ANGKUH

Hah!

‘Aku saja tidak tahu film-film yang lagi marak itu,’ celetuk Raya dalam hati karena ia tidak ingin memikirkan apa yang dikatakan oleh suaminya itu. Agar kewarasannya tetap terjaga.

Bila Raya terlalu memikirkan hal itu, mungkin saja wanita ini akan gila. Sudah cukup ia merasa setengah gila akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan kekasih dan sahabatnya itu.

“Kenapa kamu tidak menjawab perkataan saya? Jika kamu tidak menjawab berarti segala ucapan saya tadi benar!” Natan terus menyodorkan pertanyaan yang tidak jelas kepada Raya.

Tujuannya seperti itu agar Raya juga membencinya dan mungki saja wanita ini akan mengatakan jika dirinya tidak kuat lagi bersama Natan.

Namun, tidak seperti yang Natan kira. Raya menggelengkan kepala pelan dan jawab wanita ini membuat pewaris tunggal tersebut sedikit terkejut. “Saya ingin orang yang berada di dekat saya tidak kenapa-napa. Dan saya ingin juga dia selalu sehat, hanya itu harapan saya.”

Heh!

“Kamu mengatakan hal itu agar membuat hati saya bersimpati kepadamu? Apa kamu pikir kamu adalah Tuhan yang ingin seseorang selalu tampak sehat, hah?” Natan seakan tidak memberikan kesempatan kepada Raya untuk menyalurkan isi pikirannya.

Natan masih melipat kaki, sembari tangannya berada di atas tumpuan sofa menatap dengan sorot mata tajam ke arah wanita yang berdiri tepat di depannya itu.

Namun, sebelum ucapan itu terlontar Natan berpikir. ‘Ingin membuat orang disekitarnya selalu sehat? Hm! Terdengar menarik, karena selama ini Aurora tidak pernah mengatakan hal itu ketika aku sakit. Dia hanya menyuruhku untuk ke dokter.’

Lagi-lagi Raya hanya bisa menahan napas dengan sikap menyebalkan suaminya ini. Membersihkan pecahan gelas.

“Saya bukan Tuhan, Tuan. Tapi keinginan saya sama dengan Tuhan, ingin makhluknya hidup selalu bahagia dan selalu sehat,” jelas Raya yang memperhatikan manik mata berwarna coklat Natan.

Beberapa menit mereka saling pandang, mengadu tatapan dengan pikiran masing-masing.

Raya, ‘Apa dia sengaja bertanya hal-hal yang membuatku kesal seperti ini?’

Natan, ‘Rupanya wanita ini adalah penganut agama yang baik. Yah, 0,001% dia memiliki nilai lebih dimataku.’

Karena tatapan Natan begitu tajam sehingga membuat bulu kuduk Raya berdiri di sela-sela belakang lehernya. Raya pun mengalihkan pandangan, kini wanita itu memperhatikan telapak tangan Natan yang darahnya sudah mengering.

Meskipun sejak tadi Laras, sudah terus menawarkan Natan untuk mengobati luka tuan mudanya, tapi pria tampan tersebut menolak. Ia merasa lebih baik jika lukanya akan sembuh sendiri.

“Tuan, lukamu itu harus diobati. Jika tidak akan berdampak buruk dan menyebabkan infeksi,” papar Raya sembari mendekati Natan.

Natan menoleh ke punggung tangan kanannya. Walaupun rasa sakit tersebut masih terasa begitu perih, tapi bagi pria ini lebih sakit jika Aurora benar melakukan tindakan fatal itu nantinya.

Namun, bukan Raya namanya jika tidak ceroboh. Ketika ia melangkah mendekati suaminya itu, Raya malah menginjak sehelai gaun panjangnya sehingga menyebabkan tubuh mungilnya itu merogoh jatuh tepat di atas tubuh bidang Natan.

Bola mata mereka saling mengembang satu sama lain. Karena tepat di dada Natan terasa ada bagian kenyal yang menempel.

Sontak hal ini membuat wajah Raya merah seperti tomat. Dengan cepat ia berusaha bangkit dari tubuh sang suami. Menunduk dan meminta maaf.

“Maafkan saya Tuan Natan, saya tidak sengaja bertindak seperti itu.” Kedua tangan Raya menyilang dadanya.

Natan memalingkan pandangannya, menutupi mulut menggunakan tangannya. Ia tadi merasakan hal yang tidak pantas ia rasakan.

Pria itu belum mengeluarkan sepatah kata apa pun kepada Raya, membuat istrinya ini melangkah pelan dan duduk di sampingnya. Niat hati untuk membersihkan luka yang telah sobek di kulit punggung tangan Natan.

Tapi ...

Natan mendelik dan memundurkan tubuhnya, seperti tidak ingin dekat dengan sang istri. “Siapa yang mengizinkan kamu duduk di samping saya, hah?” nada Natan meninggi.

Dengan polosnya wanita itu menjawab, “Saya ingin mengobati luka Tuan Natan.”

Pria itu menggelengkan kepalanya. “Saya tidak butuh bantuanmu, apalagi mengizinkanmu untuk mengobati luka saya!”

Kali ini Raya tidak akan mengikuti perintah pria itu. Meski wajahnya begitu sarkas dan menakutkan, tapi Raya memberanikan diri untuk memegang tangan kanan suaminya.

Ia hanya ingin, Natan sembuh. Karena menurutnya pria tersebut melakukan tindakan itu karena dia, maka dirinya harus menyembuhkan luka Natan.

Raya menarik tangan Natan. Hal ini membuat pria itu mengkerutkan dahinya, “Apa yang kamu lakukan, hah? Sudah ku bilangkan, saya tidak perlu bantuanmu!”

Raya Sena tetap diam tidak berkutik, dengan lihai ia menumpahkan alkohol di atas kapas putih dan ia menekan luka itu begitu dalam.

“Aaww!” teriak Natan yang kesakitan.

“Kamu melakukan ini karena kesal dengan saya ya? Apa kamu ingin luka saya tambah parah lagi?!” Natan melotot kepada Raya.

Wanita itu kembali menjawab dengan santai sembari menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu Tuan. Memang ranahnya jika luka robek itu harus di tekan agar debu dan kotoran benar-benar tidak menempel di bagian luka.”

Hmm!

“Tapi tetap saja tindakanmu ini seperti orang yang memiliki dendam pribadi kepada saya!” Natan terus menggerutu. Pria ini selalu mempojoki Raya.

Namun, Raya tidak menjawab lagi. Dengan teliti dan hati-hati ia meneteskan obat merah di punggung tangan suaminya, sembari meniup-niup obat itu agar mengering terlebih dahulu. Lalu ia lilitkan perban.

Natan diam, melihat Raya yang begitu ahli untuk mengobati lukanya.

Ia pun merasa penasaran, orang kampung seperti wanita yang ada di depannya kenapa terlihat begitu pintar layaknya seorang perawat.

“Kenapa kamu begitu teliti melakukan hal ini?” tanya Natan sembari menyoroti gerak-gerik Raya yang masih fokus untuk mengobati luka suaminya.

“Saya pernah menjadi seorang relawan untuk membantu korban banjir di salah satu daerah pelosok di Suka Padu. Serta saya juga pernah mengikuti aktivitas menjadi seorang palang merah.”

Hum!

Natan hanya mengangguk sedikit, tapi hanya itu yang membuatnya penasaran mengenai Raya.

“Sudah Tuan.” Perban terlilit begitu rapi, hal ini membuat Natan kembali berpikir jika Aurora tidak pernah bisa mengobatinya sedikitpun. Bahkan jika Natan sakit demam, wanita itu malah meminta pulang cepat dibanding menunggu kekasihnya di salah satu apartemen milik pewaris tunggal ini.

Namun ...

‘Aurora tetaplah wanita satu-satunya yang sangat aku cintai. Wanita kampungan ini mungkin hanya memiliki sedikit kelebihan untuk mengelabuhiku saja!’ tegasnya dalam hati.

Natan dengan angkuh berdiri tanpa mengucapkan terima kasih kepada Raya, menurutnya ia enggan mengatakan hal itu karena Raya lah yang membantunya tanpa ia suruh.

Raya melirik dan menyempitkan bola matanya menatap sang suami. ‘Sikapnya begitu angkuh!’

Hari ini Natan berencana pergi ke kantor meski tubuhnya lelah dan kepalanya berat. Banyak pekerjaan yang harus di urus, tapi tangannya sedikit kaku karena perban melilit kuat. Sebelum berangkat ke kantor ia hendak mandi dan mengganti pakaiannya. Namun, Ia menunduk seperti memikirkan sesuatu.

“Hey kamu, kemarilah saya butuh pertolongan!” Natan menoleh ke belakang dengan tatapan tajam seperti burung elang yang akan memangsa korbannya.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

hah butuh bantuan juga 🤣

2023-07-05

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 71 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!