IMBALAN

Ah!

Desah keluar dari mulut Raya yang sedang menunggu bis untuk pulang. Ia memegangi pelipisnya yang telah diperban. ‘Kenapa aku tidak mengucapkan terima kasih kepada Tuan yang menyelamatkanku tadi?’ bisik dalam hati Raya.

Ia merasa bersalah karena keteledorannya membuat pria yang membantunya tadi kena masalah. Gara-gara kejadian yang membuat ia sakit, akal sehatnya hilang dan membuat seseorang terkena imbasnya.

Air mata Raya sudah membeku, meski hatinya masih terasa sesak dan napasnya susah untuk diatur. Tapi keputusan Derwin sudah bulat untuk meninggalkannya begitu saja. Yang paling disesali oleh Raya adalah kenapa Derwin memilih Sarah untuk menjadi selingkuhannya? Tidakkah ada wanita lain?

Hah!

Wajahnya pucat seperti tak makan berhari-hari membuat seorang anak kecil dalam bis memperhatikannya. 

Hm!

“Kakak, kenapa kamu terlihat begitu sedih? Adakah seseorang yang membuatmu sedih seperti ini?” tanya gadis kecil mengenakan pakaian seragam sekolah sembari menarik-narik dengan pelan pakaian Raya.

Ah!

Sontak wanita dewasa itu menoleh ke arah bawah, gadis kecil itu duduk sedangkan Raya berdiri tepat di depannya. 

Bagaimana pun juga kehidupan tetap harus berjalan meski begitu perih terasa. Raya memaksakan agar bibirnya menyungging lebar, memberikan senyuman terbaik kepada gadis manis itu.

“Tidak, dik. Kakak hanya sedikit tidak enak badan saja, sepertinya kakak masuk angin, hehe,” jelas Raya sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Manusia yang hebat adalah manusia yang mampu mengontrol emosi dalam kondisi apa pun seperti Raya kini. Ia bisa saja mengabaikan gadis kecil itu dan tak perlu menampakkan senyuman palsu seperti yang ia lakukan sekarang.

‘Kakak sakit Dik, dua orang yang kakak sayangi menghancurkan hati kakak.’ Tanpa mengucapkan hal itu kepada gadis tersebut, Raya tetap menjaga senyumnya.

Memang benar tidak ada yang bisa mengalahkan insting seorang wanita, apalagi anak kecil. Gadis itu seperti tahu keadaan Raya saat ini.

Hmm!

“Apakah kakak mencoba berbohong?”

Raya menggeleng pelan, dan berucap kembali. “Tidak, kakak tidak berbohong. Apa yang kakak katakan tadi memang benar adanya.”

Gadis kecil yang rambutnya dikuncir dua itu tersenyum. “Aku pikir kakak berbohong, karena ibuku pernah menampakkan wajah sendu dengan tatapan kosong seperti kakak. Ternyata ibuku sakit karena ayah lebih memilih wanita lain.”

Deg!

Apakah gadis ini sedang mengalami hal yang menyakitkan juga? Kenapa gadis kecil itu bisa setegar demikian?

“Ah, jadi begitu. Kamu yang sabar ya, Dik. Kakak terharu dengan apa yang kamu katakan tadi. Tapi kakak baik-baik saja Dik.” Raya terus mencoba untuk menerangkan suatu hal yang baik, agar gadis tersebut tak khawatir.

Pertemuan singkat mereka pun harus berakhir begitu saja. Gadis itu mampu membuat Raya tersenyum sementara, kendatipun ia sulit melakukan hal itu.

Sampainya di rumah, Raya melihat ayahnya berdiri di depan pagar. Wajahnya terlihat bingung, mondar-mandir seperti sedang menunggu seseorang pulang.

Meski ayah sambungnya itu tidak pernah bersikap baik kepadanya, Raya tetap menghormati karena pria tersebut seseorang yang dicintai ibunya.

“Yah, Ayah sepertinya tampak bingung,” sapa Raya sembari langsung menilai gerak-gerik aneh sang ayah.

“Raya! Kenapa kamu baru pulang jam segini, hah? Apa kamu mau menjadi wanita yang tidak mengikuti aturan di rumah ini?” teriak pria setengah baya itu seraya mendelikkan matanya.

Raya mencoba menjelaskan, sambil menundukkan kepala. “Maafkan Raya, Yah. Tadi ada sesuatu hal yang harus Raya selesaikan.”

“Alah kamu banyak alasan saja! Sudah usia segini, kenapa kamu selalu merepotkan Ayah saja hah?! Kerja part time ke sana kemari, tidak memiliki penghasilan tetap. Kamu anak yang tidak bisa Ayah banggakan sama sekali!” hardik pria tersebut ditinggikan.

Tidak segan-segan ia mengatakan hal yang selalu menyakitkan hati Raya. Semenjak sang ibu meninggal, ayahnya tidak seperti dulu lagi. Ternyata ayah yang selama ini ia hargai dan hormati adalah pria yang suka bermain kasar.

“Maafkan Raya, Ayah.” 

Hanya itu yang dapat dilontarkan dari wanita malang ini. Ia tidak bisa menahan rasa perih di dada, dan kini ia kembali meneteskan air mata ketika pria setengah baya itu menyeretnya ke suatu tempat.

“Yah, Ayah mau bawa Raya kemana?” rintih Raya yang begitu bingung.

Pria itu tidak peduli sama sekali, ia terus menarik Raya sampai membuat pergelangan tangan putri tirinya itu tampak memerah.

“Yah, maafkan Raya jika Raya berbuat salah. Tapi bukankah ini belum larut malam? Bukannya Raya sering pulang kerja jam segini?” Raya terus berjuang memberikan penjelasan agar sang ayah tak membawanya ke suatu tempat.

“Diam kamu, Raya! Kamu anak yang tidak berguna, lebih baik ayah jual saja dengan seseorang yang mampu memberikan ayah banyak uang!”

Hah!

Perkataan dari sang ayah membuat Raya tak habis pikir, apa maksudnya dengan dijual?

“Yah, apa Raya salah mendengar hal ini? Ayah akan menjual Raya?”

Dreet!

Ponsel pria itu bergetar dan ia segera menerima telpon, “Iya Tuan saya sudah mengajak putri saya di depan gudang garam di dekat rumah.”

Pergelangan tangan Raya masih dipegang erat dengan sang ayah, ia berusaha keras untuk melawan agar dirinya bisa terlepas. Tapi apa daya kekuatan fisik Raya saat ini begitu lemah, terlebih ia seharian menangis membuat kondisinya tak stabil.

“Yah, Raya mohon kepada Ayah. Jangan jual Raya kepada seseorang. Raya janji akan bekerja dengan giat agar bisa memberikan uang kepadamu, Yah.”

Pria itu menunjuk kasar ke wajah sang putri dengan giginya digertakkan. “Hey, anak tak berguna kamu harusnya berterima kasih kepadaku. Kamu aku jual kepada pria kaya raya yang bisa membiayai hidupmu dengan baik!”

Mata Raya memerah tak henti-hentinya ia memohon kepada pria yang ada di depannya itu untuk membatalkan apa yang sang ayah lakukan. 

Tak disangka, nasib naas menghampirinya begitu saja. Belum selesai masalahnya dengan sang mantan kekasih dan sahabatnya, kini ia harus dihadapkan masalah besar. Ia tidak bisa berpikir apakah ia akan bahagia hidup bersama pria yang akan membelinya itu?

Mobil mewah berwarna hitam menyinari Raya dan pria tersebut.

“Selamat malam Pak Arif, saya akan menjemput Nona Raya atas perintah Tuan Moise,” ucap salah satu pria yang mengenakan jas serba hitam.

Raya terlihat kebingungan, ia setiap detik melirik ayahnya lalu ke arah pria berjas hitam tersebut.

Dengan sopan dan santun, ayah Raya yang bernama Arif itu memberikan Raya segera kepada anak buah Tuan Moise.

“Pak Iful, ini putri yang saya janjikan. Semoga dia bisa memuaskan Tuan Moise,” ujar Arif dengan menunjukkan giginya begitu bahagia ketika melihat sang putri yang segera dibawa.

Maksudnya bisa memuaskan? Kepala Raya rasanya ingin meledak!

“Yah, Raya mo ...”

Arif segera memotong ucapan sang putri, ia mendelik seakan mengisyaratkan Raya untuk tidak berbicara sepatah kata apa pun.

“Baik kalau begitu, saya akan membawa Nona Raya ke kediaman Tuan Moise. Selamat malam Pak Arif, semoga Anda selalu sehat.”

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Suky Anjalina

Suky Anjalina

next 🥰

2023-07-05

0

Sri Lestari

Sri Lestari

Paling dulu bpknya saat lahir gak diazani tp dicacimaki makanya tuanya gak ada adab otaknya tertinggal 🤯🤬

2023-04-05

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 71 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!