Hmm!
Natan memberikan ekspresi datar kepada kekasihnya, baru pertama kali ia melakukan hal itu. Entah efek lelah atau ia sedikit kesal dengan sikap wanita yang dikasihinya.
Sontak hal itu membuat seorang wanita yang selalu bersikap bak bayi kepada pacarnya melontarkan sebuah pertanyaan, “Sayang, kenapa kamu malah mengatakan hal itu? Kenapa sikapmu berubah, hah?” Suara wanita yang memiliki warna rambut coklat dengan panjang sepinggang itu meninggi.
Natan tidak pernah melontarkan nada tinggi kepada kekasihnya, tapi berbeda jauh dengan Aurora yang sangat gampang cemburu dan ia sering kali mengucap dengan nada tinggi. Sikap itu sudah Natan makhlumi, karena sang kekasih memang seperti itu.
Namun, kali ini Natan memberikan balasan yang membuat Aurora kesal, meskipun awalnya tidak ingin melontarkan pertanyaan yang membuat wanita cantik itu marah.
“Hmm! Kamu sih yang membuat aku seperti ini.” Natan menggait pinggang Aurora yang masih berdiri tepat di depannya. Kemudian ia memeluk erat tubuh indah sang kekasih.
“Bee, saat ini aku cukup lelah dan kata-katamu tadi seakan kamu tidak percaya kepadaku. Aku kan sudah selalu berucap berkali-kali, bahkan mungkin sampai ribuan kali. Hatiku hanya untukmu, Bee. Jangan kamu risaukan lagi ya, mana mungkin aku bisa berpaling darimu.” Natan melepas dekapannya itu, menatap mata Aurora yang berkaca-kaca karena cemburu.
Natan mengelus-elus pundak kepala Aurora dan berucap dengan suara yang begitu lembut, “Jangan cemberut gitu dong, Bee. Wajah manismu nanti hilang.” Pria ini mencoba memberikan guyonan agar sang kekasih kembali tersenyum.
Aurora pun menatap mata indah Natan, “Aku cuma takut nanti wanita kampung itu akan menggodamu, dan secara otomatis kamu akan luluh dengannya. Mana ada sih kucing yang tidak mau dengan ikan.”
Haha!
Pria pemilik hidung mancung beberapa senti itu menengadahkan wajahnya ke atas sembari tertawa lebar setelah mendengar perkataan dari wanita pujaannya.
Natan kembali menatap mata Aurora dengan tajam, ia menyorotinya dan tangan kanan yang masih kaku akibat perban itu berusaha mencubit hidung wanita cantik tersebut.
“Kamu ada -ada saja deh, Bee. Kamu kenal berapa lama sih denganku? Aku tidak akan tergoda begitu saja dengan seseorang yang jelas bukan tipeku.”
Hmm!
Aurora baru tersadar bahwa telapak tangan Natan diperban. “Sayang, tanganmu kenapa?” Wajah Aurora menampilkan ekpresi yang teramat khawatir.
Hal ini membuat Natan tersenyum dalam relung hatinya. ‘Ternyata Aurora masih mempedulikan kesehatanku. Kenapa sih aku ini? Malah menilai Aurora sudah tidak mengkhawatirkanku lagi?’ tanyanya dalam hati yang bimbang dengan situasi sekarang.
“Aah ini?” Natan melihat tanggannya yang diperban dengan baik oleh Raya. Dan tiba-tiba bayangan wanita yang menyebalkan itu terlintas dalam benak pria dingin ini.
‘Astaga kenapa aku bisa mengingat wajah wanita kampungan itu di depan Aurora? Aku kenapa sih?’ geram Natan dalam hatinya kembali. Hal ini membuat Aurora bingung.
“Sayang kamu kenapa? Kok malah melamun?”
Secepat mungkin Natan membuyarkan wajah Raya yang masih tertempel dalam benaknya. “Tidak ... tidak Bee, aku hanya memikirkan pekerjaan untuk besok. Tanganku tidak kenapa-napa, tadi aku menjatuhkan gelas di kamar dan membuat telapak tanganku tergores oleh serpihan beling.”
Natan menyudutkan bibirnya memaksakan untuk tersenyum, agar tidak terlihat segala ucapannya tadi adalah kebohongan. Ia tidak ingin membuat Aurora khawatir jika mengatakan hal sejujurnya, bila ia menyapu rata dinding yang ada di gedung karena kekesalannya terhadap Raya.
“Sampai separah ini, Sayang? Kamu sampai diperban seperti ini?” Aurora memegangi tangan Natan yang dililit kain steril itu.
“Apakah dokter ke rumah? Karena lilitan perbannya begitu rapi,” lanjut Aurora memperhatikan bagaimana kain steril itu dipasang penuh ketelitian.
Tiba-tiba wajah Natan sedikit merah. ‘Kenapa Aurora memuji pemakaian perbanku? Apakah benar begitu rapi? Tidak mungkin aku mengatakan jika wanita kampungan itu yang mengenakannya, bisa jadi Aurora akan mengabuk dan kecewa.’ Natan selalu berbicara dengan dirinya sendiri dalam hati.
“Ah, iya. Tadi salah satu pelayanku menelpon tenaga medis untuk ke rumah,” jelas Natan.
Namun, Aurora menyoroti mata Natan dengan teliti ia mendekati wajahnya dan kembali melontarkan pertanyaan yang membuat pria itu kelayapan, “Apakah benar semua yang kamu katakan padaku, Sayang? Bukan wanita kampungan itu kan yang memakaikannya?”
Apakah insting wanita benar-benar hebat seperti ini? Mereka seperti seorang cenayang yang mengira-ngira suatu hal.
Aurora tahu cara ini adalah hal terampuh baginya mengetahui jika sang kekasih berbohong atau tidak. Karena selama wanita itu mengenal Natan, pria itu tidak pernah berbohong bahkan jika ia harus berbohong gerak-gerik pria tersebut sedikit aneh dan biasanya yang paling jelas ditampilkan, Natan akan memalingkan pandangan.
Baru mau menghindari pandangan, Natan sudah sadar jika ini jebakan yang dibuat oleh sang kekasih. Ia kembali memeluk Aurora, agar ia tidak melihatkan gerak-gerik aneh karena ia berbohong.
“Bee, aku sungguh lelah malam ini. Aku akan istirahat ya, tolong jangan membahas hal yang sudah aku jawab sebelumnya. Aku tegaskan sekali lagi kepadamu, Bee. Yang merawatku bukan wanita kampung itu, ia tidak melakukan apa pun.”
Setelah mengucapkan hal itu Natan pun beranjak dan ia mencium kening Aurora dengan begitu lembut sampai berbunyi, “Muuah!”
“Bee, aku tidur duluan ya ...,” ujarnya menuju ke dalam.
“Sayang, kamu tidak mengganti pakaianmu dulu?” tanya Aurora sembari melihat punggung Natan.
Pria itu menggeleng, “Tidak perlu, sepertinya aku akan pulang lebih awal karena besok akan ada rapat pagi-pagi sekali dengan pemilik Royal Grup.”
Setelah itu tidak menunggu lama, Aurora ikut juga menuju ke kamar dengan mengganti pakaiannya. Kini ia menggunakan pakaian yang begitu transparan, tujuannya agar Natan tergoda dan nyosor kepadanya.
Namun, semua yang telah disediakan salah kaprah. Natan hanya asyik dengan layar ponselnya, sepertinya ia begitu sibuk sekali.
“Sayang, katanya kamu akan tidur besok pagi-pagi ada rapat,” protes Aurora yang berusaha menggapai tubuh Natan.
Hu’um.
Natan hanya mengangguk dan ia masih membalas pesan dari para petinggi.
“Kenapa malah sibuk sekali? Ayo istirahat lah dulu,” suruh Aurora sembari memeluk Natan di atas kasur.
“Iya Bee, sebentar lagi.”
‘Hmm, kenapa dia sibuk sekali! Aku bosan memiliki hubungan dengan pria ini, orang yang kaku dan tidak ada daya tarik sama sekali, kecuali harta dan jabatannya!’ bisik Aurora dalam hati busuknya itu.
Wanita ini pun tidur terlelap dalam pelukan Natan yang masih belum tertidur.
“Hah, sudah selesai. Aku akan tidur dulu,” gumam pewaris Moise ini sembari menoleh sang kekasih yang sudah tidur terlelap.
Tidak lupa ia kembali mengecup kening Aurora dan berbisik di telinga sang kekasih, “Selamat tidur Bee, semoga mimpi indah Sayang.”
Beberapa saat kemudian, entah mengapa dia tidak bisa tertidur padahal beberapa kali ia mencoba memejamkan kedua matanya, tapi tetap saja tidak bisa sampai jam dinding menunjukkan pukul 3 dini hari.
Ia mengucek-ngucek matanya, dan berusaha pelan-pelan menjauh dari kasur. “Apa yang dilakukan wanita itu sekarang ya?”
Lagi-lagi Natan memikirkan Raya. “Aku harus pulang sekarang, memastikan dia tidur di kasurku atau tidak. Jika sampai ia tidur di kasurku, ia harus mencuci semuanya!”
Natan bergegas meninggalkan Aurora yang masih tertidur begitu lelap.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Suky Anjalina
next
2023-07-05
0