Raya memegangi dadanya, sembari berceletuk dalam hati, ‘Apa yang dia katakan kepadaku? Tidakkah aku salah mendengarnya?’
Wanita ini menggelengkan kepalanya, “Tidak ... tidak, aku tidak ingin ke dalam. Aku akan memastikannya dulu,” gumamnya kembali sembari melihat layar ponsel yang sudah mati.
Namun, sedetik kemudian hp pewaris tunggal keluarga Moise berbunyi kembali. Masih dari seorang yang dinamakan ‘Bee’ oleh Natan.
“Bagaimana saya bisa ke dalam, Tuan. Sedangkan Anda masih mandi,” teriak Raya di belakang pintu kamar mandi.
Huh!
Natan kembali menghembuskan napas kasar dari dalam. Ia pun melontarkan gertakan kepada Raya, “Sudah kukatakan kemari lah, jangan banyak tanya lagi!”
Hmm!
Raya begitu ragu untuk membuka pintu ruangan itu. “Apa dia sudah gila membiarkan ku masuk ke sana?”
Grreek!
Dengan terpaksa Raya membuka pintu itu dan ...
Awalnya mata kiri Raya dimejamkan dan mata kanan menyempit, ia lakukan hal itu untuk berjaga-jaga nantinya agar tidak melihat hal aneh.
Namun, Natan tidak ada di sana. Ia melangkah kan kakinya maju menginjak keramik berwarna biru muda langit itu. Dan mencoba bertanya kembali, “Tuan, Anda di mana?”
“Jalan lurus, dan buka lah saya di dalam.”
Di dalam kamar mandi terdapat seperti peyangga, di sana ada ruang santai berupa sauna atau tempat berendam khusus Natan.
Glek!
“Apa dia benar-benar sudah gila ya?” geram Raya berbisik dengan dirinya sendiri.
Raya pun melangkah kakinya pelan, dan melihat bayangan Natan di balik gorden yang transparan.
Heh!
Natan yang menyadari ada orang di balik gorden itu hanya terdiam, ia menggerutu dalam hati, ‘Sampai kapan dia mematung seperti itu? Apa ia berpikir aku akan menyuruhnya melihat bagian tubuhku ini? Dasar wanita yang memiliki pikiran mesum!’
Dari luar gorden, Raya pun berpikir sama dengan apa yang diperkirakan suaminya tersebut, ‘Kenapa dia menyuruhku masuk ke dalam? Bukannya dia bisa mengenakan handuk dulu dan mengambil ponsel ini dari luar? Sepertinya dia memikirkan hal yang aneh!’
Karena tidak sabar, Natan mengeram dan meninggikan nada bicaranya, “Mau sampai kapan kamu diam di sana, hah? Cepat bawa ponselku ke dalam!”
Deg! Deg!
Sebelumnya Raya menahan napas, dan ia pun membuka gorden itu sedikit sembari mengulurkan ponsel ke arah Natan.
Tubuh Raya menghadap ke depan. Natan yang melihat perilaku Raya hanya menatap dengan sinis dan merampas ponsel yang ada di tangan sang istri.
Natan melihat layar ponsel, di sana tertulis nama Aurora dan matanya mengembang. “Iya Bee, kenapa?”
“Sayang, kamu kan bilang tadi akan mengunjungiku malam ini. Kamu dari mana saja sih? Sudah sejak tadi aku menelponmu, tapi tidak di angkat. Apakah kamu sedang bersenang-senang dengan wanita murahan itu? Apa kalian ...”
“Hush! Sudah lah jangan membahas ini lagi. Sudah ku katakan kepadamu tadi kan, aku tidak pernah memiliki perasaan dan aku juga tidak akan menyentuhnya. Jadi kamu tenang saja, sebentar lagi aku akan pergi ke kantor dulu, lalu ke apartemenmu. Tunggu ya Bee, jangan ragukan cintaku kepadamu,” ucap Natan begitu lembut kepada kekasihnya itu.
Raya pun hendak melangkahkan kaki ingin keluar, karena tugasnya sudah selesai yang memberikan ponsel kepada pria itu.
Namun, ketika Natan sudah mengusaikan perbincangan dengan pacar manjanya itu, pria tersebut malah meminta Raya untuk tidak keluar lebih dulu.
“Siapa suruh kamu boleh keluar?”
Ucapan itu membuat Raya menghentikan langkahnya.
Dengan tubuh yang membelakangi gorden itu, Raya pun membuka mulut. “Bukan kah tugas saya sudah selesai, Tuan?”
“Saya belum menyuruhmu untuk keluar, dan kamu masih ada tugas selanjutnya,” ucap Natan dengan ekspresi wajah yang berubah.
Hmm!
‘Apa lagi yang ia suruh? Bukannya aku tidak mau, tapi kontennya tidak tepat!’ bisik Raya dalam hati sembari mengehembuskan napas pelan.
“Bantulah saya untuk berdiri,” perintah Natan.
Lagi-lagi perintah suaminya itu tidak masuk akal, kenapa Natan meminta Raya untuk melakukan hal ini? Bukannya tadi ia bilang tidak akan pernah menyentuh wanita yang tidak ia cintai sama sekali?
Sungguh ucapan dan hati pria itu sangat membingungkan. Tampak terlihat cuek, tapi sebenarnya ia mau juga!
Hal ini membuat Raya hanya bisa mengelus dada. Ternyata Natan adalah orang yang begitu plin-plan, itu menurut wanita tersebut.
“Maksud Anda bagaimana ya, Tuan? Bukan kah Anda bisa berdiri sendiri? Bukannya saya tidak ingin membantu, tapi hal ini begitu riskan bagi saya,” papar Raya yang ingin memberikan pemahaman kepada Natan.
Namun, perkataan itu tidak membuat Natan menghentikan niatnya untuk menyuruh Raya. “Saya tidak akan menyuruhmu, jika saya tidak ingin membutuhkan pertolonganmu. Sekarang juga tidak usah banyak tanya, cepat bantu saya!”
Bagaimana ini?
Raya memang melangkah maju namun setelah berada tepat di depan gorden dirinya memutar balik tubuh dan melangkah mundur tanpa melihat Natan.
“Jika kamu berada di posisi itu bagaimana kamu bisa membantu saya untuk berdiri, hah?” gertak Natan.
“Tapi Tuan ...”
Ucapan Raya di potong oleh Natan, “Dasar wanita yang selalu memikirkan hal tidak-tidak! Saya sejak tadi sudah mengenakan boxer! Bantu lah saya sekarang untuk berdiri.”
Natan bukan sedang modus atau sengaja menyuruh Raya. Benar apa yang dikatakannya, jika ia tidak memerlukan bantuan ia tidak akan meminta kepada Raya.
Hanya saja sekarang kakinya kram, karena dirinya telalu lama berendam sehingga penyakitnya kambuh. Menurutnya berendam bisa membuat suasana hati membaik, tapi kini malah menyebabkan kram pada kaki kanannya.
Raya menuruti apa yang dikatakan suaminya.
Eem, tapi ia sedikit bingung bagaimana cara menolong pria ini?
“Tuan, apakah saya sudah bisa membantu Anda?”
Haah!
Natan seperti mengajak bicara seorang bayi berusia 3 tahun, yang tidak langsung mengerti apa diperintahkan dirinya.
“Tolong jangan membuat saya lebih murka lagi, cepat bantu saya!”
Raya mengangguk dengan cepat dan segera meraih tubuh Natan serta membantunya untuk berdiri.
Aawh!
Desis, Natan yang dilirik oleh Raya.
“Apakah Anda baik-baik saja, Tuan?”
Mimik wajah Natan berubah, yang tadinya seperti beruang kutub kini seperti kucing yang begitu memelas. Sepertinya ia menahan sakit.
“Jangan banyak tanya, antarkan saya ke kasur!”
Tapi meskipun tidak berdaya seperti itu, tetap saja sikap dingin dan menyebalkan sudah menempel pada dirinya.
Natan memiliki penyakit Arteri Ferifer, yaitu penyakit yang terjadi karena penumpukan lemak dinding pembuluh darah. Sehingga jika sakit ini kambuh, kaki Natan sering kram.
Penyakitnya terjadi karena mungkin kelelahan yang teramat dalam, dan stres atau depresi.
Raya dengan kuat menahan topangan suaminya itu. Lalu dengan perlahan Natan duduk di kasur.
“Tolong ambilkan saya obat di laci meja nomer 1,” suruh Natan sembari menunjuk meja berwarna putih yang ada di sampingnya.
Dengan sigap, Raya mengambilnya semua obat itu dan memberikan segelas air kepadanya. “Ini Tuan.”
Natan merogoh obat dan segelas air yang diberikan Raya.
Tampak wajahnya benar-benar menahan sakit.
“Tuan, apa yang bisa saya lakukan sekarang?” tawar Raya karena ia begitu kasihan dengan pria yang menahan rasa sakit itu.
“Ambilkan baju ke di lemari, saya akan segera ke kantor lalu ke apartemen Aurora”
Entah mengapa, Raya bukannya tidak suka mengenai Natan terlalu memaksakan diri, tapi kali ini ia berpendapat.
“Tuan, maaf karena telah mengatakan hal ini. Tapi tidak bisa kah Anda mengundur ke kantor atau tidak bertemu dengan orang yang kamu kasihi? Anda sedang sakit Tuan ...”
“Apakah kamu sedang mengatakan, jika kamu peduli kepadaku?” Natan malah melontarkan pertanyaan lebih lanjut.
**"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Mamax Garissa
kok natan tdk ada kakem..kalemnya ya..
2023-10-10
0
Suky Anjalina
rasanya pengen nabok si natan
2023-07-05
0