BERDUA DI KAMAR

Mereka berjalan beriringan, tapi dengan ketus Natan memerintahkan wanita tersebut untuk menjaga jarak.

“Jaga jarakmu dengan saya, apa kamu pikir saya mau dekat-dekat denganmu hum?” Natan tidak menoleh ke arah Raya, ia terus berjalan tegap menyusuri lorong mansion ya yang begitu luas ini.

Jika saja Raya dibiarkan berjalan sendiri, mungkin wanita itu akan tersesat entah kemana.

Beberapa menit berjalan, Raya melihat seperti ada ruangan yang beralasan kaca. Tampak ruangan tersebut berisikan karya seni di dalam sana. Ia adalah wanita yang sangat mencintai kesenian, baik seni pahat, lukis, musik, dan jenis seni apa pun. Menurutnya jiwa yang hidup akan bersemayam di dalam seni.

Niat hati ingin bertanya kepada calon suaminya itu, tapi ia menurunkan kemauannya. Ia hanya menoleh tanpa memperhatikan Natan yang sudah berjalan jauh di depan sana.

“Wah indah sekali,” kagum Raya yang masih belum tersadar jika Natan sudah hilang.

Namun, seketika wajahnya berubah ketika melihat sebuah lukisan seorang wanita berambut panjang yang terurai. Lukisan wanita itu tampak bahagia karena menorehkan senyum yang begitu tulus.

Hmm!

“Derwin juga pernah melukis ku seperti pose wanita yang ada di lukisan tersebut,” gumamnya dengan manik mata berkaca-kaca menyoroti begitu dalam lukisan itu.

Sampai ia berpikir. “Hm, apakah yang di lukis oleh Derwin aku? Atau mungkin?” Ia segera merogoh ponsel yang ada di kantongnya, mengotak atik galeri mencari foto lukisan yang diberikan Derwin 6 bulan lalu.

Pada saat itu, mantan kekasihnya meminta Raya dan Sarah duduk bersebelahan. Namun yang digambar pria tersebut hanya seorang wanita.

Dan ...

Raya menutup mulutnya. “Kenapa aku tidak sadar, ternyata Derwin sejak itu sudah melihatkan tindakan yang meragukan. Memang lukisan ini sangat mirip dengan Sarah.

Mau bagaimana lagi, Raya adalah seorang wanita yang belum bisa melupakan masa lalunya. Ia bukannya wanita yang lemah, tapi ia hanya tidak menyangka Derwin dan Sarah melakukan hal kejam itu kepadanya.

Deg!

Karena terlarut dengan suasana hati, ia sampai lupa jejak Natan kini berada di mana. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, tapi pria berparas tampan dan bersikap ketus itu tidak ada.

“Tuan Natan, Anda di mana?” panggil Raya pelan. Di sepanjang lorong itu tidak ada penjagaan karena sudah dini hari seperti ini mansion tersebut hanya memiliki keamanan di titik tertentu.

“Tuan ... Anda di mana?” Raya kembali memanggil dengan menaikkan oktaf suaranya, agar Natan bisa mendengar suara lembut itu.

Tapi Raya belum melihat batang hidung pria tampan itu sama sekali.

Begitu pula dengan pria yang hanya menampilkan ekspresi datar, ia tidak sadar ternyata Raya sejak tadi tidak mengikutinya.

Sreeg!

Baru saja membuka pintu kamar yang menjulang tinggi itu, Natan terdiam dia menoleh ke arah belakang. Alis kanannya berdiri sembari menggerakkan leher ke kiri dan ke kanan.

‘Di mana dia?’ bisiknya dalam hati.

Hah!

Ia menghembuskan napas kasar. “Kenapa dia selalu merepotkan ku, dasar wanita menyebalkan!” gerutu Natan sembari memegangi kepalanya.

Natan melangkahkan kaki jenjangnya itu kembali untuk mencari Raya.

Sedangkan Raya yang tidak tahu hanya celingukan dan ia tampak begitu bingung dengan denah rumah megah ini yang begitu luas bak istana, tidak ada ujungnya.

“Astaga, kenapa mereka membangun gedung seperti ini? Begitu besar dan luas. Jika seorang pencuri datang, apakah ia akan berhasil mengambil barang berharga di sini tanpa tersesat sepertiku?” Raya malah mengalihkan hal yang sepantasnya membuat dirinya panik karena kini ia tersesat tanpa tahu di mana, tapi ia malah berpikir liar seperti itu.

Pandangan Raya kini teralih ke salah satu lampu besar di atas. Tampak begitu besar dan mewah dengan partikel-partikel yang mungkin terbuat dari bahan khusus seperti perak atau serpihan emas.

Hmm!

“Wah, indah sekali lampu itu. Jika serpihan itu terbuat dari emas dan dijual menjadikannya sejumlah uang, mungkin orang sekampung atau bahkan satu provinsi bisa hidup dengan nyaman tanpa ada satu orang pun kelaparan.”

Bukannya malah fokus untuk mencari Natan, ia malah menilai dan menoleh barang mewah yang ada di istana keluarga Moise ini.

Natan mulai bingung, ketika mencarinya terhadap Raya nihil. “Seharunya dia masih di sini? Kemana dia?” celetuknya sembari mengerutkan dahi dan menghembuskan napas. Kedua tangannya diletakkan di samping pinggang.

“Kenapa wanita itu sangat merepotkan!” teriak Natan yang kini mengacak-acak rambutnya. Ia kesal sendiri dan ingin meluapkan semua emosinya itu kepada Raya.

Lalu ia menuju ke salah satu cctv yang tertempel di pojok dinding dan melambaikan tangan. Dengan santai ia seperti memberikan isyarat kepada pelayan penjaga malam. Jari telunjuk, tengah, dan manis ia lipat ke tengah. Ia sisakan kedua jari yang berada paling ujung, lalu ia lambaikan di samping telinga, seakan mengartikan bahwa si pelayan harus menghubunginya segera.

Tidak menunggu lama, Natan menerima telpon.

“Tolong perhatikan cctv dan cari wanita yang berada di dalam rumah sekarang juga!” perintah Natan kepada pelayannya.

Hah!

“Kata Papa dia akan bisa membuatku tenang dalam menjalankan kehidupan. Apa sih yang membuat Papa mempercayai wanita kampung yang tidak memiliki kelebihan sama sekali itu? Sebelumnya Papa tidak pernah seperti ini sama sekali, aku benar-benar pusing terhadapnya!” ucapan berupa emosi kekesalan yang ia luapkan kepada diri sendiri.

Natan hanya berdiri di suatu sudut seraya melipat tangannya di depan dada.

Namun, tiba-tiba ada yang menyeruduk pria itu dari belakang.

Dubraak!

Aawh!

“Maafkan saya Tuan. Maaf saya tidak memperhatikan jalan di depan sama sekali, maafkan saya ...,” ucap seorang wanita dengan wajah panik seraya beberapa kali membungkukkan tubuhnya.

Sedangkan Natan sudah mengubah ekspresi wajahnya menjadi sarkas dan menakutkan. Ia seakan ingin memakan wanita itu sekarang juga.

“Kamu!”

Deg!

Detak kencang di relung hati Raya terdengar sampai keluar, ketika mendengar suara yang ia kenali. Meski mendengar hanya beberapa kali saja, ia sudah tahu suara siapa itu.

‘Aduh gawat! Apa dia akan murka kepadaku?’ bisik Raya dalam hatinya seraya memejamkan kedua mata karena ia masih takut menatap sang Tuan.

“Dari mana saja kamu? Kamu sudah menyita waktu berharga saya. Tidak hanya merepotkan, kamu benar-benar menyusahkan!”

Raya masih belum berani melihat wajah Natan yang pastinya begitu mengerikan bak seorang Dewa Kegelapan Hades, yang akan mencabut nyawa seseorang.

“Maafkan saya Tuan. Saya tadi ...”

Penjelasan Raya dipotong langsung dengan Natan, “Tidak usah memberikan alasan yang tidak akan saya terima! Sekarang juga ikuti saya, jangan lagi membuat ulah. Jika kamu melakukan hal ini lagi, saya tidak akan segan-segan memberikanmu pelajaran!”

Raya hanya bisa menunduk, karena ia merasa bersalah tidak memperhatikan Natan yang membuatnya tersesat. Sampainya di depan kamar. Raya yang berjarak dengan Natan mengikutinya ke dalam.

Hanya berdua di ruangan yang begitu indah ini. Membuat Raya canggung.

“Kenapa kamu diam?” lontar Natan.

“Hm, apa yang harus saya lakukan Tuan?”

Natan tidak menjawab, tanpa malu ia melepas kemeja yang ia kenakan itu. Sedangkan Raya memalingkan pandangannya.

Tubuh Natan begitu indah, tidak ada satupun yang bisa memalingkan pandangan ketika pria yang memiliki roti sobek ini membuka pakaiannya. Berbeda dengan Raya, ia sudah keringat dingin duluan.

‘Astaga apa yang akan dia lakukan kepadaku?’ tanya Raya dalam hati dengan jantung yang tidak bisa berhenti berdegup begitu kencang.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

yelmi

yelmi

semangat nulis dan sehat selalu tor👍 ❤️

2023-10-13

1

Suky Anjalina

Suky Anjalina

next

2023-07-05

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 71 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!