Tanpa pikir panjang Suginan mendekat kearah jendela, ia sempat memeriksa jarak jatuh kebawah. Beberapa detik kemudian langsung saja Suginan mengangkat kedua kakinya dan loncat kebawah.
Gubraak!
Suginan mendarat diatas tanaman pinggir tembok. Rasa sakit dikaki sudah tidak dihiraukan, dengan tertatih tatih ia bergerak kearah sebuah penutup lobang dari kayu. Sekali angkat Kotak penutup kayu itu terbuka, ternyata seperti ada sebuah lobang berukuran pas satu badan turun kebawah.
Laki laki itu turun dengan memegangi sebuah tali yang tergantung ditembok rupanya memang telah disiapkan seseorang sebelumnya untuk bisa turun kebawah.
Sampai dibawah ia berjalan keujung lobang dibawah tanah kearah sebuah tangga dari bebatuan diujung sebelah sana. Ia naiki tangga itu keatas dan ternyata diatas ada sebuah penutup dari kayu. Dengan sekali dorong ia telah keluar dan muncul dijalan raya.
Ia menekan angka 666 pada ponselnya, hujan kala itu tambah deras turun, dan malam menjadi gelap gulita, beberapa lampu Jalan tidak sanggup menerangi Jalan.
Ia merasakan kakinya sudah mulai membengkak, namun Suginan tidak peduli. Sadarnya untuk kabur meninggalkan daerah itu. Sekali Kali ia menoleh kearah belakang.
"Jalan kearah pom bensin diujung jalan, saya akan jemput setengah jam lagi. Tunggu disana" ucap seseorang diponsel sebrang sana.
Suginan mengangkat kearah baju keatas leher dan berjalan dengan cepat dibawah guyuran air hujan.
...~...
"Habiskan peluru kalian! Jebol pintu itu!' Teriak Pak Bira sambil merunduk runduk mendekati Tim Melati.
Sekitar lima belas peluru mereka tembakkan kearah pintu dimana Asmoro bersembunyi dibelakangnya.
Tubuh Asmoro bergetar ketakutan, ia kalap dan kalang kabut.
"Stop! Stop Saya menyerah!!" teriaknya dari dalam kamar.
Asmoro melemparkan pistolnya kelantai diluar tanda ia telah menyerah.
Pak Bira mendekat kearah pintu sambil tetap mengacungkan pistolnya, langkahnya diawasi tim Melati dari tangga.
"Keluar dari kamar!" teriak pak Bira.
Pelan pelan pintu yang sudah banyak lobang karena terjangan peluru terbuka. Asmoro keluar satu tangan kiri ia angkat keatas.
Pak Bira mendekat dengan pistol masih diarahkan ke Asmoro. Ketika jarak sudah dekat tiba tiba saja tangan kanan Asmoro mengeluarkan pisau belati dan menghujam kedada Pak Bira.
Dhar Dhar!
Pistol pak Bira menyalak, 2 peluru tepat mengenai dada Asmoro. Laki laki berambut panjang itu terpental kebelakang, tubuhnya menabrak daun pintu dan roboh. Darah segar kini mengalir keluar dari luka tembakan didada Asmoro.
Masih dengan pistol kearah depan pak Bira bergerak dengan menundukkan tubuhnya. Matanya bergerak melirik kekiri kanan, mengawasi keadaan sekitar situ.
Patriot dan Bakir Juga bergerak maju, mereka mendobrak pintu kamar dan menemukan tubuh Asmoro yang terkapar dilantai.
"Hei! Masih hidup!" teriak Patriot.
Patriot mendekatkan kepalanya kearah wajah Asmoro, telinganya didekatkan kemulut Asmoro.
"Siapa bosmu?" bisik Patriot.
"Hehe..kalian semua akan mati! Lord Karatzi akan...akan membunuh kalian" Setelah mengatakan itu Asmoro memhembuskan nafas terahir, ia mati dengan kedua Mata melotot.
"Aku mau periksa semua ruangan! Kita berpencar kalau semua aman, pak Patriot tolong call Polsek terdekat" ucap Pak Bira.
"Baik..setelah itu kita bergabung dengan pak Dario diluar" ucap Bakir.
...~...
"Buk! Kabar buruk! Kita terkepung! Tawanan semuanya lepas!" teriak Suginan ditelepon.
"Hah!! Kamu dimana? Bagaimana dengan yang lainnya?!" Ratna kaget mendengar laporan Suginan.
"Saya selamat lewat terowongan bawah tanah, sekarang sedang menunggu jemputan dari pusat..lainnya tewas!" Ucap Suginan sambil menggigil kedinginan berdiri dibawah sebuah pos satpam disebuah pom bensin.
"Waduh! Lord Karatzi akan murka! Cilaka!! Oke, aku akan bicara dengan lord Karatzi, tunggu perintahku selanjutnya!"
Tidak lama kemudian sebuah kendaraan Toyota Fortuner berwarna hitam mendekat dan pintu penumpang terbuka.
"Masuk cepat!" terdengar suara dari dalam mobil.
Tanpa ragu Suginan masuk dan mereka meninggalkan tempat itu dengan kecepatan tinggi.
...~...
"Bakir dan kamu Patriot, bantu Sumanjono! Bawa dia kemobil! Saya kekamar samping. Pak Narto cek kamar diujung sana, Biarkan Ridwan menyisir lantai bawah!" perintah Pak Bira.
Satu persatu kamar kamar dirumah itu mereka periksa. Dari sekian kamar Ada satu ruangan yang isinya berbeda. Yautu kamar yang diperiksa oleh pak Narto.
Sebelum ia memasuki kamar diujung lorong lantai atas itu pak Narto sebetulnya sudah merasakan keanehan. Baunya berbeda, seperti bau dupa yang pekat dan sekaligus menyengat.
Pintu dibuka pelan pelan, ketika ia memasuki kamar itu nampak gelap gulita tidak Ada satu cahayapun. Dengan sorotan lampu ponsel ia masuk sambil menodongkan pistol kedepan.
Tombol lampu ditembok ditekan, kini pak Narto bisa melihat dengan jelas bentuk kamar itu. Matanya langsung tertuju kepada sebuah tempat tidur diujung ruangan.
Ia menoleh kearah dinding sekeliling kamar, perutnya jadi mules melihat bercak darah menghiasi seluruh dinding.
Langkah kakinya hampir tergelincir, ternyata lantai juga dibasahi cairan entah cairan apa sehingga menjadi licin begitu. Ia terus mendekati tempat tidur.
Mulut pak Narto menganga ketika melihat kasur tempat tidur itu lepek basah oleh bercak darah. Langsung saja ia mengontak Ridwan dan pak Bira.
"Ridwan, kalau sudah selesai cepat kekamar paling ujung, ada yang mengerikan disini" ucap Pak Narto.
"Pak Bira, kalau sudah lekas kesini..Ada yang menakutkan disini" katanya lagi kepada pak Bira.
Ditepi tempat tidur ia menemukan satu borgol tangan yang dikaitkan kebesi tempat tidur.
Pak Narto berjalan mengelilingi tempat tidur kosong itu dan berhenti ujung, ia memejamkan mata dan mencoba meresapi ada apakah dikamar ini.
Dalam pemantauan alam astral, Pak Narto melihat bahwa disinilah terjadinya pembantaian kepada para korban. Ia kaget melihat sosok wanita setengah tua sedang sekarat terikat ditempat tidur, ia memohon agar jangan dibunuh. Diujung dekat pintu masuk berdiri 2 laki laki dan seorang wanita semuanya telanjang bulat.
Pak Narto kembali dikagetkan dengan hadirnya sosok tinggi besar berwarna hitam dimana ketika ia berdiri kepalanya harus ditundukkan agar tidak kena langit langit atap kamar. Badannya besar,tangannya panjang ia mempunyai semacam sayap yang dilipat kebelakang tubuhnya.
Sosok itu mendekat kearah tempat tidur, wanita tua itu meronta ronta dan menangis. Tiba tiba tangan kanan sosok mengerikan itu merobek perut wanita itu dan menarik isinya. Dengan kahao ia memakai. Dan mengunyahnya, wanita malang itu langsung mati. Darah berceceran disekitar lantai tempat tidur.
"Kamar apa ini??!" terdengar suara Pak Bira dipintu.
Pak Narto membuka kembali matanya dan menoleh kearah pak Bira yang hendak masuk.
"Awas! lantainya licin! pelan pelan saja" teriak pak Narto.
Tidak lama Ridwan juga hadir, kembali oak Narto memperingati.
"Suasananya tidak sehat..tempat apa ini?" Tanya pak Bira.
"Disinilah tempat pembantaian korban korban tidak bersalah..ini adalah tempat tidur dimana mereka mengikat korban"
"Iiiih banyak sekali bercak darah"
"Saya melihat dengan mata bathin sendiri, ada 3 orang 2 laki laki dan 1 wanita berdiri telanjang fidekat pintu yang menyaksikan bagaimana korban terbunuh" kata pak Narto.
"Ya Allah..siapakah pembunuhnya!!"
"Saya menyaksikan adanya satu sosok mengerikan, kemungkinan anak iblis yang datang dan membunuh sekaligus memakan is tubuh korban"
Tiba tiba ponsel Pak Bira berdering.
"Halo pak! Bagaimana disana?"
"Pak Dario, semua kamar sudah kita periksa tidak ada lagi penyerang mereka semua mati, tapi kita menemukan sebuah kamar penyiksaan" jawab pak Bira.
"Baik! Pak semuanya turun kebawah, kita tinggalkan tempat ini sekarang dan atur langkah kita dari tempat lain, tutup pintu gerbang dan kemobil sekarang"
"Siap!"
...∆∆∆∆∆...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments