Rasa lelah yang semula Leo rasakan akibat jatlag nyatanya tidak lagi dirinya rasakan saat sampai di rumah dan bertemu dengan sang istri yang begitu dirinya rindukan itu yang ternyata juga tengah merindukannya padahal selama beberapa hari berjauhan dan hanya bertukar kabar lewat telepon atau pesan singkat, Luna selalu mengelak jika ia bertanya bahkan perempuan itu selalu menampakan wajah datar saat melakukan video call dan selalu mengomel di saat dirinya melayangkan godaan.
Dulu ia mengira bahwa menikah dengan sahabat sendiri itu akan terasa aneh, tapi ternyata ini justru menyenangkan Leo mensyukurinya sekarang. Seperti yang pernah ibunya bilang bahwa cinta akan hadir dengan seiring berjalannya waktu dan Leo merasakan itu, di tambah lagi dengan status sebelumnya adalah sahabat jadi, tidak sulit untuk jatuh cinta pada Luna, perempuan yang menjadi istrinya kini. Sejak dulu mereka memang dekat, banyak waktu yang di habiskan bersama walau tidak selalu berdua, tapi setelah menikah kini Leo baru menyadari tentang perasaannya yang mungkin saja sudah ada sejak lama, tapi tidak dirinya sadari.
Jam padahal sudah menunjukan pukul lima pagi tapi Luna dan Leo malah lanjut tidak tidur dan hanya duduk di kasur bersandar pada kepala ranjang sambil saling berpelukan, melepas rindu yang membuncah dengan saling bercerita tentang waktu yang mereka habiskan hampir sepuluh hari ini tanpa satu sama lain.
Leo jelas bahagia saat mengetahui dan mendengar langsung dari istrinya itu betapa dia merindukannya. Hatinya seolah tergelitik ribuan kupu-kupu dan aliran hangat mengalir dengan lancarnya. Sekarang tidak ada lagi kecanggungan bahkan tidak ada lagi jaim-jaim atau malu-malu untuk mengakui. Luna, istrinya sudah bisa terbuka dan mengutarakan perasaannya, tentu saja itu membuat Leo terlonjak bahagia. Dan dengan mendengar itu membuat rindunya yang selama beberapa hari ini ia tahan terobati.
Mungkin kata-kata yang menyatakan bahwa ‘akan terasa bila sudah tiada’ itu benar adanya karena Leo dan Luna merasakan itu. Kebersamaan memang untuk menumbuhkan rasa tapi kepergian sejatinya memang untuk menyadari perasaan itu sendiri dan di saat di pertemukan kembali maka hubungan akan terjalin lebih indah, tanpa ada lagi yang di tutup-tutupi dan membuat sepasang insan semakin dekat.
“Ayah bilang kita akan pindah ke rumah baru setelah kamu pulang, berarti hari ini kita langsung pindah dong?” Luna mulai membahas soal kepindahan mereka. Dapat ia rasakan bahwa suaminya itu mengangguk.
“Sekarang kayaknya, gak tahu besok,”
“Tapi kalau sekarang kan kamunya masih cape baru pulang,” ucap Luna sedikit khawatir.
Leo tersenyum lembut, mengecup kening istrinya singkat. “Gak apa-apa kok karena lelah ku hilang begitu lihat kamu.”
“Ish, gombal!” Luna memukul pelan dada bidang suaminya. Leo terkekeh dan mengelus rambut istrinya dengan lembut.
Matahari sedikit demi sedikit mulai menampakan diri, membuat Luna dan Leo sadar bahwa hari sudah mulai beranjak. Bias itu menembus celah-celah gorden tapi meskipun begitu hawa dingin tetap keduanya rasakan.
Luna melepaskan diri dari pelukan Leo, duduk tegak dan meraih ikat rambut di atas nakas, mengumpulkan rambut kecoklatannya itu menjadi satu lalu ia ikat sembarang membuat beberapa helai rambutnya keluar tapi Leo akui bahwa istrinya terlihat cantik saat ini.
“Kamu mau kemana?”
Luna yang baru mendaratkan kakinya di lantai menoleh pada Leo yang tengah menatapnya dengan alis terangkat. “Mau bikin sarapan untuk kamu.”
Leo yang mendengar itu pun ikut turun dari tempat tidur, membuka gorden juga jendela kemudian menyusul Luna kekamar mandi untuk memcuci muka dan juga gosok gigi setelah itu keluar dari kamar berjalan menuju dapur. rumah masih sepi dan mereka tahu bahwa kedua orang tuanya masih pada tidur, hanya ada Bibi yang menjadi ART di rumah ini yang tengah bersih-bersih.
“Mau di masakin apa?” Luna menoleh pada suaminya yang mengekor saat sudah sampai di dapur.
“Emang kamu bisa masak?”
Pertayaan yang di ucapkan dengan nada merendahkan itu membuat Luna mendengus kesal, dan segera membuka lemari pendingin dan mengambil beberapa bahan makanan yang akan dia olah menjadi masakan untuk menu sarapan dirinya, Leo juga kedua mertuanya.
Tidak lagi menanyakan keinginan sang suami, Luna mulai memotong bawang, sayuran dan beberapa bahan lainnya sedangkan Leo ia suruh untuk mencuci beras. Walau sambil mencuci beras Leo tetap memperhatikan istrinya yang dengan cekatan mengayunkan pisau, memotong semua bahan yang di butuhkan untuk masakannya. Tak terasa senyumnya mengembang, menyaksikannya.
Selesai mencuci dan menanak nasi, Leo duduk di meja makan masih menyaksikan istrinya yang tengah serius berkutat dengan peralatan dapur di depan kompor. Tidak lama Wisnu dan Melinda pun ikut bergabung duduk bersama Leo. Pria setengah baya itu sudah rapi dengan stelan kerjanya sedangkan Melinda masih menggunakan daster rumahannya yang terlihat sederhana.
“Ada yang bisa Bunda bantu gak, Nak?”
Luna yang mendengar suara itu pun menoleh dan mmeberikan senyum manisnya kea rah kedua mertuanya. “Gak usah Bunda, sebentar lagi juga selesai kok.”
Melinda tersenyum mendengar itu tapi dirinya tetap bangkit dan mengambil cangkir untuk membuatkan suaminya kopi juga susu vanilla untuk anak dan menantunya dan teh mint untuk dirinya sendiri.
Satu persatu menu sarapan terhidang di meja makan mulai dari tumis kangkung, orek telur buncis, dan cumi pedas manis dan itu semua tentu membuat ketiga orang yang duduk di sana tergoda dengan bau wangi dari masakan tersebut. Keluarga Leo memang sejak dulu di biasakan untuk sarapan nasi, itu karena Melinda yang memang gemar memasak sejak muda dulu.
Memang lebih enak sarapan dengan nasi dan lauknya bukan, dari pada sarapan dengan roti yang hanya mengenyangkan beberapa saat saja? Luna ikut duduk di samping suaminya mengalas nasi juga lauknya untuk sang suami dan setelah itu barulah ia mengalas untuk dirinya sendiri.
“Enak,” puji Wisnu melahap makanannya dengan senyum mengembang, tidak jauh berbeda dengan Melinda yang juga ikut memuji masakan menantunya itu.
“Ck. Biasa aja,” kata Leo di tengah kunyahannya. Luna cemberut mendengar itu.
“Biasa aja tapi kok bisa selahap itu makannya?” cibir Wisnu mendelik malas.
“Karena lapar, Yah makanya lahap.”
“Ck, alasan!”
Luna melongo setiap kali suaminya itu meminta dirinya untuk menambah nasi juga lauk kedalam piring Leo. Dalam hati jelas Luna mencibir tapi walaupun begitu ia tetap mengulas senyum dan memberikan apa yang suaminya itu inginkan. Ia bahagia suami dan juga mertuanya menyukai masakannya.
Leo makan dengan begitu lahapnya bahkan sampai tiga kali laki-laki itu minta tabah bahkan sisa lauk yang ada di piring pun Leo lahap hingga habis meskipun perutnya sudah penuh, membuat semua yang ada di meja makan mengelengkan kepala. Luna sejak SMA dulu memang sudah tahu bahwa laki-laki itu memang banyak makan jadi sudah tidak heran lagi.
“Bilangnya biasa aja, tapi piring sampai mengkilat gitu kamu jilatin, Le,” lagi cibiran Wisnu berikan, dan Leo menanggapinya dengan cengengesan tak berdosa.
“Sayang kalau di buang, Yah.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Anny cell
doyan ap laper bang lele....😂😂😂😂
2021-05-20
0
euis Lesmana
ko aku baru sadar iya kalo pak suami persis si leo,bilang biasa ajj masakan istri tapi kalo belum 3 porsi belum mau berenti makan nya 😅😅 ga nafsu makan ajj habis 2 porsi 😁😁
2021-02-27
2
SimboLon Hayati Nur
jail banget leo
2021-02-18
0