“Ya udah, aku matiin. Bye sayang, baik-baik di sana, awas kalau macam-macam!” peringatan bernada ancaman itu membuat Luna mendengus namun tak dapat ia bohongi bahwa hatinya menghangat.
Setelah sambungan di tutup dan Luna menyimpan kembali ponselnya di atas meja, Lyra si ibu hamil yang kini menjadi teman kesepian Luna yang di tinggal suami. Ya, sejak pagi tadi memang dirinya memutuskan untuk main ke rumah Lyra megingat dirinya di rumah Leo pun kesepian karena tidak ada kegiatan dan teman karena Melinda ternyata ada acara bersama teman-teman arisannya. Jadi lah siang ini Luna berada di rumah Lyra dan langsung di tanyai tentang malam pertamanya dan berakhir dengan bertukar kabar dengan Leo lewat telpon.
“Pengantin baru manis banget sih, bikin gue iri,” Lyra melayangkan godaan membuat pipi Luna memerah malu.
“Dulu waktu awal nikah, Pandu boro-boro semanis itu! Yang ada dia malah nyakitin.”
Meringis kecil Luna pun merasakan perih di hatinya saat mengingat dulu sahabatnya yang secara terang-terangan di khianati oleh suaminya. Itu juga yang menjadi alasan Luna enggan menikah di usia muda dan menolak perjodohan yang di lakukan orang tuanya.
“Udah lo gak usah ingat-ingat lagi yang dulu, Ra. Sekarang yang lo harus lakuin itu bersyukur karena laki lo secinta dan sesayang itu sama lo. Apa lagi sekarang udah mau punya bayi, gue sampai gak nyangka lihat kebahagian yang terpancar di kedua mata Pandu semenjak tahu lo hamil.”
Dan dalam hati Luna pun mengharapkan itu. Semoga tidak ada krikil yang sama yang pernah menimpa sahabatnya karena Luna tidak yakin bahwa dirinya bisa setegar Lyra.
“Perasaan lo gimana sama Si Lele sekarang?” Lyra bertanya.
Luna jelas bingung mau menjawab apa karena dirinya pun masih belum yakin dengan perasaannya sendiri. Dan hanya gelengan kepala yang bisa Luna berikan saat ini. “Gue juga gak tahu, Ra. Gue belum yakin.”
“Apa yang buat lo gak yakin?” kembali Luna menggelengkan kepalanya.
“Apa Leo udah mengakui perasaannya terhadap lo?” lagi Lyra melayangkan pertanyaan.
Luna mengangguk kali ini dan itu cukup membuat senyum di bibir Lyra mengembang. “Tepatnya saat pernikahan bahkan belum genap 24 jam. Waktu itu Leo bilang kalau dia sayang sama gue, dan perasaannya itu mulai tumbuh sejak pertama kali dia memutuskan untuk menerima pernikahan yang orang tua gue dan orang tua dia buat. Dia gak maksa gue untuk membalas saat itu juga karena dia juga sadar bahwa perasaannya pun belum lebih dari sekedar sayang.”
Luna dapat melihat sahabatnya itu mengangguk. Sedangkan dirinya menghempaskan punggunya pada sandaran sofa, benaknya kembali mengulang kejadian dua hari lalu dimana suaminya jujur mengenai perasaannya, tingkah manis dan konyolnya sampai dimana kepergiannya saat di bandara terus menari di benaknya yang membuat Luna merasakan rindu itu lagi.
“Leo itu laki-laki baik, Lun. Mungkin lo tahu sedikit banyak tentang dia, tingkahnya memang menyebalkan, so-soan berlaku kayak playboy goda sana goda sini, tapi gak ada satu pun yang laki-laki itu jadikan pacar,” Lyra terkekeh geli begitu juga dengan Luna. “Mana ada seorang playboy, tapi gak punya mantan?” Luna mengangguk, membenarkan.
“Meskipun lo baru tinggal beberapa hari sama Leo, gue yakin lo sudah tahu bagaimana sebenarnya laki-laki sableng itu?”
“Manja!” seru Luna yang diangguki Lyra. Keduanya tertawa.
“Si Lele sejak dulu manja sama Bunda dan Ayah, padahal dia laki-laki,” kembali Lyra terkekeh geli.
Luna mendengarkan dengan seksama, ia yakin bahwa Lyra lebih tahu segalanya tentang Leo karena mereka sudah bersahabat sejak kecil, apa lagi mengingat betapa dekatnya mereka selama ini membuat Luna dulu sempat mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih.
“Lo jangan cemburu kalau dulu gue sempat suka sama Si Lele, Lun!”
Cepat Luna menggeleng. “Gue gak cemburu. Lagian itu kan dulu, gue tahu perasaan itu sudah lama pudar jadi gak ada yang mesti buat gue cemburu, kecuali kalau sekarang lo naksir dia dan berniat rebut dia dari gue!"
Lyra tertawa saat melihat delikan tajam Luna. “Sorry dia bukan tipe gue lagi.”
“Tapi apa gak ada perempuan di Amerika yang kecantol sama Leo, ya Ra?”
“Mungkin banyak, tapi Leo penah bilang kalau dia gak suka cewek bule. Jadi lo tenang aja, Lun.”
Luna mengangguk, ya semoga saja apa yang di ucapkan Lyra memang benar, tapi tetap saja Luna merasa cemas, takut ada salah satu di antara sekian banyaknya perempuan disana ada yang membuat Leo tertarik, Luna tidak tahu harus bagaimana jika itu benar terjadi.
“Jangan parnoan Lun, lo percaya aja sama laki lo. Ingat hubungan itu di awali dengan sebuah kepercayaan. Jika lo sendiri tidak bisa mempercayai suami lo maka ketidak percayaan itu lah yang akan dengan perlahan menyakiti lo.”
Yang di ucapkan Lyra memang tidak salah, tapi jujur saja Luna masih merasakan kecemasan itu. Ia takut Leo memiliki perempuan lain di sana apa lagi mengingat Leo tadi bilang bahwa dia harus tinggal beberapa hari lagi disana.
Berkali-kali Luna menengok ponselnya mengecek kalau-kalau ada pesan dari suaminya, tapi lagi-lagi ia harus menelan kekecewaan karena tidak di dapatinya satu pun pesan yang masuk dari suaminya. Dan apa yang dilakukannya itu tidak lepas dari pandangan Lyra yang tanpa Luna sadari tengah mengulas senyum penuh arti.
Lyra tahu bahwa sahabatnya telah memiliki perasaan itu pada Leo, terlihat jelas matanya yang sayu, seolah tidak ada semangat dan sorot ke khawatiran pun jelas terliat di sana. Hanya butuh waktu untuk dia menyadari perasaan itu, dan Lyra yakin bahwa itu tidak akan lama.
“Gue pamit pulang ya, Ra gak enak sama mertua kalau main kelamaan,” pamit Luna seraya mengambil kunci mobil yang tergeletak begitu saja di atas meja.
“Ck, gak enak sama mertua apa kerana mau ngegalau di kamar melukin bantal Leo?”
Luna mendnegus kesal mendengar cibiran sahabatnya itu yang sayangnya memang itu yang ada di pikirannya saat sebelum memutuskan untuk pulang. Mengabaikan cubiran Lyra, Luna berjalan keluar setelah mencium pipi kiri sahabatnya yang tengah hamil itu, melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata menuju rumah orang tua Leo.
Hanya membutuhkan waktu lima belas menit dan Luna sudah sampai di pekarangan rumah besar milik orang tua suaminya. Mobil yang mengantar Ibu mertuanya ternyata belum datang itu berarti Melinda belum pulang padahal hari sudah menunjukan pukul 15:35.
“Aish, kemana sih tuh orang gak ada juga hubungin gue, gak tahu apa kalau gue cemas? Kenapa juga gue gak tahu perbandingan waktu di Amerika sama disini jadi, gak tahu kan masih siapa apa udah malam di sana! Argghh, bego emang!” makinya pada diri sendiri.
Luna melangkah masuk kedalam kamar mandi yang ada di kamar Leo setelah sebelumnya mengambil baju ganti dan juga handuk dari dalam lemari.
“Kenapa juga perasaan gue jadi aneh gini? Tanggung jawab lo, Le karena udah buat perasaan gue gak karuan gini. Argghh! Leo cepat pulang dong, gue kangen.”
Air mata nyatanya tidak lagi bisa Luna tahan karena kini bendungan itu sudah meluncur begitu lancar membasahi pipinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Dira Putri Jr.
jadi ingt pas baru nikah 3 bulan,di tinggal suami merantow di tambah ngikut mertua ya Alloh tiap hari aku nangisss😭😭😭😭😭 Apun deh😂😂😂
2021-06-10
0
Gisela M Jein
ufpfvx
2021-05-16
0
Wanda Winda
asikk
2020-09-07
0