Sahabat Yang Kunikahi
Leo menaiki BMW hitam milik sang ayah yang baru saja sampai di parkiran depan bandara. Seminggu yang lalu ayah-nya itu memaksa agar dirinya pulang. Tidak lain dan tidak bukan karena alasan perjodohannya dengan perempuan yang hampir enam tahun ini menjadi sahabatnya, yang sudah di sepakati kedua belah pihak keluarga beberapa bulan yang lalu, sebelum kabar ini di sampaikan pada Leo.
Wisnu tidak perduli dengan penolakan yang dilayangkan anak semata wayangnya itu dan tetap memaksa agar Leo pulang, ditambah dengan dukungan Melinda yang juga antusias menyambut perjodohan anaknya.
“Jangan cemberut terus, Bang wajah tampan kamu jadi berkurang, tuh,” goda Melinda saat Leo baru saja menghempaskan tubuhnya di jok belakang saat sebelumnya memasukan koper yang di bawanya ke dalam bagasi.
“Bodo ah, Abang kesal sama Ayah sama Bunda juga!” jawab laki-laki berambut kecoklatan yang kini mengenakan kaos polos putih di padukan dengan jaket bomber berwarna hitam yang tidak di sleting, juga celana jeans hitam yang robek di bagian lutut. Laki-laki itu cemberut dan membuang muka ke samping jendela. Enggan menatap kedua orang tuanya.
“Harusnya kamu itu bahagia, Bang, Papa jodohin kamu sama perempuan yang udah kamu kenal, bersahabat pula.” Wisnu membuka suara, tatapannya masih fokus pada jalanan dengan tangan yang sibuk di atas stir mobil.
“Ya, meskipun perempuannya udah Abang kenal, tapi 'kan Abang gak punya perasaan apa-apa, Yah, sama Luna. Kami hanya bersahabat, dan itu murni!” bantah Leo membela diri. Wisnu hanya mengangguk-anggukan kepala tanpa membalas lagi ucapan sang putra.
“Cinta itu hadir karena terbiasa, Bang. Saat ini kamu memang tidak mencintai dia, tapi siapa yang tahu besok atau lusa rasa itu mulai tumbuh,” Melinda menatap lembut sang putra yang masih menampilkan wajah cemberutnya.
Sisa perjalanan diisi dengan keheningan, karena Leo yang masih saja merajuk kepada kedua orang tuanya.
Satu jam kemudian Wisnu sudah memasuki komplek perumahannya, membunyikan klakson agar satpam membukakan gerbang rumah dan kemudian menghentikan mobilnya saat sudah sampai di pekarangan rumah.
Leo turun lebih dulu menutup pintu mobil dengan sedikit membanting membuat Melinda terkejut. Pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa bahkan meninggalkan kopernya di dalam bagasi.
“Anak kamu itu, kalau marah kayak anak kecil.” Ujar Melinda pada suaminya. Kedua orang paruh baya itu menggelengkan kepala kemudian dengan saling bergandeng tangan masuk ke dalam rumah.
Leo masuk ke dalam kamarnya, membantingkan tubuhnya ke atas tempat tidur yang sudah lama tidak ia tempati. Nyaman. Itu yang pertama kali Leo rasakan di tengah lelahnya akibat perjalanan jauh.
Hari memang masih siang tapi rasa kantuk juga lelah membuat Leo akhirnya memejamkan mata, tertidur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dulu.
Melinda hanya menggelengkan kepala saat melihat anaknya sudah terbaring nyenyak di atas tempat tidur, bahkan tanpa melepas sepatu yang sedari tadi di kenakan. Melangkah pelan agar tidak membuat suara yang akan membangunkan sang putra. Melinda melepas sepatu dari kaki Leo, menatap wajah lelah yang begitu ketara, kemudian mengecup sayang kening anak semata wayangnya itu sebelum meninggalkan kamar Leo dan membiarkan anaknya untuk istirahat.
“Besok aja, Yah di bicarakan lagi dengan anakmu itu, sekarang biarkan Leo istirahat dulu,” ucap Melinda pada suaminya saat baru saja mendaratkan bokong di sofa samping sang suami yang tengah menonton siaran berita di televisi.
Wisnu mengangguk setuju dengan usulan sang istri. Merangkul dan menyandarkan kepala Melinda bersandar di dadanya dan kecupan ia daratkan di puncak kepala sang istri.
Usia boleh tua, tapi keharmonisan sebuah keluarga wisnu utamakan. Meski sibuk dengan pekerjaannya, Wisnu tidak pernah melupakan keluarga yang di cintai, bahkan di tengah kesibukannya itu Wisnu meluangkan waktu untuk menjemput sang putra semata wayang yang ia paksa pulang dari Amerika, tempat dimana anaknya menuntut ilmu.
Malam menjelang, Leo masih saja lelap dalam tidurnya, Melinda kembali ke dalam kamar bernuansa abu-abu yang kini gelap gulita akibat lampu yang belum di nyalakan. Melangkah masuk, menyalakan lampu juga menutup gorden kemudian duduk di sisi ranjang milik Leo.
“Bangun Bang, udah malam, kamu harus makan dulu,” Melinda sedikit menggoncang tubuh Leo hingga sang empunya bergerak terganggu.
“Bangun, sayang kamu harus makan dulu, ini sudah malam,” lagi Melinda mengguncang tubuh Leo.
Mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya yang baru saja terbuka. Mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, Leo merentangkan kedua tangannya ke atas, menggeliat.
“Mandi sana, setelah itu turun untuk makan malam. Ayah sama Bunda tunggu di meja makan.” Leo hanya membalas dengan anggukan sebelum akhirnya Melinda keluar dari kamar anaknya itu.
Setelah dirasa kesadarannya sudah kembali sepenuhnya, barulah Leo turun dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tidak butuh waktu lama, karena kini laki-laki tampan yang memiliki perut kotak-kotak itu sudah segar. Kebiasaan yang harus kalian tahu bahwa Leo begitu suka sekali bertelanjang dada sehabis mandi bahkan sejak kecil kebiasaan itu seperti sudah mendarah daging hingga saat ini.
Setelah merasa badannya sudah kering barulah Leo mengambil baju kaos lengan buntung dari lemari besarnya, kemudian keluar dari kamar dan melangkahkan kaki menuruni anak tangga menuju ruang makan dimana orang tuanya sudah menunggu.
“Selamat malam Ayah, Bunda,” sapa Leo seraya duduk di kursi yang berada di samping Melinda. Meja makan yang cukup diisi oleh delapan orang itu nyatanya selalu diisi oleh mereka bertiga.
“Malam juga, sayang.” Balas Melinda dan Wisnu bersamaan.
Melinda menyendokkan nasi, mengisi piring kosong suaminya kemudian mengisi piring Leo. Bergantian juga memberikan lauk yang di inginkan dua pria tercintanya sebelum mengisi piring miliknya sendiri.
Ketiganya makan dengan tenang, sesekali di selingi obrolan yang di dominasi oleh Melinda yang selalu bertanya tentang bagaimana keseharian anaknya di Negara orang. Leo yang memang selalu terbuka pada keluarganya menceritakan bagaimana dirinya di Amerika sana, bahkan sampai perempuan yang mengejarnya pun tidak lepas dari cerita Leo.
Sesekali orang tuanya tertawa saat menemukan kelucuan dari cerita sang anak semata wayang. Wisnu meski memiliki tatapan tajam dan pebisnis yang bisa di bilang cukup disegani banyak orang, tapi ketika bersama keluarga dia akan berubah menjadi sosok hangat yang membuat keluarganya nyaman. Tapi meskipun begitu tetap saja perintah Wisnu adalah hal mutlak yang tidak bisa siapa pun ganggu gugat termasuk soal perjodohan yang telah disepakati dengan rekan kerjanya, yang kali ini akan melakukan kerja sama besar.
Leo, meskipun anak satu-satunya dari pasangan Wisnu-Melinda yang bisa di bilang masuk dalam jajaran anak orang kaya, tidak bisa begitu saja mendapatkan apa yang di inginkannya, Leo di manja oleh ibunya, tapi dia juga di didik mandiri, bertanggung jawab dan tegas oleh ayahnya meskipun yang lebih sering terlihat adalah Leo yang Manja dan petakilan.
“Kamu mau, ya, menerima perjodohan ini?” bujuk Melinda saat mereka bertiga sudah pindah tempat ke ruang keluarga sambil menonton tayangan televisi.
“Emangnya Abang bisa nolak, Bun? Abang cukup tahu gimana watak Ayah, apa lagi kalau udah nyangkut kerja sama besar. Anak sendiri, satu-satunya pula jadi tumbal! Masih 21 tahun di kawinin. Huhh, apalah daya Abang yang hanya bisa nurut meskipun pengen banget cempulungin Ayah ke empang,” ucapan pasrah Leo membuat Melinda mengulas senyum. Wisnu menepuk bangga pundak anak semata wayangnya, meski cukup kesal mendengar kata terakhir yang terlontar dari mulut anaknya itu.
“Abang emang deh kesayangan Bunda!” pekik bahagia Melinda tersenyum lebar. Leo hanya menghela napas pasrah.
“Bunda tuh dari dulu sebenarnya pengen banget nikahin kamu, Bang. Bunda iri sama keluarga Om Leon, mereka sudah mau punya cucu aja. Bunda juga gemas lihat Lyra sama Pandu yang di usia muda dan masih imut-imut itu udah mau nyandang gelar orang tua.” Dengan wajah cemberut dan sedih Melinda menyampaikan perasaannya.
“Udah, gak usah cemberut lagi, 'kan Abang udah setuju jadi, keinginan Bunda sebentar lagi tecapai, oke?” Melinda mengangguk senang mendengar ucapan anaknya.
Meski anak satu-satunya, tapi Melinda bangga karena Leo adalah anak yang penurut, tidak pernah membangkang meski awalnya selalu menggerutu memberi protes penolakan atas keinginan orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Kepiting Cina
astaga anak siapa itu woy😂
2022-05-28
0
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
suka hubungan yg humble
2022-04-14
0
noera
huala ini leo tmnnya lyra sma pandu y
2022-02-02
0