sebagian warga laki-laki pun ada yang membantu mengali liang lahat untuk Lastri, sementara warga yang lain membantu proses mengafani dan sholatkan jenazah Lastri.

Satu jam telah berlalu proses demi proses pun telah selesai, kini Lastri pun di bawa ke pemakaman dengan menggunakan keranda. 

Kuncoro berserta Yoga memikul keranda tersebut berjalan menuju pemakaman di bantu oleh warga sekitar, jarak antara pemakaman Lastri pun tidak jauh hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit jika berjalan kaki.    

Tidak terasa mereka semua telah sampai di pemakan Lastri.

Kesedihan Yoga kembali muncul ketika jasa sang ibu masuk ke dalam liang lahat sampai akhirnya tanah-tanah merah di atas liang lahat itu kembali menutupi kuburan Lastri.

Setelah itu pala warga pun memberikan doa terakhir untuk Lastri dan menaburkan bunga.

Beberapa menit kemudian para warga yang telah selesai mengantarkan Lastri ke tempat peristirahatannya pun kembali pulang ke rumah masing-masing tapi tidak dengan Yoga dan Kuncoro yang masih saja berada di atas makam Lastri.

Kuncoro pun mengajak Yoga untuk pulang.

“Ayo Yoga mari kita pulang,” ajak Kuncoro.

“Tapi Pak, ibu di sisi sendirian, “ kata Yoga sembari meraba nisan Lastri.

“Mereka yang hidup di dunia ini akan kembali dengan sendiri dan akan berkumpul di sana,” kata Kuncoro yang mengandung makna yang sangat dalam.

Yoga terdiam mendengar ucapan Kuncoro.

Kuncoro pun mencoba mengajak Yoga untuk kembali ke rumah.

“Mari pulang, ibumu akan sedih jika melihat kamu terus menerus bersedih meratapi kepergiannya,” Kuncoro memberikan nasehat kepada Yoga.

Yoga menghela nafas yang panjang dan mengusap air matanya yang membasahi pipinya.

Yoga pun berdiri dari makan ibunya lalu berjalan menuju rumahnya.

Sesekali Yoga menengok ke belakang melihat makan ibunya.

Namun saat Yoga sedang menengok ke belakang terlihat Lastri yang sedang berdiri di samping makamnya dengan mengenakan baju berwarna putih sedang tersenyum kepada Yoga.

Yoga yang menyadari itu pun berbicara di dalam hati kecilnya.

‘Yoga pulang dulu ya bu, ibu sekarang tidak merasa sakit lagi dan ibu sekarang sudah tenang di sana,' batin Yoga sembari tersenyum membalas senyuman arwah ibunya yang ia lihat. 

Yoga pun kembali berjalan menuju rumahnya.

*** 

Seminggu telah berlalu Yoga sudah mulai mengikhlaskan ibunya tapi tidak dengan Kuncoro.

Di hadapan Yoga, Kuncoro berusaha tidak bersedih kehilangan Lastri, namun di hati kecil Kuncoro kepergian Lastri membuatnya sangat terpukul.

Seseorang yang selama ini menemaninya hampir 30 tahun kini telah pergi untuk selamanya.

Kuncoro pun selalu menghabiskan waktunya di kamar sembari menandangi foto Lastri sembari berbicara dengan foto istrinya.

Kejadian ini sering di lihat oleh Yoga yang tidak sengaja ingin memanggil ayahnya saat sedang berada di kamarnya.  

Di malam itu saat Kuncoro berada di dalam kamarnya sembari memandangi foto istrinya ia teringat akan buku tua warisan turun temurun dari keluarganya.

Kuncoro mengambil kotak kayu yang berada di atas lemari kamarnya, Kuncoro mencoba meraih kota kayu tersebut.

Setelah Kuncoro berhasil mendapatkannya terlihat setumpuk debu yang menutupi kotak kayu tersebut.

Kuncoro pun meniup kota kayu tersebut lalu membersihkan kota kayu itu, setelah itu barulah Kuncoro membuka kotak kayu tersebut.

Di dalam kotak kayu tersebut terdapat sebuah buku tua yang telah usang

 Kuncoro mengambil buku tua itu dari dalam kotak kayu tersebut.

Setelah buku tua itu berada di tangan Kuncoro barulah dirinya memanggil Yoga anaknya.

“Yoga! Yoga! Kemari Nak!” teriak Kuncoro memanggil Yoga dari dalam kamarnya.

Mendengar dirinya di panggil oleh bapaknya Yoga pun menghampiri ayahnya di dalam kamar.

Sesampainya di dalam kamar terlihat Kuncoro yang sedang duduk di pinggir tepi tempat tidurnya sembari memegang sebuah buku tua di tangan kanannya.

Yoga pun menghampiri Kuncoro lalu duduk di sampingnya menanyakan ada apa dirinya di panggil oleh Kuncoro.

“Bapak memanggil Yoga, ada apa Pak?” tanya Yoga.

Kuncoro pun mulai menjelaskan maksud dirinya memanggil sang anak.

  “Yoga anakku, ini buku tua yang di wariskan turun temurun dari keluarga Bapak, di dalam buku ini terdapat syarat-syarat ilmu tata cara serta pantangan yang tidak boleh kamu langgar,” kata Kuncoro menjelaskan kepada Yoga.

“Buku ini untuk Yoga Pak?” tanya Yoga yang sangat lugu.

“Iya Yoga anakku, karena kamu adalah pewaris terakhir yang akan menerima buku ini dan mungkin ini sudah waktunya Bapak memberikan buku tua ini untukmu, ambillah” ujar Kuncoro.

“Iya Pak,” sahut Yoga mengambil buku tua yang berada di tangan ayahnya.

“Pelajarilah buku ini dengan saksama, dan simpan buku ini jangan sampai buku ini di salah gunakan karena jika ilmu yang tertulis di buka ini di salah gunakan maka akibatnya akan sangat fatal,” Kuncoro menasihati Yoga.

“Iya Pak, Yoga akan selalu ingat ucapan Bapak untuk menjaga buku tua ini, oh iya pak jika Yoga tidak paham nanti Yoga boleh tanya bapak?” kata Yoga.

“Kamu sudah besar anakku, kamu harus bisa menyimak kata demi kata di buku ini, Bapak belum tentu akan ada selamanya untukmu,” ujar Kuncoro yang mengandung makna yang sangat dalam.

“Bapak jangan bilang seperti itu Yoga tidak mau Bapak pergi meninggalkan Yoga sendirian,” kata Yoga dengan wajah sedih mendengar ucapan Kuncoro.

  “Yoga masa depanmu masih panjang ilmu ini juga cepat kamu selesaikan, jika Bapak pergi jauh kelak Bapak akan selalu menjagamu dan menemanimu Yoga,” sahut Kuncoro dengan tersenyum.

Sontak saja mendengar kata-kata dari Kuncoro Yoga dengan spontan memeluk erat ayahnya.

“Sudahlah jangan bersedih kamu anak laki-laki yang kuat Bapak yakin itu,” kata Kuncoro sembari mengusap-usap pundak Yoga.

Hati Yoga merasa sangat sedih ketika ayahnya berbicara seperti itu kepadanya dan Yoga merasa dirinya akan sendirian dan orang-orang yang di cintainya akan pergi meninggalkannya.

“Ayo sudahlah jangan bersedih lagi, mari kita tidur malam sudah mulai semakin larut,” ujar Kuncoro.

“Iya Pak, Yoga pamit ke kamar dulu untuk beristirahat,” sahut Yoga.

Yoga pun berjalan keluar dari kamar Kuncoro menuju kamarnya sembari membawa buku tua di tangannya.

Sesampainya di kamarnya Yoga tidak langsung membuka isi buku itu, ia meletakkan buku itu di atas meja kamarnya lalu Yoga kembali berjalan menghampiri tempat tidurnya.

Sesampainya di tempat tidurnya Yoga mulai merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya sembari memeluk erat foto Lastri ibunya.

Sesekali Yoga berbicara dengan foto ibunya.

“Bu. Yoga rindu dengan ibu, malam ini ibu masuk dalam mimpi Yoga ya,” katanya Yoga sembari meraba foto sang ibu.

Beberapa menit kemudian terlihat mata Yoga mulai sayup-sayup menandakan dirinya mulai mengantuk, Yoga yang tidak dapat menahan kantuknya pun mulai tertidur dengan lelap 

    

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!