“Rain Settlement? Kamu mau tinggal di sana?“ Giya bertanya kepada Isander dengan raut wajah yang serius.
Respons Isander dengan anggukan seraya berkata, “Jika memang memungkinkan untuk tinggal di sana, aku bersedia tinggal di sana untuk sementara waktu.“
“Kamu yakin? Di sana hanya ada para manusia biasa, sangat rawan diserang oleh para monster yang tak sengaja lewat daerah itu.“ Giya tidak menyarankan Isander untuk tinggal di sana dengan alasan sangat berbahaya.
“Bukannya kata kamu ada beberapa Agter yang hidup di sana?“ Isander masih ingat dengan ucapan Giya semalam.
“Ada, tetapi mereka tidak selalu ada di sana, mereka sama denganku yang sedang menjalani misi, jarang ada di pemukiman. Maka dari itu, keamanan di sana tidak bagus, terlebih untukmu yang memiliki seorang putri yang lucu, sangat tidak disarankan untuk tinggal di sana.“ Sorot mata Giya begitu serius, kalimat tersebut diucapkan dengan sungguh-sungguh.
Pada kenyataannya memang benar, teman-temannya tidak selalu ada di pemukiman, secara tidak langsung keamanan di wilayah pemukiman sangat rentan, tidak ada manusia yang benar-benar bisa membunuh monster yang datang.
Mengingat Isander adalah bukan seorang Agter, itu pasti menjadi peristiwa yang sangat berbahaya apabila pemukiman itu diserang.
Namun, ada sesuatu yang janggal kemarin, ia melihat dengan jelas dan dengan kesadaran penuh bahwa Isander naik ke rumah pohon cuma memakai satu tangan sambil membawa Meisya di tangan lainnya.
Hal itu tak bisa dilakukan oleh manusia biasa, bahkan orang yang memiliki sedikit kekuatan akan sangat sulit untuk melakukannya.
“Tidak apa-apa, aku bisa jaga diriku sendiri dan Meisya.“ Isander tersenyum. “Bolehkah kamu mengantarkan aku ke sana? Kamu mau pulang ke sana, kan?“
“Ummm … baiklah, kalau kamu bilang seperti itu, aku akan mengantarmu ke sana.“
Mendengar ucapan Isander yang penuh keyakinan, membuat Giya tak bisa menolak. Ia memutuskan untuk menuruti permintaan Isander.
“Ini, aku masih ada makanan, ambillah!“ Isander menyodorkan sebuah makanan kepada Giya.
Pada kesempatan kali ini, Isander memberi makanan berupa nasi bungkus yang dibungkus oleh selembar kertas nasi.
“Apa ini?“ Giya mengambil nasi bungkus dari tangan Isander dan bertanya dengan penasaran. “Wanginya tercium enak.“
“Nasi bungkus, kamu tidak tahu?“ Isander menjawab sambil membuka bungkus nasi dan meletakkannya di atas lantai kayu rumah pohon.
“Nasi bungkus?“ Mata Giya membelalak sekilas, kemudian ia melihat isi nasi bungkus milik Isander. Terdapat ayam goreng, telur rebus, mie goreng, tempe orek, dan nasi putih.
Makanan yang ada di dalam bungkusan ini adalah makanan yang jarang ditemui, bahkan Giya belum pernah melihat lagi makanan seperti ini.
Biasanya, ia dan teman-temannya hanya makan daging ayam atau daging sapi yang dipanggang dengan garam.
Garam pun mahal harganya karena sukar ditemukan di saat dunia seperti ini. Ada sesuatu yang membuat garam ini sulit didapatkan.
“Ayo makan, jangan dipelototi saja,” ucap Isander kepada Giya yang memandang nasi bungkusnya yang telah dibuka di permukaan rumah pohon.
“Eh, iya. Aku akan segera makan,” sahut Giya yang siap untuk melahap makanannya ini.
Isander sudah memberikan alat makan kepada Giya, semuanya sudah dipastikan bersih dari kuman dan bakteri.
Tanpa banyak berpikir, Giya menghabiskan nasi bungkusnya dengan perasaan yang luar biasa. Rasanya Giya ingin menangis selama ia makan makanan yang sangat enak ini.
Sudah hampir 5 tahun ia tidak makan sebuah hidangan semacam ini. Makanan normal yang senang sekali untuk didapatkan. Namun, di zaman sekarang sangat sulit untuk ditemui, bahkan Giya menganggap makanan ini hanya ada di dalam mimpinya saja.
Usai makan, Giya langsung menyesap botol minuman yang disediakan oleh Isander, kemudian ia merapikan bekas makanannya beserta sampai botol minum dan alat makan.
Isander memintanya untuk menyisihkan barang bekas makanan di depannya, sebab ia ingin simpan di dalam tasnya lagi untuk menghilangkan jejak.
Alasan yang sebenarnya adalah tas Isander tak hanya tempat untuk menyimpan makanan puluhan ton, tas tersebut juga memiliki fungsi menyimpan sampah bekas makannya.
Sistem bilang secara singkat bahwa tasnya akan menghilangkan sampah di dalam tas ini, sampah tidak akan tercampur dengan makanan bersih yang ada di dalam tas.
“Isander, aku ingin bertanya tentang hal yang mungkin sangat krusial bagimu, jika tidak dijawab, bukanlah masalah, aku paham semua orang memiliki sesuatu yang harus dirahasiakan.“ Giya duduk rapi di depan Isander dengan ekspresi yang dalam dan serius.
Isander tidak segera menjawab, lantaran ia melihat Meisya yang bereaksi ingin bangun dari tidur.
“Ayah~ ….“
Saat membuka matanya, Meisya memanggil Isander sambil mengangkat kedua tangannya tanda ingin dipeluk.
Sudah menjadi kebiasaan Meisya ketika bangun dari tidurnya harus dipeluk oleh Isander. Pelukan Isander memberikan kenyamanan yang tak terhingga bagi Meisya.
Tangan Isander mengambil Meisya yang terbaring dengan lembut, dan ia menggendong Meisya sembari mengusap punggungnya.
Meisya masih terlihat lemas setelah bangun dari tidur panjangnya. Kurang lebih memiliki durasi 12 jam Meisya tertidur. Tidur yang sangat lama.
“Mau tanya apa? Silakan bertanya, aku akan jawab,” Isander berkata sambil menggendong Meisya yang tampak lemas di pundaknya.
Tindakan Isander membuat Giya tersenyum tanpa disadari olehnya sendiri. Ini pemandangan yang sangat hangat, Giya juga menjadi tahu bahwa pria bisa sehangat dan perhatian seperti ini.
Ia kira hanya seorang ibu saja yang bisa merawat anak dengan baik. Isander menumbangkan gagasannya yang jelek tentang seorang pria.
Sebelum melemparkan pertanyaan kepada Isander, Giya mengambil napas dalam-dalam, ia memandang Isander dan bertanya, “Aku ingin bertanya tentang makanan. Dari mana makanan yang kamu punya bisa didapatkan? Setahuku, roti dan makanan nasi bungkus yang kamu berikan sudah sangat sulit untuk didapatkan.“
“Aku memiliki seorang yang bisa memberikan aku makanan tersebut. Sayangnya, aku tidak bisa memberitahukan tentang dia kepadamu,” jawab Isander dengan wajah yang sedih.
“Tidak apa-apa, terima kasih sudah menjawab. Aku masih ada pertanyaan lagi. Apakah persediaanmu sebentar lagi habis?“
“Ya, itu benar. Nasi bungkus yang kamu makan adalah makanan terakhir yang aku punya.“ Isander terpaksa berbohong demi keamanannya. Sistem tidak boleh terungkap.
“Benarkah?“ Giya menjadi bersalah ketika mendengar ini. Seharusnya, makanan yang dimakannya menjadi makanan yang akan dimakan oleh Meisya dan Isander nanti. “Maaf, aku sudah memakannya.“
“Tidak apa-apa, lagi pula aku yang memberimu makanannya atas keinginan aku sendiri. Dikarenakan desa sudah tidak ada, aku mungkin tidak bisa mendapatkan makanan seperti itu lagi. Aku akan mencari daging hewan ternak dengan diri sendiri nanti.“ Isander menggelengkan kepalanya menunjukkan bahwa itu bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan.
Isander mengatakan itu hanya untuk gimik. Sebenarnya, ia masih ada makanan yang berat totalnya lebih dari 49 ton di dalam tasnya. Tidak perlu cemas tentang makanan.
Di dunia ini, ia tidak boleh mencurigakan, apalagi secara terang-terangan memiliki makanan banyak, dirinya akan diincar oleh banyak orang dan itu pasti mengancam keberlangsungan hidup dirinya dan Meisya.
Bukan egois, tetapi ini demi keamanan putrinya.
“Ummm … sebagai rasa terima kasih, aku akan memberi kamu beberapa potong daging apabila kitaa sampai di sana.“ Giya merasa tidak enak hati pada Isander karena sudah memakan makanan terakhirnya.
Isander hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu, ia meletakkan Meisya di atas kain tempat tidurnya.
“Ayah, apakah itu ayam goreng?“ Tunjuk Meisya pada nasi bungkus yang Isander sisakan untuk Meisya.
“Benar,” ucap Isander, “Meisya mau makan sekarang?“
“Mau! Meisya sudah lapar, Ayah.“ Meisya mengangguk cepat. Ia sudah merasa lapar sejak bangun dari tidur.
“Baiklah, duduk yang manis, Ayah akan menyuapi Meisya.“ Isander mengambil sendok dan siap untuk memberi makan Meisya.
“Ya, Ayah. Meisya akan duduk.“
Melihat tingkah anak dan ayah sangat menghangatkan hati, Giya sedari tadi tersenyum.
Selanjutnya, Isander dengan perlahan menyuapi makanan kepada Meisya.
Mata Meisya menyipit karena saking lezatnya makanan yang disuapi oleh Isander.
“Kakak itu tidak makan, Ayah?“ Melihat Giya yang duduk di depan Isander, Meisya terheran karena Giya tidak ikut makan.
Tampaknya Meisya melupakan peristiwa kemarin yang Giya tak sengaja membuatnya takut.
“Kakak Giya sudah makan tadi saat kamu tidur, Sayang.“ Isander mengusap lembut kepala Meisya.
Ucapan Isander diperkuat oleh Giya yang mengangguk.
“Oh, begitu ….“
Segera Meisya menghabiskan makanannya, mereka semua diam di rumah pohon untuk sementara waktu usai makan.
Meisya penasaran dengan rumah pohon, ini pertama kalinya dia ada di dalam rumah pohon.
Ia selalu meminta Isander untuk menggendong dirinya hingga bisa melihat keluar jendela rumah pohon.
Usai beristirahat, mereka bertiga keluar dari rumah pohon dan siap untuk berangkat menuju tempat pemukiman yang disinggahi oleh Giya.
Pada saat mereka baru berjalan selama 20 menit setelah meninggalkan kawasan rumah pohon menuju ke arah timur, tiba-tiba Giya berekspresi aneh.
Ia berhenti berjalan di tengah hutan yang cukup rindang dan menoleh ke sekeliling.
“Aku merasakan ada sesuatu yang mengawasi kita,” ujar Giya dengan wajah yang penuh waspada.“
Isander sudah mengetahui ini, ia bisa merasakan keberadaan makhluk lain karena kemampuannya. “Di mana?“
“Tidak tahu, tetapi mereka sepertinya makin dekat dengan kita. Jangan khawatir, kamu peluk Meisya, aku akan menjaga kalian.“
Setelah mengatakan itu, sebuah tiga pisau yang berukuran tidak besar ataupun kecil muncul dan melayang dia atas telapak tangan kanan Giya.
Berikutnya, ia memasang postur bertarung dan berdiri di sebelah Isander. Siap melakukan pertarungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
al 😑
🍷😁
2023-08-13
3
Yohanes Wijaya
semangat☺
2023-04-16
2
suamy🐼
1
2023-04-16
2