Sepulang dari bandara, Luna langsung pamit ke kamar pada kedua mertuanya untuk istirahat juga meratapi kesedihannya karena di tinggal Leo. Padahal baru berjalan tiga hari usia pernikahannya, tapi entah kenapa sudah membuat Luna merasa terbiasa dengan keberadaan Leo dan sekarang ia merasa sepi dan kehilangan karena tidak ada sosok Leo yang selalu mengganggu dan membuatnya sebal.
Leo bahkan mungkin masih berada di atas udara, tapi rasa rindu itu sudah Luna rasakan. Ia jadi bingung pada dirinya sendiri yang jelas-jelas bahwa benaknya selalu mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki perasaan apapun pada laki-laki itu, tapi entah kenapa hatinya tidak pernah sejalan.
Menghirup aroma Leo yang tertinggal di bantal yang selalu laki-laki itu gunakan membuat setidaknya sedikit rasa rindu Luna terobati dan bisa membuat ia tenang sampai tanpa sadar matanya terpejam dan larut dalam dunia mimpi.
Melinda yang tiba-tiba masuk berniat mengajak menantunya untuk membuat kue, urung karena melihat perempuan cantik itu tengah tidur. Senyum terbit di bibir Melinda saat melihat menantunya yang tertidur sambil memeluk bantal Leo.
“Ck, awalnya pada nolak untuk di nikahkan, tapi lihat sekarang baru di tinggal beberapa jam saja sudah rindu. Dasar kebanyakan gengsi!” Melinda menggeleng-gelengkan kepala kemudian terkekeh geli dan meninggalkan kamar Leo membiarkan menantunya itu tertidur.
Entah sudah berapa lama Luna tertidur karena saat matanya terbuka, hari sudah mulai gelap. Yang pertama dilakukannya adalah meraih ponsel yang ada di nakas dan mengeceknya. Namun Luna harus menelan kecewa karena tidak ada juga pesan atau telpon yang masuk dari orang yang tengah di rindukannya.
Turun dari ranjang Luna menurup gorden dan menyalakan lampu kemudian masuk kedalam kamar mandi dengan lesu. Tiga puluh menit kemudian Luna keluar dari kamar mandi sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya walau masih saja wajahnya itu cemberut dan langkahnya tidak semangat.
Tok tok tok
“Lun, kamu sudah bangun?”
Suara ketukan juga suara sang ibu mertua terdengar, menghentikan aktivitasnya yang tengah mengeringkan rambut basahnya. Luna berjalan dan membuka kan pintu untuk ibu keduanya. Di sana Melinda berdiri dengan senyum lembutnya yang menular pada Luna.
“Masuk Bunda,” ucap Luna mempersilahkan.
Melinda menggeleng. “Gak usah Nak, Bunda kesini mau ajak kamu makan malam,” ucapnya dengan senyum yang masih terukir.
Luna menatap jam di dinding kamarnya, memang sudah waktunya makan malam. Meringis pelan perempuan cantik itu menatap tak enak pada ibu mertuanya. “Bunda maafin Luna gak bantu Bunda masak,” sesalnya.
“Gak apa-apa, ada Bibi kok yang bantu Bunda. Ya sudah, Bunda ke bawah duluan ya, nanti kamu nyusul.” Luna mengangguk.
Dengan cepat ia mengeringkan rambutnya dan menyisir kemudian keluar dari kamar tidak lupa kembali menutup pintunya. Berjalan menuruni anak tangga dan menyusul kedua mertuanya yang ia yakini tengah berada di ruang makan.
“Selamat malam Ayah, Bunda,” sapa Luna dengan ramah.
“Malam juga, Nak. Sini duduk,” Wisnu menepuk kursi yang bersebelahan dengannya.
Luna menurut dan duduk di kursi yang di tunjuk sang Ayah mertua. Melinda mulai mengisi piring suaminya dan juga anak mantunya dengan nasi kemudian mengisi pirngnya sendiri. Tidak lupa Luna mengucapkan terima kasih yang di balas anggukan kecil juga senyum hangat oleh Melinda.
“Kamu makan yang banyak, Nak jangan ragu dan canggung. Walau Leo tidak ada, tapi tetap saja kamu bagian dari keluarga Bunda sama Ayah jadi, anggap lah kami seperti orang tuamu sendiri dan anggap lah ini rumah kamu juga.” Wisnu menjelaskan saat melihat kecanggungan dari menantunya itu. Luna hanya menganguk pelan sebagai jawaban.
“Ayah, Bunda apa Leo sudah ada hubungi kalian?” ragu Luna bertanya. Wisnu dan Melinda saling berpandangan untuk beberapa detik kemudian menatap Luna yang terlihat tidak berselera dengan makanan di depannya.
“Kenapa memang, Nak?” Luna menggelang pelan mendengar tanya sang Ayah mertua. Jujur saja ia masih gengsi juga malu jika bilang bahwa dirinya merindukan Leo saat ini.
“Berapa jam sih, Yah perjalanan Indonesia ke Amerika?” kembali Luna bertanya karena ia benar-benar tidak tahu dan tadi pagi pun tidak sempat bertanya pada suaminya itu.
“Sekita 19 jam paling cepat, tapi bisa juga sampai seharian.”
Helaan napas kecewa Luna keluarkan dan itu tidak lepas dari pandangan kedua orang tua Leo. Wajah cantik itu terlihat semakin lesu dan makanan yang ada di depannya hanya di aduk-aduk. Wisnu juga Melinda sama-sama melayangkan senyum penuh arti. Paham dengan keadaan sang menantu yang ya, bisa di katakan bahwa wanita muda itu tengah merindukan anaknya.
Melinda dan Wisnu tidak lagi bertanya dan melanjutkan makannya, sesekali melirik ke arah menantunya yang masih saja mengaduk-aduk makanannya menatap tidak selera dan wajahnya pun terlihat begitu lesu. Wisnu hanya geleng-geleng kepala merasa geli dengan anak mantunya yang jelas ia tahu bahwa perempuan cantik itu sejak tahu mengenai perjodohan ini begitu mentang dan menolak di nikahkan dengan Leo, melirik jam yang ada di pergelangan tangannya kemudian bangkit lebih dulu dan berjalan meninggalkan ruang makan.
Luna membantu Melinda mencuci piring bekas mereka makan, membereskan meja makan setelah itu barulah meninggalkan dapur dan berjalan menuju ruang tengah. Awalnya Luna ingin langsung masuk ke kamar, tapi Melinda membawanya untuk menonton televisi membuat Luna tidak enak untuk menolak. Di sana sudah ada Wisnu, duduk di sofa panjang dengan kaki yang di lipat, tersenyum saat melihat menantu dan istrinya datang.
“Kenapa masih lesu aja sih, Nak?” Wisnu bertanya saat Luna baru saja mendaratkan pantatnya di sofa sebalah Melinda yang duduk di sangping suaminya.
“Gak apa-apa, Yah cuma sedikit gak enak badan aja,” kilah Luna beralasan.
“Kamu sakit, Yang?”
Mendengar suara lain yang begitu ia kenal membuat alis Luna naik. Ia tahu bahwa suara itu muncul dari ponsel, tapi Luna tidak mendapati keberadaan ponsel itu.
“Yang, kamu baik-baik aja kan? Jawab dong. Kamu sakit?” suara panik itu terdengar lagi. Wisnu yang tahu bahwa menantunya mencari keberadaan ponsel segera meletakan benda persegi yang semula di pegangnya itu ke atas meja.
“Sejak kapan Ayah telpon Leo?”
“Yang? Luna? Kok gak jawab sih, kamu sakit?”
“Kamu jawab tuh suami kamu, dia khawatir kayaknya.” Titah Wisnu yang di angguki Luna dengan cepat. Meskipun masih bingung, tapi Luna segera meraih ponsel Ayah mertuanya dan mematikan mode speaker.
“Aku baik-baik aja kok, Le.”
“Kamu yakin, barusan aku dengar loh kamu bilangnya gak enak badan? Atau gak enak badan gara-gara rindu aku?” terdengar nada menggoda dari ucapannya yang membuat Luna mendengus walau dalam hati ia membenarkannya.
“Dihh geer banget, siapa juga yang kangen kamu. Aku malah senang gak ada mahkluk yang nyebelin model kamu.” Dustanya.
Ucapan dan kenyataan memang berbanding kebalik, karena lihat lah, Luna sekarang tengah tersenyum dan kembali terlihat bersemangat beda dengan beberapa waktu lalu yang begitu lesu wajahnya. Wisnu dan Melinda yang berada di sisi perempuan itu saling pandang, tersenyum penuh arti.
“Haha. Masa sih gak kengen? Padahal aku kangen loh sama kamu pengen banget cepat pulang dan peluk kamu. Tahu gak kalau rindu ini menyiksaku?”
Wajah Luna memerah mendengar ucapan suaminya. Walau lewat telpon tapi tetap saja berhasil membuat Luna meleleh. Dan beruntungnya laki-laki itu tidak dapat melihat rona di pipi Luna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
harusnya ikut itung haneymoon Thor adeuh
2022-04-15
0
SimboLon Hayati Nur
knp Luna ngk ikut sexan bln madu😂
2021-02-18
0
Keyvania Eleanor
uhh senangx pux mertua yg pengertian bnget kek mreka...kyak serasa ortu sndri,klopun suami gk cinta klo dpt mertua kek gini,kyakx mmpu hadapi semua cobaan,krn klo mertua yg gk suka,bisa jdi msalh yg kecil jdi besar bhkan bisa ruyam RT jga...
2020-05-22
10