Apa salahnnya peduli dengan seseorang yang telah memiliki ikatan denganku? Mungkin itu yang sedang dipikiran oleh Raya saat ini.
Ia tidak bisa menjawab seperti itu karena ia tidak mau jika Natan bisa saja melontarkan kata-kata yang membuat hati hancur lagi.
Hmm!
“Saya tidak tahu ini adalah sebuah kepedulian atau tidak, tapi lebih baik jika Anda beristirahat terlebih dulu dan tidak memaksakan diri,” jelas Raya yang menatap Natan dengan tatapan sayu.
Namun beda dengan Natan, ia malah menyempitkan manik mata indahnya itu. Ia menyoroti Raya seperti biasa.
Lalu setelah itu ia memalingkan pandangan, dan beranjak karena kram pada kaki kanannya sudah hilang. “Saya tidak butuh perhatianmu!”
“Untuk beberapa waktu lagi, saya akan minta kepada Papa agar ia mengizinkan kita tinggal di rumah yang dekat kantor,” jelas Natan.
“Memang ada apa, Tuan?” tanya Raya.
Natan melirikkan pandangannya, sembari memakai kemeja.
“Tentu saja agar tidak diawasi dengan Papa dan saya bisa leluasa menyiksamu!” Natan menyondongkan tubuhnya berbarengan mengatakan hal itu.
Raya menundukkan kepala. ‘Dia akan menyiksaku? Tapi aneh kenapa seseorang yang akan menyiksa memberitahu sebelumnya?’
Wanita berusia 27 tahun ini memiliki hati yang begitu tulus dan polos. Sehingga tak kadang ia mendapatkan rasa kecewa dari orang-orang terdekatnya.
Begitu pula sikap dan pendapatnya mengenai Natan, ia merasa suaminya itu tidak akan benar-benar melakukannya.
Natan pun menggerakkan tubuhnya menjauh dari Raya. Namun, karena tangan kanannya diperban ia meminta bantuan istrinya kembali.
“Saya masih belum bisa mengancing kemeja. Jadi kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan saat ini?”
Raya hanya mengangguk, wanita yang memiliki pesona berbeda ini dengan pelan mengaitkan kancing dengan baik.
Karena begitu dekat, Natan memperhatikan wanita ini tapi ada hal yang berbeda. Mata Raya saat ini seperti mengeluarkan sinar yang begitu indah dengan bentuk wajah yang oval.
Uhuk!
Tiba-tiba Natan menutup mulutnya, lalu memalingkan wajah seperti menghindari sesuatu. Karena merasa Natan sedang tidak baik-baik saja, Raya pun bertanya dengan ekspresi yang menampilkan wajah cemas, “Anda kenapa Tuan?”
Natan masih menutup mulutnya menggunakan tangan kirinya. “Sudah jangan banyak tanya, cepat selesaikan tugasmu itu!”
Setelahnya Raya tidak bertanya. Ia terus fokus memasang kancing Natan.
Pria ini selalu berpenampilan rapi, meskipun ia hanya ke kantor untuk mengambil berkas dan bertemu dengan kekasih pujaannya itu.
Tanpa berpamitan, Natan melangkahkan kaki menuju pintu ingin ke luar. Sedangkan Raya masih melihat punggung suaminya sembari melihat jam di dinding menunjukkan pukul 10 malam.
‘Sudah pukul 10, apakah dia akan baik-baik saja? Hmm, kenapa aku harus khawatir dengannya,’ bisik Raya. Meskipun ia menyadari dirinya tidak pantas untuk mencemaskan pria seperti itu, tapi ia merasa jika Natan masih harus istirahat karena penyakitnya kambuh tadi.
Seperti masih diawasi, Natan pun membalikkan badannya dan Raya dengan cepat memalingkan pandangan.
Beberapa menit Natan melihat gerak-gerik Raya yang sengaja menghindari tatapan suaminya. Lalu pria dengan wajah datar itu berkata, “Malam ini mungkin saya tidak pulang. Dan kamu tidak perlu tidur di sofa, tidur lah di kasur saya. Tapi setelah itu saya ingin sprey dan semua bed covernya di cuci!”
Baru saja Raya ingin menjawab, kaki jenjang Natan sudah meninggalkan kamar dan batang hidung tidak kelihatan.
“Saya tidak ingin ti ...,” ucap Raya terhenti ketika menoleh ke arah Natan ternyata suaminya sudah hilang bagaikan makhluk halus.
Hmm!
“Aku pikir dia akan mengizinkanku tidur di kasurnya, tanpa syarat seperti itu. Tapi malahan dia menyuruhku untuk mencuci spreynya dan embel-embel. Apa dia pikir aku ini hewan yang menjijikan sampai menyuruhku mencuci sperynya yang aku tiduri!” gerutu Raya.
Raya sudah memutuskan untuk tidur di sofa, tidak tidur di kasur Natan. Karena menurutnya ia tidak ingin membuat pria menyebalkan itu murka.
Tubuhnya terasa remuk, dan pegal setelah acara pernikahan tadi. Meskipun gaunya simple, tapi gaun pengantin itu agak tebal dan ia juga harus mengenakan pengerat agar tubuhnya terlihat ideal.
Hah!
Raya menghembuskan napas sembari menengadahkan tubuh dan kepalanya di sofa. Ia melihat dinding kamar yang dihiasi penerangan luar biasa.
“Apa yang sekarang harus aku lakukan? Apakah aku akan terperangkap di sini selamanya?”
Pikiran Raya sebenarnya masih sulit untuk melupakan Derwin. Sekelibat bayangan mantan kekasih yang membuat hatinya begitu hancur itu terlintas dalam benak. Sampai membuat Raya harus menggelengakan kepalanya.
“Kenapa dia selalu terbayang dalam benakku, bukannya hubungan kita sudah selesai? Lagian ia juga sudah tidak memiliki perasaan kepadaku. Apa gunanya aku tetap memikirkan seseorang yang mungkin tidak pernah memikirkanku?” gumamnya.
Tapi ...
Ia melamun dan berbisik dalam relung hatinya, ‘Ada buku yang pernah aku baca, katanya seseorang yang belum bisa melupakan seseorang, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. Ada salah satu hati yang merasa terbengkalai atau terluka akibat seseorang tersebut, sehingga orang itu tidak bisa pernah mudah melupakannya.’
Huuusshh!
“Hembuskan lalu keluarkan,” ujar Raya mengatur napasnya beberapa kali. Agar ia bisa menahan emosinya jika mengingat keputusan Derwin di cafe Sofia secara sepihak.
“Tapi kenapa mereka melakukan hal ini, hah?” teriak Raya.
Lalu dengan cepat ia tersadar. Sepantasnya ia berusaha untuk melupakan Derwin, seseorang yang sudah menyakiti hatinya!
“Kenapa sangat sulit untuk melupakan seseorang yang harusnya dilupakan, hah?” Raya menutupi wajahnya, saat ini perasaannya sungguh kacau.
Perasaan Raya kini masih terbelenggu dengan mantannya, sedangkan Natan yang masih bingung dengan perasaannya sendiri.
Pria yang mengendarai kendaraan pribadinya itu memijat-mijat kepalanya saat lampu merah menyala.
Ia berpikir kenapa bisa perasaannya aneh ketika Raya mengancingkan kemejanya tadi. “Sepertinya aku harus berkunjung ke dokter kejiwaan. Mana mungkin wanita itu bisa membuat tingkah ku sampai salah tingkah seperti tadi. Aah, tidak mungkin! Dia hanya wanita kampungan yang dijodohkan Papa. Lagian dia bukan lah tipeku sama sekali, karena aku yakin dia memiliki hal terselebung di balik ini!”
Tiiiiinn!
Natan benar-benar tidak fokus, sampai-sampai lampu hijau yang telah menyala sejak tadi tak dilihatnya.
Lalu ia menekan gas pedal agar mobilnya melaju.
“Aku kenapa sih? Kenapa memikirkan wanita itu?!”
Sampainya di kantor, ia mengambil beberapa berkas dan segera menuju ke apartemen Aurora, kekasihnya.
Ting! Nong!
Beberapa saat, wanita pemilik tinggi 165 dengan tubuh ideal yang begitu menggoda memeluk manja kekasihnya. “Sayang, aku menunggumu daritadi.”
Tidak seperti biasa, Natan hanya tersenyum tipis dan ia pun segera masuk ke dalam. Menyadari hal itu Aurora menanggapi, “Kamu kenapa Sayang?”
Natan menggelengkan kepala pelan, “Maaf Bee. Aku sedikit lelah, dan penyakitku kumat tadi.”
Hah?
“Lalu siapa yang merawatnya? Apakah wanita kampungan itu?” tanya Aurora tak terima.
Natan pun menatap kekasihnya, sedikit mengkerutkan dahi. Dalam hatinya pun berbisik, ‘Seharusnya dia mengkhawatirkan keadaanku saat ini, kenapa dia malah khawatir mengenai siapa yang merawatku?’
“Kamu tahu kan ada banyak pelayan di rumahku. Aku di bantu mereka,” jelas Natan yang sengaja berbohong. Tidak mungkin pria ini berkata jujur, ia tidak ingin Aurora kecewa.
“Kamu tidak bohong kan?” Aurora malah terus menghakimi Natan.
Hmm!
Natan duduk di sofa lalu ia pun melontarkan sebuah pertanyaan, “Sepertinya kamu tidak akan khawatir mengenai kesehatanku, Bee. Bagaimana benar jika wanita itu yang merawatku?”
Wanita itu pun menatap Natan tajam, wajahnya tampak merah ingin marah.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Suky Anjalina
makanya jangan cinta buta kamu natan
2023-07-05
0