Biasanya Natan akan murka bagaikan seorang iblis penguasa neraka seperti Dewa Hades di mitologi Yunani. Namun, kali ini Natan malah ingin mengeluarkan air itu dan kembali melirik Daniel yang sudah keringat dingin.
Hah!
Pewaris tunggal tersebut lalu meninggalkannya tanpa sepatah kata apa pun dan hal ini membuat Daniel semakin bingung dengan sikap atasannya tersebut.
Heh?
“Kenapa Pak Natan selow seperti itu ya? Biasanya ia akan marah besar kalau aku melakukan tindakan ceroboh.” Daniel menggaruk-garuk kepalanya, lalu melanjutkan tuturnya seorang diri untuk dirinya sendiri terkait sikap Natan yang benar-benar berbeda, “Tapi salah dia sih, kenapa tidak bertanya terlebih dahulu. Hmm, baru kali ini aku melihat Pak Natan sikapnya aneh, terlambat bekerja, pada saat meeting melamun. Biasanya sepatah kata pun tidak akan terlewatkan jika ia yang memimpin meeting. Wajahnya terlihat lesu dan sepertinya linglung, apakah ada masalah dengan kekasihnya?”
Daniel adalah bawah Natan, sekaligus temannya di kantor ini. Meskipun Natan sangat jarang bercerita mengenai kisah asmaranya kepada siapa pun, tapi tak kadang pria itu juga mengeluarkan unek-unek hanya dengan Daniel saja.
Hmm!
Pria pemilik mata indah sama persis dengan Natan ini masih berpikir, apa yang menyebabkan atasannya itu seperti begini. “Terakhir kali Pak Natan bercerita bahwa ketika dia sakit demam, kekasihnya malah menyuruhnya langsung ke rumah sakit. Kekasihnya tidak mau merawatnya sama sekali, padahal Pak Natan benar-benar butuh perhatian. Hah! Aku tidak paham, mungkin saja hubungan mereka berdua mengalami kerenggangan atau mungkin Pak Natan memiliki wanita lain yang lebih tulus memperhatikannya? Sepertinya ada yang tidak beres ini.” Kira-kira Daniel. Setelahnya ia menggelengkan kepala, tidak lagi ingin berpikir hal yang belum tentu jawabannya.
Ia berencana untuk melontarkan pertanyaan setelah acara meeting selesai. “Aku akan bertanya sedetail mungkin, siapa yang bisa membuat seorang Natan Moise seperti ini!” Semangat juang Daniel ingin mengetahui penyebab yang membuat atasannya terlihat bingung sekali.
Sementara Natan yang sejak tadi tidak fokus ia hanya terdiam dan mencoba senormal mungkin. Menegakkan tubuhnya berjalan agar terlihat profesional.
Namun, entah mengapa ketika ia sedang melewati kaca pembatasan yang hampir tidak terlihat dengan pede ia terus melangkahkan kakinya ...
Dubrraak!
Awwgh!
Desisnya sembari memegangi dahi yang mencium pembatas kaca di kantornya tersebut. ‘Apakah ini kaca?’ tanya dalam hati.
Sudah sejak lahir dia sering di ajak kemari dengan sang kakek ataupun ayahnya, baru pertama kali ia sampai tidak mengetahui kaca pembatas yang ada di bangunan besar ini.
Seperti yang dikatakan Daniel, sepertinya ada yang tidak beres dengan Natan!
Sampai-sampai, karyawati-karyawati yang selalu menggemari atasannya itu semua tersenyum tipis melihat tindakan konyol Natan.
Pria yang bernotabase selalu berwajah datar dan begitu dingin, bisa juga melihatkan tingkah ceromohnya di hadapan para bawahannya itu.
Natan hanya bisa menutupi wajahnya yang diletakkan di dahi. Ia benar-benar malu dengan kejadian itu. Telapak kanan Natan sudah tidak terlilit oleh perban, ia sengaja membuka kain steril tersebut agar tidak menjadi pusat perhatian pada saat meeting.
Hah!
Pria dewasa ini menghela napas dan lagi-lagi Raya yang tidak tahu menahu menjadi sasaran. “Gara-gara ada wanita menyebalkan yang sangat ceroboh itu, aku menjadi ikut ceroboh sepertinya!”
Uhuk! Uhuk!
Sedangkan di kamar, tiba-tiba Raya batuk tersedak ketika menyendok bubur ayam yang dibuatkan oleh Ana.
“Kenapa aku tersedak? Kata orang dulu kalau batuk tiba-tiba ada yang sedang membicarakan atau ada juga yang bilang seseorang sedang memikirkanmu. Tapi siapa? Tidak mungkin Der ...”
Seketika ia menghentikan ucapannya itu. Ia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Tidak-Tidak! Aku tidak boleh memikirkan pria yang akan menempuh kebahagiaan dengan seseorang yang dipilihnya. Lagian dia juga akan memiliki buah hati, seharusnya aku mendoakan mereka agar selalu bahagia. Tapi kenapa aku malah terus mengingat seseorang yang tidak pantas aku ingat!” geram Raya yang menghentikan suapan demi suapan itu.
Ia pun menghentikan makanannya, karena ia juga tidak berselera makan sejak kejadian menyakitkan yang bertubi-tubi menghampirinya.
“Aku butuh udara segar! Lama-lama aku akan jatuh lemas jika terus berada di kamar luas ini,” celetuknya lalu meninggalkan kamar sang suami.
Pada saat menyusuri lorong rumah. Raya bertemu beberapa maid yang dengan jelas seperti sedang membicarakan seseorang.
Para maid itu masih asyik mengobrol tanpa tahu Raya ada di belakang mereka.
“Aku masih belum percaya Tuan Muda Natan yang tampan itu mau menikahi wanita buruk rupa seperti Raya? Siapa nama istri Tuan Natan, Raya bukan?”
“Iya aku juga, sayang sekali ya. Aku kasihannya dengan Nona Aurora, mereka kan sudah lama berpacaran tapi Tuan Besar Wiguna tidak pernah menyetujui hubungan mereka berdua. Apa sih yang dilihat dari Tuan Wiguna mengenai wanita kampungan itu!”
“Iya ... iya aku setuju dengan kalian, lebih baik dia itu menjadi pelayan sama seperti kita dari pada jadi Nyonya Besar di sini!”
Meski harga dirinya di injak-injak Raya hanya diam saja. Karena menurutnya tidak ada gunanya untuk melawan semua pandangan orang lain terhadapnya.
Lebih baik diam, jika kita ikut marah atau menghantam satu-satu para mulut julid, sama saja kita seperti mereka! Camkan, sikap elegant adalah seseorang yang mampu mengatur emosi meski rasanya kini ingin memakan seseorang.
“Permisi, saya boleh tanya?” tanya Raya sembari menundukkan kepala kepada ketiga maid itu.
Sontak mendengar ada yang melontarkan pertanyaan, membuat ketiga wanita itu terkejut dan begitu syok karena yang bertanya adalah seseorang yang menjadi topik utama pergibahan mereka bertiga.
Manik mata ketiganya mengembang seperti habis kepergok mencuri barang berharga di rumah ini.
“Ak, anu ... iya Nyonya. Silahkan mau bertanya apa?”
Untuk memecahkan suasana tegang, salah satu maid berupaya seperti tidak terjadi apa-apa.
“Saya mau tanya, apakah Ana ada? Saya ingin bertemu dengannya,” jawab Raya sembari melemparkan senyuman.
“Ah, ada Nyonya. Ana sedang ada di taman belakang, biar saya yang mengantarkan Nyonya ke sana.”
Raya mengangguk dan berucap, “Terima kasih karena sudah mengantarkan saya.”
Baru saja Raya meninggalkan titik itu, dua maid sisanya menghela napas dan mengelus-elus dada karena takut bilamana pembicaraan mereka tadi akan ketahuan. Pikir mereka Raya akan memberitahu Natan, dan bosnya akan murka lalu memecat mereka semua.
“Bagaimana ini? Aku harap dia tidak mendengar pembicaraan kita bertiga,” ujar maid yang terlihat paling muda.
“Iya aku juga berharap, semoga dia tidak mendengarkannya,” timpal temannya yang ikut juga membicarakan Raya tanpa perasaan.
Ketika mereka memasang wajah yang begitu ketakutan, maid senior yang sangat dihormati di rumah ini menghampiri mereka berdua.
“Kenapa kalian memasang wajah seperti itu?”
Salah satunya pun menjelaskan apa yang sudah terjadi. Namun, bukannya memberikan solusi ia malah tertawa terbahak-bahak.
Hahaha!
“Kenapa kalian sampai takut seperti itu? Bukankah semua yang kalian katakan itu memang benar adanya. Ia sama sekali tidak pantas menjadi Nyonya di keluarga ini, ia hanyalah sampah yang akan kembali ke tong sampah nantinya!” tutur Laras yang menyempitkan kedua matanya.
Wajah wanita setengah baya ini sama seperti ibu tiri dalam dongeng yang diadaptasi serial Disney yaitu Cinderella. Yang memiliki ketamakan dan juga rencana tidak baik nantinya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
yelmi
laras itu siapa sih sebenarnya... pembokat j belagu banget
2023-10-14
0
Suky Anjalina
🤭
2023-07-05
0