Setelah pemberitahuan itu muncul dalam benaknya, Isander merasakan sebuah energi asing yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Tidak ada rasa sakit, melainkan sensasi hangat yang tersebar ke sekujur tubuh hingga ke sela-sela jarinya. Energi ini terus mengisi sesuatu di dalam tubuhnya selama beberapa detik.
Isander menikmati perasaan ini, tetapi dia harus menunda dan mengabaikan perasaan nyaman pada tubuhnya.
Pasalnya, di depan pintu kamar sudah terdapat sosok monster tersebut tengah berdiri sambil memindai seluruh isi kamar.
Mengintip dari sela pintu lemari, Isander bisa melihat sepasang mata merah menyala dari sosok makhluk ini.
Bentuk monster ini hampir sama dengan binatang jenis Famili Felidae alias kucing yang berukuran besar. Ada perbedaan yang menonjol, yakni tubuh makhluk ini dipenuhi oleh luka dan lumut hijau di bagian tertentu.
Makhluk tersebut lebih mirip dengan macan yang terkena virus zombie. Beberapa bagian tubuh terluka parah, kulitnya robek sehingga mengekspos darah dan daging di dalamnya.
Tepat setelah Isander selesai mengintip, ia merasakan energi asing tersebut menghilang, digantikan oleh perasaan aneh dari tubuhnya, seolah Isander bisa mengendalikan sesuatu layaknya bagian pada tubuh.
Isander menatap Meisya yang ketakutan dan memberikan sebuah tatapan yang memiliki arti.
Meisya tahu apa maksudnya dan kemudian ia memeluk Isander lebih erat sembari memejamkan matanya.
Gerakan Isander saat menoleh dapat tidak sengaja dilihat oleh monster ini yang sedang memindai lemari di dalam kamar.
Berikutnya, monster tersebut meraung dan melompat ke arah lemari dengan cepat.
Krahhh!
Isander terkejut dengan gerakan cepat monster tersebut, kemudian ia tanpa sadar mendorong pintu lemari dan melompat ke arah lain.
Brakk!
Lemari tempat persembunyian Isander hancur dalam sekali serangan.
Beruntungnya, Isander berhasil lolos dari terkaman monster, ia berdiri di pojok seberang lemari sambil menggendong Meisya di tangan kirinya.
Berbagai emosi muncul di wajah Isander. Terkejut, takut, senang, dan panik, bersatu dalam satu ekspresi.
Setelah menghindari serangan monster, Isander merasakan perbedaan dari tubuhnya, sesuatu hal telah disadari olehnya.
Pada saat ini, Isander menaruh perhatian penuhnya pada monster yang perlahan bangkit setelah menabrak lemari dan menghancurkannya.
Secara perlahan dan diam-diam, Isander menggerakkan kakinya dan mulai menjauhi keberadaan monster besar ini. Ia berjalan mundur sedikit demi sedikit ke arah pintu kamar dengan tatapan mata yang terus mengawasi monster.
Meisya masih memeluk Isander sambil menutup matanya, juga berusaha menahan untuk tidak teriak. Gadis kecil ini tahu bahwa Ayahnya sedang menghadapi monster.
Suara kayu hancur sebelumnya sudah menjadi tanda sesuatu telah terjadi dengan Ayahnya.
Grrr!
Monster sebesar harimau ini menggelengkan kepalanya, rasa pusing dirasakan setelah menghancurkan lemari berkeping-keping, kemudian membalikkan tubuhnya dan langsung mencari sosok Isander.
Segera, sesosok manusia yang berusaha mendekati pintu kamar masuk ke dalam penglihatannya, itu adalah Isander yang mencoba untuk kabur.
Monster ini menjadi marah dan meraung keras sebelum melancarkan serangannya.
Krahhh!
Saat berikutnya, sosok monster tersebut melesat cepat menuju Isander seraya mengedepankan cakar tajamnya.
Siluet hitam tersebut melintas sangat cepat ke arah Isander dan Meisya berada.
Dalam 1 detik, monster tersebut sudah berada di depan Isander dan cakar tajam monster tersebut hendak menyentuh wajah Isander
Namun, begitu cakar tajam yang berkilau itu ingin melukai kulit wajah Isander, dengan jaraknya tinggal 2 sentimeter lagi, tiba-tiba tubuh monster tersebut berhenti udara dan tak bisa maju.
Monster tersebut tercengang dan tak mengerti apa yang terjadi.
Ketika melihat ke belakang, monster tersebut melihat kedua kaki belakangnya dan tubuh bagian belakang dililit oleh kayu yang muncul dari dinding rumah.
Lilitan kayu ini sangat kuat sehingga bisa mengangkat tubuh monster ini di atas lantai tampak seperti mengambang.
Tidak tahu kapan kayu tersebut tiba-tiba muncul, padahal monster ini sama sekali tidak merasakan keberadaan kayu yang mengikat kakinya.
“Keren!“
Melihat ini, Isander berseru dan memuji apa yang telah dilakukannya.
Apa yang diberikan Sistem kepadanya benar-benar nyata. Isander bisa merasakan kesadaran pada kayu-kayu di sekitarnya, termasuk dinding rumah dan segala sesuatu benda yang terbuat dari kayu.
Grahhh!
Monster di depan Isander tiba-tiba meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan kayu di tubuhnya.
Kedua kaki depan monster ini terayun ke arah Isander mencoba untuk menjangkau tubuh Isander dan ingin segara mencabik.
Melihat kesempatan ini, Isander berbalik dengan cepat dan berlari keluar dari dalam rumah.
Isander tahu bahwa ikatan kayu yang dia buat tidak akan bertahan lama.
Hal itu merupakan keterbatasannya sekarang, Isander tidak bis mengendalikan kemampuannya secara maksimal, butuh latihan untuk bisa menggunakan kemampuannya dengan baik dan andal.
Ketika keluar rumah, Isander mencoba kemampuannya lagi.
Tangan kanannya terulur ke depan dengan kelima jari terbuka, sebuah energi aneh tersalurkan dari dalam tubuh Isander dan terfokus pada tangannya.
Di detik berikutnya, serpihan pintu kayu yang rusak bergerak dan melayang. Setelah itu, kepingan kayu tersebut menyatu dengan dinding rumah, mengisi lubang pintu dan menjadikannya rumah tanpa pintu.
Kendali Isander masih payah, bekas lubang pintu masih bisa dilihat secara kasar. Namun, untuk sekarang sudah cukup, setidaknya bisa menahan monster yang ada di dalam untuk beberapa waktu.
Dengan gegas Isander berlari menuju suatu arah yang sesuai dengan ingatan Isander terdahulu.
“Ayah, apakah monster itu sudah mati?“
Meisya yang sejak awal diam dan memeluknya tiba-tiba bertanya sambil menatap wajah Isander dengan ekspresi yang takut.
Isander terus berjalan sambil mengelus kepala Meisya, “Tidak, tetapi Ayah berhasil mengurung monsternya di rumah.'
“Eh? Lalu sekarang kita tinggal di mana, Ayah? Rumah kita sudah ditempati monster jahat.“ Meisya menjadi bingung, ia menatap sepasang mata Isander dengan pandangan minta penjelasan.
“Kita akan mencari rumah baru, Sayang. Desa sudah tidak aman, semua orang sudah pergi.“ Isander menampilkan senyuman di setiap dirinya berbicara.
“Pergi?“ Pupil mata Meisya membesar sesaat, kemudian merentangkan tangannya dan kembali memeluk leher Isander. “Semoga mereka bahagia di tempat barunya, ya, Ayah.“
Mendengar ini, tubuh Isander tersentak, matanya sedikit membelalak. Tangan kanan Isander mengelus punggung kecil Meisya dan mengangguk. “Ya, Ayah yakin mereka bahagia di sana.“
Dari sini, Isander tahu bahwa Meisya ini adalah anak yang pintar. Mengerti apa yang dikatakan oleh orang dewasa tanpa harus menjelaskan lebih lanjut.
Sangat jarang anak kecil yang pintar seperti Meisya.
Saat ini, kaki Isander terus melangkah di antara rerumputan. Di luar desa tempat tinggal Isander terdapat hutan. Pohon-pohon besar tumbuh di sini, tidak terlalu banyak, jarak antara pohon pun cukup jauh.
Kurang dari 20 menit berjalan, Isander masih tidak menemukan jalan meski hanya setapak yang sempit.
Selama berjalan, Isander selalu memasang kewaspadaan yang tinggi. Mengingat monster tadi berasal dari area luar desa, artinya ada kemungkinan untuk bertemu monster yang sama di hutan ini.
Isander masih teringat dengan pria tua yang mengingatkannya tadi. Pria itu bernama Paman Raul, salah satu orang yang cukup dekat dengan Isander. Meisya kenal dengan Paman Raul, di jalan ia sempat bertanya keberadaan Paman Raul.
Pertanyaan Meisya dijawab dengan jujur oleh Isander dengan kata-kata yang halus. Meisya paham kalimat Isander, dan ia menangis di gendongan Isander.
Ketika berlari dari rumah, Isander melihat genangan darah di dekat area rumah, hanya darah dan tidak ada mayat. Isander langsung tahu pemilik darah tersebut. Paman Raul berteriak di sebelah rumahnya, arahnya sesuai dengan letak genangan darah berada.
Awalnya Isander berniat untuk menguburkan mayat Paman Raul jika masih ada potongan tubuh mayat Paman Raul. Sayangnya itu tidak ada, dan Isander membatalkan rencananya.
“Omong-omong, bagaimana caranya ayah mengurung monster jahat itu? Aku mendengar Ayah melangkahkan kaki dengan cepat seperti orang yang sedang kabur dan suara sesuatu yang rusak,” Meisya bertanya dengan keingintahuan yang besar.
Pertanyaan Meisya sudah disiapkan jawabannya oleh Isander lebih dahulu. Ia memandang wajah imut Meisya dan berkata sambil tersenyum, “Sebenarnya, Ayah itu kuat, tidak sulit untuk mengurung monster.“
“Woah! Sungguh? Ayah tidak berbohong, kan?“ Meisya tercengang dan ia menatap Isander dengan heboh.
Isander mengangguk tegas terlihat meyakinkan.
“Bagaimana caranya, Ayah? Meisya ingin tahu.“
“Caranya dengan mengandalkan otak. Jadi, Ayah menghindari serangan monster itu sampai-sampai monster itu terperangkap oleh dampak yang ditimbulkan oleh serangannya sendiri. Alhasil, monster itu terjebak di kamar dan kemudian ayah menutup pintu dan dihalangi dengan beberapa benda sehingga pintu tidak akan mudah terbuka.“
Usai mendengar penjelasan Isander, pupil mata Meisya penuh oleh bintang-bintang, ia kagum dengan Ayahnya yang pintar dan kuat. “Hebat! Ayah memang kuat! Aku bangga dengan Ayah!“
Pujian dari anak memang terbaik, Isander merasa bahagia dipuji oleh Meisya. Mau tidak mau Isander mencium pipi Meisya dengan rasa kasih sayang.
Beberapa menit berlalu, mereka masih berjalan di antara banyak pepohonan.
“Ayah, sampai kapan kita harus berjalan di hutan ini?“
Meisya turun dari pangkuan Isander atas kemauannya sendiri. Gadis kecil ini tidak rela Ayahnya berjalan kaki sendirian, ia berinisiatif menemani Ayahnya berjalan di hutan.
Telinga Isander mendengar pertanyaan Meisya, ia menundukkan pandangannya dan melihat Meisya yang asyik berjalan sambil berpegangan tangan dengannya. “Mungkin setengah jam lagi. Sabar, Gadis Kesayangan Ayah.“
“Baik, Meisya yang cantik akan sabar mulai sekarang!“ Meisya mengangguk cepat menandakan dirinya paham.
Isander tersenyum ketika mendengar ucapan Meisya, tidak tahan lagi dirinya untuk tidak mengusap lembut kepala kecil Meisya.
Selang 30 menit kemudian, mereka masih berjalan di dalam hutan. Keduanya sama sekali tidak melihat pemandangan lain selain pohon besar, rumput, dan jenis tanaman lain.
Sema sekali tidak melihat danau atau pun desa.
“Ayah, aku lelah, bolehkah aku digendong lagi?“ Meisya mendongak ke atas dan bertanya kepada Isander.
“Boleh, Sayang. Buka kedua tanganmu.“
Setelah mengatakan itu, Meisya mengikuti perintah Isander dan membuka tangannya, kemudian Isander mengangkat tubuh Meisya dengan hati-hati.
Meisya merasa sangat bosan, ia memainkan rambut Isander yang hampir menyentuh telinga untuk meringankan rasa bosannya.
Merasakan sentuhan Meisya, tanpa sadar Isander tersenyum. “Kamu bosan, ya?“
“Umm … iya, Ayah. Meisya bosan berjalan di hutan.“ Meisya menganggukkan kepala kecilnya. “Kapan kita keluar dari hutan, Ayah?“
“Ayah juga tidak tahu, Ayah tidak memiliki peta. Meisya yang sabar saja,” ucap Isander yang kakinya sudah terasa pegal-pegal.
“Baik, Ayah. Meisya mengerti,” jawab Meisya dengan tatapan yang lembut, “tetapi apakah ayah tidak lelah? Dari tadi Ayah berjalan sambil menggendongku.“
“Tidak lelah, Ayah kuat.“ Isander tersenyum meski tubuh bagian bawah sudah terasa sakit.
Meisya tidak memercayai ucapan Ayahnya, sebab sudah banyak butiran keringat yang keluar dari tubuh Ayahnya. “Turunkan aku, Ayah. Aku tidak mau menjadi beban untuk Ayah.“
“Baiklah, Meisya jalan dahulu sekarang, nanti Ayah akan gendong lagi.“
Setelah itu, Isander menurunkan tubuh kecil Meisya ke bawah. Keduanya berjalan menelusuri hutan tanpa ada petunjuk.
Lebih dari 2 jam mereka berjalan, akhirnya Isander tumbang dan butuh istirahat.
Tubuh Isander ini sangat lemah karena asupan gizi dan nutrisi yang kurang. Bisa dilihat dari lengannya yang kurus dan betisnya yang tipis.
Berjalan selama ini sudah menjadi sesuatu yang luar biasa. Makan saja dia bergantung pada orang lain, dia melakukan barter dengan orang di desa untuk sesuap makanan. Ia tidak bisa berburu hewan.
“Ayah, apa kamu masih terasa sakit kakinya?“
Melihat Isander yang duduk bersandar dengan wajah yang kelelahan, Meisya memandang Isander dengan penuh rasa khawatir.
“Masih, tetapi Ayah pikir sebentar lagi Ayah akan kembali seperti biasa lagi,” Isander berkata sambil berusaha tidak terlihat begitu lelah di depan Meisya.
Mata Meisya berkedip berkali-kali, dan ia berkata penuh harap, “Semoga Ayah bisa cepat pulih dan menjadi lebih kuat supaya bisa berjalan dengan sangat lama.“
Kalimat Meisya seperti anak kecil yang berharap sesuatu yang mustahil menjadi kenyataan.
Namun, begitu kata-kata Meisya keluar, suara mekanis Sistem yang kaku mendadak muncul di telinga Isander.
[Ding! Terdeteksi Bahwa Meisya Memiliki Keinginan! Sistem Memberikan Anda Magnetar Body!]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Luxman Al Hakim
nex
2023-07-22
4
Taaku
sip
2023-05-25
2
King
👍🏻👍🏻
2023-04-28
3