“Aku ikut kamu saja. Gunung Salak, kan? Berarti kita ke hutan tadi?“ Isander masih ingat jalan yang pernah ia lalui. Salah satu jalan untuk ke Gunung Salak adalah melalui hutan tersebut.
Giya mengangguk membenarkan ucapan Isander.
“Kita akan ke sana dua hari kemudian. Besok kamu akan aku ajak pergi ke Kota Bogor untuk memungut barang, siapa tahu ada barang yang masih bagus di sana,” ucap Giya kepada Isander.
“Barang? Apakah masih ada barang bagus setelah bertahun-tahun kota terbengkalai?“ Isander bingung. Menurutnya, akan sangat sulit mencari barang di kota yang hancur.
Jika ingin barang, biasanya para penduduk luar kota melakukan barter atau tukar tambah barang. Barang yang mereka miliki memang biasanya dapat dari memungut, tetapi kebanyakan barang tersebut diberi oleh keluarga atau kerabat dekat yang dipercaya.
Isander dan Meisya sama sekali tidak membawa baju, ia juga bingung ingin mengganti baju lantaran tidak ada baju pengganti.
“Di reruntuhan banyak ditemukan barang, terutama di bagian dalam mall yang hancur, banyak baju yang masih terbungkus plastik, para penduduk biasanya beramai-ramai ke sana untuk mencari barang tersebut,” Giya memberi tahu informasi ini yang bagi Isander merupakan informasi penting.
“Baik, aku akan ikut. Bagaimana denganmu, Sayang?“ Isander menoleh ke Meisya yang sedari awal diam dan menyimak.
Meisya menganggukkan kepala kecilnya. “Aku mau ikut juga. Aku tidak khawatir jika ada monster, Ayah pasti bisa mengalahkannya! Ayah itu hebat!“
Jawaban Meisya membuat Isander dan Giya tersenyum, anak ini masih belum selesai mengagumi Ayahnya, Isander.
“Seperti yang kamu lihat, kami berdua akan ikut. Aku memang sedang membutuhkan pakaian.“
“Oh, iya. Aku lupa!“ Giya tiba-tiba menepuk keningnya. Ia melupakan sesuatu. “Tunggu di sini. Aku ada sesuatu untuk Meisya.“
“Sesuatu? Apa Kakak Giya ingin memberi permen untukku?“ Meisya menatap Giya dengan pandangan penuh harap.
“Bukan, Meisya yang imut. Benda ini pasti Meisya suka. Tunggu, ya.“
Segera, Giya membuka pintu kayu yang berbunyi dan keluar dari rumah Isander.
Sambil menunggu Giya kembali, Isander dan Meisya melihat-lihat rumah lagi dan merapikan beberapa bagian rumah.
Rumah ini tidak menyediakan kasur empuk, hanya ada kayu yang dibuat sebagai ranjang dengan permukaan yang rata lalu dibungkus dengan kain usang sebagai alasnya.
Tas Isander yang ia gendong diletakkan di atas tempat tidur dan ia mengambil beberapa makanan ringan untuk Meisya, berupa biskuit yang memiliki nilai gizi meski tidak begitu besar dan susu kotak.
Di dalam tas ini tak hanya menyediakan makanan, tetapi ada minuman botol atau minuman yang ada di dalam kemasan dan siap minum, contohnya susu kotak, air mineral botol, dan soda kaleng.
Meisya memegangi makanan kemasan yang dikeluarkan Isander dari tas dengan pandangan yang penasaran.
Tangan Isander dengan lembut mengambil susu kotak yang tidak dipegang oleh Meisya dan kemudian menusukkan sedotan ke lubang kotak susu.
“Minum ini, Sayang.“ Isander menyodorkan susu kotak kepada Meisya.
Melihat ini, Meisya segera mengambil susu kotak dengan kedua tangannya dan mencoba mengikuti Isander yang sama-sama menggenggam susu kotak.
Mulut Isander menyedot sedotan dan air susu berwarna cokelat keluar dari sedotan dan masuk ke dalam mulut.
Meisya mencobanya dan ia berhasil. Begitu air susu yang manis dan lezat itu masuk ke mulut kecil Meisya, matanya membulat sesaat dan Meisya turun dari kasur lalu bergoyang-goyang. Meisya sedang menari ala dirinya sendiri.
“Mmm, enak!“ Meisya meminum susu hingga matanya menyipit keenakan.
Susu memang minuman yang paling disukai anak-anak, bahkan orang dewasa, hanya berbeda kemasan, dewasa lebih suka yang memiliki kemasan yang kenyal dan berbentuk bulat.
Tingkah Meisya sangat lucu, Isander tidak tahan untuk tidak mengusap kepala kecil Meisya dan mencium pipinya.
Setelah itu, Isander membuka biskuit gandum yang terdapat cokelat. Biskuit ini memiliki isi yang banyak, cukup untuk dimakan ramai-ramai.
Tak lama berselang, Giya yang mereka tunggu datang, tetapi ia datang tidak sendiri, melainkan dengan satu orang lagi, dan itu seorang wanita.
Isander bisa melihat penampilan wanita ini, mengenakan pakaian kaus abu-abu dengan jaket kulit hitam yang agak rusak dan celana pendek seksi atau hot pants berwarna cokelat, sepatu olahraga hitam.
Secara keseluruhan penampilan wanita ini tak kalah cantik dengan Giya, terlebih rambutnya yang diikat kuda agak ke atas sehingga leher jenjangnya yang mulus terlihat dan menambah kesan wanita dewasa.
Kedua wanita ini masuk ke dalam kamar dan berdiri di depan Isander dan Meisya yang duduk di atas tempat tidur.
“Aku kembali bersama temanku.“ Giya menoleh ke temannya yang ada di samping. “Perkenalkan ini adalah temanku dari Garuda City bernama Nina Novanto.“
Setelah mengatakan itu, teman Giya mengulurkan tangannya ke depan berniat berjabat tangan dengan Isander.
Namun, bukan tangan Isander yang mengambil tangan teman Giya, melainkan tangan kecil Meisya.
“Halo, Kakak Nina! Aku Meisya!“ ucap Meisya sambil memegang susu kotak di tangan kirinya.
Wanita bernama Nina ini terkejut sekilas, kemudian senyum lembut muncul di wajahnya. “Halo, Meisya! Kamu lucu sekali.“
Tangan wanita ini bergerak dan menyentuh lembut pipi gembul Meisya.
“Kata Ayah aku memang lucu, Ayah selalu menyebutkan kata itu setiap hari,” kata Meisya dengan polos.
“Ayah?“ Wajah Nina bingung dan ia tanpa sadar mengalihkan sorot matanya ke Isander.
“Ini Ayah Meisya.“ Meisya berpindah dan duduk di pangkuan Isander dengan cepat. “Ayahku tampan, kan?“
Sudut mulut Isander berkedut, dan ia tersenyum canggung menatap wajah Nina. “Namaku Isander, ayah dari Meisya. Salam kenal.“
“Emm … halo, aku Nina. Salam kenal.“ Nina juga tersenyum kaku memandang mata Isander.
Lepas dari itu, Isander memang tampan di mata Nina, sesuai dengan apa yang dikatakan Giya.
Ketika Giya keluar dan hendak ke rumahnya, tiba-tiba ia bertemu Nina yang habis membantu penduduk berburu sapi dan ayam di hutan.
Kebetulan sekali ada Nina, Giya tak perlu menunggu lama lagi untuk memperkenalkan Nina dengan Isander. Jadi, ia mengajak Nina pergi dengannya ke rumah Isander, dengan kalimat persuasi berupa bahwa ada pria tampan yang Giya temui.
Wanita mana yang tidak tertarik dengan kalimat tersebut, Nina akhirnya dengan senang hati melihat seseorang yang tampan itu dan mengikuti Giya.
“Meisya, kemari, aku membawa sesuatu untuk kamu.“ Giya melambaikan tangannya memberi isyarat kepada Meisya untuk datang kepadanya.
Mendengar ini, Meisya segera turun dari kedua paha Isander dan berjalan ke depan Giya yang berdiri.
Setelah itu, tangan Giya mengungkapkan sesuatu dari belakang tubuhnya yang ternyata adalah satu set pakaian yang terdiri dari baju dan celana panjang berwarna biru tua. “Baju untuk Meisya.“
“Wow! Baju!“ Meisya berseru dan ia segera mengambil baju tersebut dari tangan Giya.
Kemudian ia meletakkan susuk kotak di atas kasur dan Meisya membuka lipatan baju untuk melihat keseluruhan pakaian ini.
Baju ini tampaknya adalah baju tidur atau piyama anak kecil, terdapat pola hati berwarna hitam di sekujur baju dan celana.
Melihat baju ini, Meisya sangat senang dan ia berterima kasih kepada Giya. “Terima kasih, Kak Giya!“
“Sama-sama.“ Giya tersenyum lembut kepada Meisya.
“Terima kasih, Giya.“ Isander ikut senang dan ia harus mengapresiasi kebaikan Giya.
“Sama-sama, Isander. Itu baju tidur aku saat kecil yang aku simpan sampai saat ini, kenang-kenangan dari mamah. Sayang tidak terpakai, aku memutuskan untuk memberikannya kepada Meisya.“
“Apakah tidak apa-apa?“ Isander menjadi tidak enak hati, pakaian yang diberikan Giya memiliki sejarah dan cerita.
“Tidak apa-apa, aku senang jika pakaian ini dipakai lagi, apalagi dipakai oleh anak yang lucu, seperti Meisya.“
“Baik, aku akan mengingat kebaikan ini.“ Isander tersenyum dan mengangguk.
Sesudah itu, Isander menyuruh keduanya untuk mencoba biskuit yang sudah Isander buka.
Kedua wanita ini terkejut saat melihat makanan ini. Makanan yang disuguhkan oleh Isander merupakan makanan yang langka.
Bungkus makanan ini tak ada merek, tak ada tanggal expired atau kadaluwarsa.
Lagi-lagi Giya bertanya tentang asal makanan ini, dan Isander menjawab dengan jawaban yang sama, seperti di pagi hari.
Alibi Isander dikeluarkan dan berkata bahwa biskuit ini adalah makanan terakhir, dengan begitu Giya tidak bertanya lagi.
Sebelum malam tiba, Isander diajak oleh Giya dan Nina untuk berkenalan dengan orang-orang di pemukiman yang memiliki total penduduk lebih dari 100 orang. Cukup banyak.
Setelah itu, Isander dan Meisya tidur di kediaman barunya.
Di pagi hari, Isander membantu para penduduk yang sedang memasak untuk sarapan pagi, berupa daging ayam yang dibakar dengan bambu. Isander membantu bagian yang memotong daging ayam.
Makanan ini cukup lezat meski bumbunya hanya berupa garam yang begitu sedikit.
Usai sarapan, beberapa penduduk berkumpul untuk bersiap-siap keluar dari pemukiman. Mereka memiliki tujuan untuk mencari barang-barang di Kota Bogor sambil memburu hewan ternak.
“Kalian sudah siap?“ Seorang pria yang agak tua berbicara dengan lantang ke puluhan orang di depannya.
“Siap, Pak!“
“Siap!“
“Kami siap!“
Mereka semua menjawab sudah siap hampir bersamaan.
“Ayo berangkat!“
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
DenDelanzX
hah..emng ada? kok baru tau ada yg bulat
2023-09-05
4
Febri Putra Ramadhan
waduh yang sudah berpengalaman 🤣
2023-08-22
5
Andhika Nur E
cukup menarik
2023-08-17
2