Sudah sepuluh hari berlalu, tapi Leo belum juga pulang, itu membuat Luna semakin merana di tambah lagi dengan tidak adanya kabar dari laki-laki itu sejak kemarin hingga saat ini.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Luna belum juga merasakan kantuk padahal seharian tadi cukup di buat lelah dengan beberes mengemasi pakaiannya dan pakaian Leo juga beberapa barang lainnya yang masih mereka butuhkan.
Ayah mertuanya bilang bahwa beliau sudah membelikan rumah untuk mereka berdua tinggal tepat bersebelahan dengan rumah milik Lyra-Pandu. Tentu saja ia bahagia karena setidaknya disana ada Lyra yang akan menjadi teman di kala sepi atau bosannya saat tidak ada Leo seperti saat ini.
Waktu nyatanya terus saja berputar dan kini sudah menunjuk di angka dua dini hari, Luna sedari tadi tidak bosannya mengecek ponsel berharap ada satu saja panggilan atau sekedar pesan singkat dari sang suami. Tidak hanya menunggu, tapi juga ia sudah berkali-kali menghubungi Leo yang tidak juga mendapat jawaban dari laki-laki itu.
“Lo kemana sih, Leo! Gak tahu apa kalau gue kangen? Lo sendiri yang bilang kalau lo bakalan kangen banget sama gue, tapi kenapa malah gak ada kabar gini coba!”
Luna melempar sembarang ponselnya pada ranjang. Posisinya yang semula berbaring kini duduk meremas seprai dengan kuat untuk menyalurkan kekesalannya juga rindu yang semakin tidak bisa dirinya tahan. Lagi ia melirik pada ponsel yang sama sekali tidak menyala, sepi bagai kuburan.
Kembali membaringkan tubuhnya Luna berusaha memejamkan mata, hari sudah beranjak pagi, dan ia tidak ingin mertuanya bertanya-tanya dengan keadaannya yang pasti akan terlihat mengenaskan karena kurangnya tidur juga kegalauan yang dirinya rasakan
Tidak lama Luna terpejam dan dapat ia rasakan sebuah kecupan di kening juga bisikan selamat tidur. Mengerjapkan mata berkali-kali dalam ke gelapan di kamar yang sepi ini seolah Luna melihat bayangan sosok Leo yang tengah tersenyum manis dengan wajah yang berada tepat di depan wajahnya.
“Apa sebesar itu kerinduan gue sampai dia muncul di mimpi gue?” Luna bertanya pada dirinya sendiri.
“Apa cuma halusinasi gue aja?” lagi Luna bertanya pada dirinya sendiri saat senyum Leo bertambah lebar di hadapannya.
Cup. Satu kecupan Luna rasakan di bibirnya, hangat dan ini benar-benar terasa nyata. “Arrgghh! Kenapa gue jadi mimpiin dia segala coba?”
Luna bangun dari tidurnya langsung duduk seraya mengacak rambutnya frustasi juga memukul kepalanya saat bayangan wajah tampan Leo masih dirinya lihat. Lagi Luna melayangkan pukulan di kepalanya sampai sebuah tangan menahan pergerakannya. “Jangan sakiti diri kamu, sayang. Kamu gak mimpi, tidak juga berhalusinasi karena aku memang nyata ada di hadapan kamu saat ini.”
Suara itu jelas Luna kenal karena memang itu yang Luna rindukan, bukan hanya suaranya tapi juga sosoknya. Tangannya yang bebas ia gerakan untuk menyalakan lampu yang duduk di atas nakas samping ranjangnya dan sedikit pencahayaan dari lampu tidur tersebut kini Luna dapat melihat wajah tampan suaminya yang tengah tersenyum, beralih menatap tangannya yang di cekal dan disana tangan hangat itu nyata menyentuhnya.
“Apa harus gue percaya bahwa ini bukan mimpi?” gumam Luna yang ia tujukan pada dirinya sendiri. Cekalan tersebut terlepas membuat Luna yang semula percaya bahwa itu nyata dan senyum sudah akan terbit nyatanya harus begitu cepat surut saat bayangan wajah tampan suaminya kembali menghilang dalam kegelapan.
Cklek
Luna memejamkan matanya, mengerjap beberapa kali kemudian membuka matanya dengan perlahan suasana yang semula gelap kini berubah menjadi terang dan sosok itu berada di depannya tengah tersenyum namun dapat Luna artikan bahwa itu bukanlah senyum manis bukan pula senyum hangat melainkan senyuman yang mendekat kearah mengejek.
“Apa sudah selesai bermimpi dan berhalusinasinya, sayang?” nada mengejek itu terdengar menyebalkan di telinga Luna. Perempuan cantik itu tidak bergerak, matanya menatap lurus kearah laki-laki tinggi yang tengah berdiri di sisi ranjang dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.
“Kamu kok bisa ada disini?” pertanyaan bodoh yang malah keluar dari mulutnya.
“Karena urusanku di sana sudah selesai.”
“Jadi aku gak lagi mimpi?” dalam hati Luna terus merutuki mulutnya yang lagi-lagi melayangkan pertanyaan bodoh.
“Apa segitu kangennya kamu sampai gak bisa bedain mana mimpi dan mana nyata? Sini deh biar aku buat kamu sadar.”
Entah sadar atau tidak karena kini Luna benar-benar mendekat, seolah terhipnotis ia menghampiri laki-laki di hadapannya masih menatap lurus pada manik mata pria itu dan ‘cup’ bukan hanya kecupan saja yang laki-laki itu berikan tapi juga sebuah lumatan kecil, hanya berlangsung beberapa detik kemudian terlepas dan sebuah cubitan di pipinya yang cukup keras membuat Luna menjerit dan ia sadar bahwa ini benar-benar nyata.
“Aw, sakit Leo!” jerit Luna menepis tangan Leo yang masih berada di pipinya. Laki-laki itu tertawa dan melepaskan cubitannya, sedangkan Luna melayangkan tatapan kesal, juga mendaratkan pukulan-pukulan kecil pada dada bidang laki-laki yang menjadi suaminya itu.
“Aishh, nyebelin banget sih, kenapa pulang gak bilang-bilang coba? Kenapa juga gak ada hubungin aku dari kemarin? Kamu jahat Leo! Aku benci, benci pokonya benci!"
Luna terus mendaratkan pukulan pada dada Leo yang tentu saja membuat pria itu meringis sakit namun tidak ia hiraukan karena rasa bahagianya lebih mendominasi saat ini dimana wanita yang ia nikahi dua minggu ini kini menangis dalam pelukannya.
“Segitu kangen kamu sama aku sampai nangis gini?” mendapat anggukan dari Luna membuat Leo semakin mengembangkan senyumnya dan membalas pelukan istrinya dengan erat.
“Hebat, ya Rindu bisa bikin kamu bodoh kayak tadi,” Leo terkekeh geli mengingat perlakuan istrinya sebelum ini. Benar-benar terlihat bodoh karena bisa-bisanya perempuan itu tidak bisa membedakan mana nyata dan mana mimpi.
“Ish, diam deh, Le jangan bahas itu lagi.” Dengus Luna kesal. Kekehan geli tidak juga bisa Leo hentikan.
“Padahal aku masih ingat loh waktu iu kamu bilang gak akan kangen sama aku, tapi kok seka… aw, aw, sakit sayang,”
“Makanya udah diam jangan godain aku terus,” ucap Luna melepaskan tangannya yang mencubit keras perut Leo.
“Kenapa pulang gak bilang dulu?” masih dengan nada kesal Luna bertanya.
“Kejutan!” jawab Leo dengan senyum mengembang dan kedua tangan yang ia rentangkan.
“Aish, kejutan apa kayak gini?” dengus Luna yang malah melipat kedua tangannya di depan dada juga membuang muka enggan menatap Leo.
“Jadi gak senang nih aku pulang? Gak ada pelukan selamat datang apa? Padahal aku kangen banget loh sama kamu makanya cepat-cepat pulang dan saking buru-burunya sampai gak sempat charger ponsel,”
“Bodo amat!”
“Yakin nih gak kangen sama aku? Ya udah, aku pergi lagi aja deh,” ucap Leo seraya berbalik hendak melangkah namun terhenti oleh sebuah pelukan erat yang diberikan Luna menerbitkan senyum Leo.
“Jangan pergi lagi, please. Kita baru nikah loh, masa iya akunya di tinggal lagi, kamu tahu kan kalau rindu itu berat? Jangan buat aku menanggungnya karena aku gak sanggup apa lagi tanpa kamu.”
“Manis banget sih ucapannya, bikin gemas dan buat aku tambah cinta," ucap Leo yang kembali membalikan tubuhnya menghadap sang istri yang masih memeluknya.
“Jadi sekarang udah cinta nih?” goda Luna.
“Eh, emang barusan aku bilang gitu ya?” Leo bertanya dengan polos membuat Luna yang semula tersenyum langsung kembali cemberut bahkan kini melepaskan pelukannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
melia
emhessss dech
2020-10-28
3
Nay nay M
sukses leo
2020-09-15
2
xk_ekga🤓
aaaa gemessss
2020-07-28
1