MURKA

Banyak yang harus dipersiapkan Raya. Dari hiasan rambut, gaun, dan beberapa hal lainnya.

Gaun yang dipilih Raya begitu simple dengan balutan hiasan bunga. Dengan berjalannya waktu, acara pun dimulai. 

Mereka sudah berada di gedung Shanta Athena. Wiguna yang melihat mantunya berdecak kagum. “Wah, kamu sangat bersinar hari ini Raya.”

Raya menundukkan kepalanya dan membalas pujian ayah mertunya itu. “Terima kasih Papa.”

Sedangkan Natan hanya menatap Raya dengan sinis. Pria yang memiliki mata indah itu tampak sangat tampan dengan balutan jas berwarna putih, selaras dengan gaun pengantin yang digunakan oleh Raya.

Dalam gedung itu hanya ada Wiguna dan beberapa orang kepercayaannya. Acara ini memang diselenggarakan secara tertutup. Mereka berucap janji dalam sebuah kitab suci. Acara pernikahan Natan dan Raya berjalan dengan lancar dan telah usai.

Dreet! Dreet!

Ponsel Wiguna berdering sejak tadi. Ternyata ia harus pergi ke kantor saat ini juga, lagipula acara penting ini sudah selesai.

“Natan, Raya ... Papa duluan ya. Ada hal yang harus Papa lakukan saat ini juga dan tidak bisa ditinggal.” Wiguna menepuk pundak putranya, beberapa saat batang hidung pria berkarisma itu tak terlihat lagi.

Berapa pelayan juga sudah pulang lebih dulu.

Baru saja ingin beranjak kembali ke rumah, Natan dikejutkan dengan kedatangan kekasih yang sangat ia cintai.

“Aurora? Kenapa kamu bisa di sini?” Manik mata Natan mengembang.

Natan sangat syok dengan kedatangan Aurora yang begitu mendadak. Saat ini hanya ada Natan, Raya, dan kedua pelayan saja.

“Kamu?” ucapan Natan terhenti ketika Aurora melihatnya dengan tatapan yang sinis dan terlihat benar-benar merasa kecewa.

“Sayang, kamu telah mengatakan jika kita akan menikah di waktu dekat ini. Tapi kenapa kamu malah dengan wanita lain, hah?” teriak Aurora yang mendelik begitu marah.

Natan dengan cepat meredakan emosi wanita yang sangat ia cintai itu. Mendekati dan ingin mencoba memegangi pundak Aurora, tapi wanita dengan tinggi 165 dan bentuk badan ideal bak model tersebut segera menepis tangan kekasihnya.

“Jangan sentuh aku!”

“Tolong dengarkan aku, Bee. Kamu jangan berprasangka seperti itu kepadaku.” Suara Natan sedikit serak, ia seperti menahan emosi yang ada di relung hatinya.

Ia bingung harus melakukan apa saat ini.

Sedangkan Raya hanya bisa terdiam dan memperhatikan pertikaian mereka berdua. Ia rasa mengerti dengan kondisi seperti ini, tidak ada wanita yang tidak marah dan kecewa jika kekasihnya bersanding dengan wanita lain.

Jika Raya memiliki keberanian waktu itu, bisa saja dirinya akan menyiram Derwin menggunakan jus orange ke wajah pria tersebut.

“Jadi selama ini kamu memiliki wanita lain, hah? Apa kurangnya aku, Sayang hum? Sampai kamu memilih wanita yang tidak tahu diri itu!” Aurora menunjuk Raya dengan kasar.

Aurora adalah wanita yang begitu cantik, dengan tampilan yang selalu modis dan modern. Tapi sayangnya ia tidak memiliki sikap yang baik, selalu semena-mena dan begitu manja seperti bayi kepada Natan.

“Tunggu penjelasanku Bee. Kamu belum mendengar apa yang sedang menimpaku. Aku terpaksa menikahi dia. Ini bukan kemauanku, tapi ini adalah keinginan Papa. Kamu tahu ‘kan sikap Papa kepadamu bagaimana?”

Aurora menatap manik mata coklat Natan dengan dalam. Bola matanya kini meneteskan air mata sendu dan terlihat dirinya begitu kecewa. “Jadi kamu tidak bisa meyakinkan mengenai diriku kepada Papamu, Natan?!”

Ucapannya sangat berbeda jauh dengan apa yang kini ada di hatinya. ‘Sialan, aku akan berpura-pura merasa tersakit dan kecewa agar dia tetap memperjuangkanku! Bagaimana pun juga aku akan meluluhkan hati pria lemah, pewaris tunggal keluarga Moise ini!’

“Bee, dengarkan lah aku. Jika aku tidak melakukan hal ini, maka semua ahli waris akan diserahkan kepada karyawan Papa secara acak. Dan semua harta benda yang dimiliki Papa disalurkan kepada anak yatim piatu, sedangkan aku tidak akan mendapatkan apa-apa. Kamu tidak mau ‘kan menikah dengan pria menyedihkan seperti itu?” jelas Natan yang kini memeluk Aurora begitu hangat.

Aurora sengaja meneteskan air mata sebanyak mungkin agar Natan merasa bersalah karena ia melakukan semua ini. “Tapi kamu jahat Sayang. Kamu tidak memberitahuku lebih dulu.”

 

“Aku janji, Bee. Akan aku selesaikan pernikahan tanpa rasa ini dengan wanita itu secepat mungkin. Setelahnya aku akan menikahimu, Sayang.”

Raya semakin terpojok. Ia hanya mampu melihat semua adegan romantis itu dan memutuskan diri untuk meninggalkan mereka berdua. Menurutnya biarlah mereka merencanakan segala cara, lagian Raya juga tidak ingin lama-lama hidup dengan pria yang tidak memiliki perasaan kepadanya.

Kedua pelayan wanita yang masih berada di sana mengikuti Raya.

“Nyonya, Anda mau kemana?” tanya ramah seorang wanita yang mengenakan seragam maid. Ia tersenyum begitu tulus mengarah Raya.

Ah?

Raya segera menghentikan langkah kakinya, menoleh ke sumber suara. “Hm! Saya?” tunjuk Raya kepada dirinya sendiri. Karena ia belum terbiasa dipanggil dengan sebutan Nyonya.

“Iya Anda, Nyonya Muda Raya Moise,” jelas salah satu pelayan yang lebih senior dengan penuh penekanan.

“Ah, anu ... saya hanya ingin mencari angin segar saja Nona-Nona,” ucap Raya sembari menundukkan kepalanya.

“Anda tidak perlu memanggil kami dengan sebutan Nona, Nyonya Raya. Panggil saja kami dengan sebutan nama atau Mbak,” ungkap pelayan senior itu.

Raya hanya mengangguk dan tersenyum kaku. Ia sedikit canggung karena belum terbiasa dengan tatanan keluarga kaya raya ini yang begitu formal. Bergerak saja rasanya ia selalu diintai.

Wanita itu kembali meminta izin kepada kedua pelayan tersebut untuk menyusuri gedung ini, tidak jauh dari tempat Natan dan Aurora. Ia berjalan menuju sebuah taman bunga yang memiliki tanah hanya sebidang. Wanita ini sejak dulu memang suka dengan bunga, menurutnya ketika melihat hal indah akan membuat moodnya kembali membaik.

Saat Natan dan Aurora berbicara seakan Raya tidak ada mengenai bahwa wanita ini adalah penyebab awal mereka bertengkar seperti itu. Ada rasa sakit di relung dada, karena Raya juga tidak merebut Natan dari kekasihnya. Ia hanya menuruti permintaan dari Wiguna.

Hah!

“Bu, Ibu sedang apa saat ini? Apakah Ibu sudah makan di alam sana?” gumam Raya sembari memegangi bunga mawar putih. Ketika ia melihat bunga itu, ia selalu mengingat sang ibu yang setiap kali memetikkan sebatang bunga mawar putih untuk diberikan kepada putri satu-satunya itu.

“Nyonya sepertinya Anda terlihat sangat lemas. Apakah tidur Anda nyenyak kemarin malam?” tanya pelayan yang memiliki usia sama dengannya.

Saat ini di taman tersebut hanya ada mereka berdua.

 

Hmm!

Raya menoleh dan tersenyum. “Iya saya tidur dengan begitu nyenyak, lalu bagaimana denganmu? Apakah saya boleh tahu namamu siapa?” Wanita pemilik kerendahan hati ini mengulurkan tangannya kepada wanita yang ada di depannya.

Namun pelayan tersebut seperti tidak ingin jika tangannya bersentuhan dengan Raya. Bukannya tidak mau, tapi ia sadar diri. Karena ia hanya lah seorang pelayan dan Raya adalah seorang Nyonya Muda yang diantara mereka harus memiliki jarak.

“Nama saya adalah Ana.”

Raya menekankan tangannya agar wanita yang bernama Ana itu menjabat tangannya. Tapi pelayan tersebut seolah tidak ingin memegangi tangan Raya.

“Ana, ayo kita berjabat tangan,” ungkap Raya sembari menawarkan senyum manisnya.

Namun, Ana menggelengkan kepalanya. “Saya tidak pantas untuk berjabat tangan dengan seorang Nyonya Muda di keluarga ini.”

Raya sedikit memajukan bibirnya, ia tampak begitu bingung dengan pemaparan Ana tadi.

“Maksudnya bagaimana Ana? Dari mana aturan itu? Dan memang aturan tersebut ada diundang-undang tertulis?”

Ana kembali menggelengkan kepalanya pelan. “Bukan begitu Nyonya, kami hanya tahu diri saja karena kami adalah pelayan di keluarga ini.”

Hm!

Ekspresi wajah Raya sangat jelas menampilkan ketidaksetujuan mengenai ucapan dari Ana.

Karena Ana bersikeras tidak mau berjabat tangan dengan Raya, dengan cepat wanita yang kini sudah sah menjadi istri dari pewaris tunggal keluarga Moise memeluk wanita muda itu. “Ana, apa yang kamu katakan tadi tidak berlaku kepadaku. Jadi anggaplah diriku sebagai temanmu saat ini, dan kamu juga tidak perlu memanggilku dengan sebutan Nyonya jika tidak ada Tuan-tuan Mu itu.”

Tuan yang dimaksud dengan Raya adalah Wiguna dan Natan.

Beberapa menit kemudian, Raya dan Ana sedang asyik berbicara dikejutkan dengan kedatangan Natan Moise yang tampak begitu murka. 

Pria itu mengerahkan tangannya dengan cepat mengarah ke pipi Raya.

Awg!

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

yelmi

yelmi

ihh.. si nathan ini y datang datang maen gampar Raya j... salahnya dimana tuh si Raya

2023-10-13

0

Suky Anjalina

Suky Anjalina

ini isi hatinya Aurora kah

2023-07-05

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 71 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!