KENYATAAN PAHIT

Raya tampak begitu bingung sekaligus tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. Sarah, wanita yang sangat ia sayangi apakah tega melakukan hal itu kepadanya?

Wanita yang matanya telah memerah dan hatinya begitu perih ini hanya bisa menatap Sarah dengan kosong. Ia mencoba mengatur napas yang mulai tak stabil akibat penjelasan sahabatnya tadi.

“Hah?” hela Raya terheran.

“Maksudmu apa Sarah? Tolong katakan apa yang kamu ucapkan tadi hanyalah kebohongan!” Raya tak mampu menstabilkan emosinya, ia tampak terlihat begitu kecewa dengan kedua manusia yang ada di depannya saat ini.

Sarah menundukkan kepala sebentar dan ia kembali mengeluarkan ucapan yang membuat hati Raya terasa pecah berkeping-keping. “Apa yang aku katakan tadi benar, Raya. Kami telah menjalin hubungan sejak lama tanpa sepengetahuanmu.”

Hah?

Deg!

Bibir Raya bergetar, ia memejamkan matanya sedetik lalu kembali bertanya kepada sahabatnya itu. “Menjalin hubungan dengan Derwin? Apakah kamu tahu tindakan yang kamu lakukan itu membuat hatiku sakit, Sarah?”

Kini Derwin yang angkat bicara, pria itu seperti tidak suka jika Raya terus mempojokkan wanita yang kini ia cintai. “Tidak ada yang bisa menyalahkan sebuah rasa, Raya. Kami berdua saling mencintai, apa salahnya jika kami menjalin hubungan satu sama lain?”

Tidak ada penyesalan sedikitpun dari raut wajah Derwin dengan kalimat yang ia lontarkan, hal ini membuat Raya semakin emosi.

“Apa?!” 

Heh!

“Jadi selama ini kamu tidak pernah menganggapmu sebagai wanitamu, Win? Terus apa gunanya kamu tetap menjalin hubungan denganku sekaligus menjalin kasih dengan sahabatku sendiri?” Kalimat pertanyaan ini begitu sulit Raya sampaikan, sampai ia harus menahan napasnya karena tidak kuat dengan kondisi seperti ini.

Hmm!

“Sudahlah, Raya. Aku tidak ingin berdebat denganmu sekarang, aku menjalankan hubungan denganmu karena aku hanya kasihan! Aku ingin fokus membesarkan buah hatiku bersama Sarah, jadi tolong kamu ikhlaskan saja hal ini.”

Ucapan terakhir yang tertoreh dari mulut Derwin, ia pun berdiri sembari menggandeng tangan Sarah dan meninggalkan Raya begitu saja.

“Apa? Kenapa kalian melakukan hal ini kepadaku? Tidakkah kalian mengerti apa yang kurasakan kini!” teriak Raya memenuhi ruang cafe Sofia.

Tanpa mempedulikan mantan kekasihnya itu, Derwin tampak terlihat acuh begitu pula dengan Sarah yang enggan menoleh ke arah belakang.

Para pengunjung berbisik dan menilai Raya adalah wanita yang menyedihkan.

Deruan air mata tak bisa dihentikan sejak tadi, ia terus mengatur napas agar tetap waras setelah ini. Tangannya masih meremas kemeja putihnya di depan dada.

‘Kenapa kalian melakukan hal ini kepadaku, Derwin ... Sarah! Kalian adalah orang yang sangat aku sayangi dan aku percayai di dunia ini, kenapa kalian tega sekali!’ lirih Raya dalam hati.

Ia tak peduli lagi dengan penilaian pengunjung di tempat ini, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis sejadi-jadinya. Raya tak tahu harus melakukan apa saat itu, cintanya kandas dan kasih sayang yang ia berikan kepada kekasih serta sahabatnya itu pun dibalas dengan dusta.

Beberapa menit kemudian ia berusaha terlihat tegar dan pandangannya pun kosong. Memaksakan tubuh untuk berjalan dengan baik. Wajahnya tampak terlihat pucat, seperti tidak bersinergi.

‘Derwin dan Sarah adalah alasanku terus semangat menjalani hidup saat ini. Tapi kenapa Tuhan mengambil keduanya? Aku sudah tidak memiliki siapa-siapa di sini. Ataukah aku harus ikut ibu ke surga?’ 

Akal sehat wanita yang selalu berpikir positif dan selalu menampilkan hal terbaik untuk menata kehidupan yang begitu sulit ini telah hancur. Seakan-akan Raya lupa dengan dirinya ketika dihadapkan kondisi yang begitu menyakitkan seperti ini.

Jalan raya yang penuh dengan kendaraan membuat Raya semakin tidak terkendali.

“Tidak ada alasan lagi aku hidup di dunia ini, maafkan Raya Bu. Raya tidak bisa menepati janji untuk terus selalu tersenyum dikala situasi sulit,” gumamnya.

Ia terus menyongsong jalan raya menerobos butiran air hujan yang membasahi dirinya. Seakan langit tahu apa yang dirasakan hati wanita malang seperti Raya. 

Raya tidak pernah menyerah dalam menjalankan kehidupan, telah banyak cobaan yang ia hadapi. Seperti sejak kecil ia tidak tahu ayah kandungnya, dan ibunya meninggal tujuh tahun yang lalu, kini ia tinggal dengan ayah tirinya yang bertindak semena-mena.

Namun, namanya manusia pasti ada perasaan ingin menyerah jika cobaan bertubi-tubi terus menghampiri. 

Hati Raya benar-benar kacau, seakan dia tidak ingin meneruskan kehidupan di dunia ini lagi. Meski niatnya mungkin hanya sementara karena begitu sakit mengetahui sang kekasih dan sahabatnya telah main belakang.

Tak disangka ia terus berjalan tanpa melihat lampu lalu lintas sudah berwarna hijau. Teriakan dari sudut jalan menggelegar seakan memberitahu Raya untuk menghindar, “Nak awas ....”

Namun, itu tidak membuat Raya segera menghindar. Ia seperti tuli dan tidak mendengar apa pun yang ada di dekatnya.

Dan ...

Braak!

“Ya Tuhan ....!” teriakan seorang wanita setengah baya menghampiri Raya yang tergeletak tak berdaya di tengah jalanan kota.

Mobil bertipe mercedes benz hitam berhenti.

“Pak Iful, apakah kita menabrak seseorang?” tanya seorang pria paruh baya di dalam mobil mewah itu terkejut. Dikarenakan sejak tadi ia fokus dengan pada layar laptopnya.

“Maafkan saya Tuan Wiguna, saya akan mengecek ke luar. Karena adanya kabut tebal sehingga jalanan terlihat gelap,” jawab supir sekaligus orang kepercayaan Tuan Moise.

“Saya juga ikut keluar Pak Iful, semoga saja kita tidak menabrak apa pun.”

Beberapa masyarakat yang berada di dekat jalan, menghampiri Raya. Sontak Wiguna dan supirnya terkejut, ternyata mereka baru saja menabrak seorang gadis muda.

“Cepat bawa gadis itu ke rumah sakit Royal, Pak Iful!” suruh Wiguna.

Setelah Iful menggendong Raya ke dalam mobil, Wiguna harus menenangkan masyarakat yang sudah berkerumun ingin membantu wanita malang itu.

“Pak, tolong selamatkan gadis itu. Ia seperti memang ingin mengakhiri hidupnya, saya memperhatikannya sejak tadi,” ujar seorang ibu yang pertama kali berteriak kepada Raya.

“Iya saya akan bertanggung jawab penuh mengenai keselamatan gadis tersebut, jadi bapak dan ibu sekalian tidak perlu khawatir. Saya pamit dulu.” Tanpa berkata apa pun lagi Wiguna, pria berusia hampir 60 an itu menundukkan kepala dan segera menyuruh Iful melajukan mobilnya.

Raya terlihat tidak mengalami luka serius, hanya saja pelipisnya keluar darah sedikit.

“Nak, maafkan saya ya. Saya akan bertanggung jawab atas kejadian ini.” Wiguna merasa begitu bersalah dengan apa yang terjadi dengan Raya.

“Pak, maafkan saya.” Iful yang melihatkan wajah menyesalnya melirik Raya dan tuannya di kaca spion depan.

“Ful, kamu tidak perlu khawatir. Ini adalah kesalahan, jangan berpikir saya akan memecatmu sekarang juga. Kamu adalah supir yang sangat saya percaya.”

Wiguna tahu apa yang dipikirkan supirnya itu sebelum Iful memberitahu pria tersebut.

Sampainya di rumah sakit, Raya segera ditangani oleh tenaga medis. Menunggu Raya yang berada di ruang ICU, Iful bertanya kepada pria yang duduk di sebelahnya, “Tuan Wiguna, maaf saya ingin meyakinkan apakah kita jadi berkunjung ke rumah Tuan Arif?”

“Iya, kita akan ke sana tapi setelah penanganan gadis muda itu.”

Setelah beberapa saat, sang dokter mengabarkan jika Raya tidak apa-apa dan boleh segera pulang.

Dengan rasa bersalah, Wiguna menundukkan kepala dan meminta maaf secara tulus. “Nak, maafkan atas keteledoran saya dalam berkendara. Ini ada sedikit hadiah untuk penangananmu lebih lanjut.” Wiguna memberikan amplop.

Raya hanya menatap pria yang berpakaian rapi di depannya.

“Kamu tidak perlu menjawab saya, tapi saya meminta maaf sebesar-besarnya kepadamu, Nak. Dan terimalah hadiah kecil dari saya ini.”

Tak mengeluarkan sepatah kata, Raya hanya menunduk dengan pelipisnya yang di tempelkan perban.

Wiguna pun hanya mampu menoleh Raya dan tidak bisa memaksa gadis itu untuk menjawab ucapannya tadi.

Setelah beberapa jam, Wiguna dan Iful melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. 

Terlihat pria yang mengenakan pakaian acak-acakan terkejut akan kedatangan Wiguna. “Ak- Anda Tuan Moise, kenapa Anda ...,”

Wiguna segera mencela ucapan pria yang terlihat memiliki kehidupan tak teratur, “Tuan Arif, apakah kamu hidup dengan baik? Saya memberikan kesempatanmu untuk menggunakan uang itu dengan baik dan diberikan kepada anak yatim piatu, tapi kenapa uang yang saya berikan kamu pakai berfoya-foya seperti ini? Jika kamu tidak bisa mengembalikkannya saya akan ...,”

Belum usai Wiguna menjelaskan, pria itu bersujud dan memegangi kaki kanan pemilik perusahaan Moise Crop di bidang property dan investasi.

“Saya mohon Tuan Wiguna, jangan penjarakan saya.” Pria yang bernama Arif itu menangis tersedu-sedu memohon kepada pemilik pasar investasi terbesar di kota ini.

“Jika saya tidak bertindak tegas dengan kamu, maka akan ada banyak manusia tak jujur sepertimu di negeri ini!” ancam Wiguna sembari mendelikkan matanya.

“Saya mohon ampuni saya, Tuan. Saya akan memberikan sesuatu yang berharga sebagai imbalannya,” Arif berusaha keras agar Wiguna bisa mengampuninya.

“Saya akan memberikan putri saya yang cantik sebagai penebusan uang yang saya gunakan,” lanjut Arif.

Wiguna bukanlah pria yang seperti itu, ia dengan tatapan kesal meminta Arif untuk tidak bermain-main. “Apa kamu pikir saya pria seperti itu, hah?”

“Tuan, Anda bisa mempertimbangkannya, lihat foto putri saya. Anda pasti akan berubah pikiran saat ini juga,” Arif menunjukkan foto putrinya yang terpampang dilayar ponsel.

Hmm!

Wiguna langsung terdiam seperti patung, apa yang dikatakan oleh Arif benar ia kini berubah pikiran. “Baiklah, kapan kamu bisa membawa putrimu?”

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

belum ngerti jalur ceritanya

2023-07-05

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 71 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!