Luna berada di dapur bersama Melinda, menyiapkan untuk makan malam nanti. Sedangkan Leo dan Wisnu berada di teras belakang depan kolam renang, mengobrol santai sambil bermain catur. Kegiatan sore yang selalu keduanya lakukan di kala ada waktu luang.
“Yah, sebentar lagi Abang harus kembali kuliah. Luna gimana? Masa Abang harus ninggalin istri Abang?” di tengah permainan caturnya Leo menyampaikan apa yang sedari kemarin dirinya pikirkan.
“Besok kamu akan kembali ke Amerika, Bang…”
“Loh kok cepat banget? Kuliah Abang baru masuk dua minggu lagi loh, Yah? Abang masih pengen nikmatin pernikahan …”
“Ck! Makanya kalau orang tua lagi bicara itu dengar dulu sampai selesai bukan malah main potong seenaknya!” Wisnu mendelik pada anak semata wayangnya yang kini cengengesan.
“Ya maaf, Abang keburu panik, hehe.”
Wisnu mendengus kesal juga geli melihat anaknya yang sekarang malah tidak ingin kembali ke Negera tempat laki-laki itu menuntut ilmu padahal saat Wisnu dan Melinda memintanya untuk pulang dan menyetujui perjodohannya begitu gentar Leo melayangkan penolakan sampai beralasan bahwa banyak tugas yang tidak bisa di tinggalkan demi menghindar.
“Kamu kembali kesana untuk mengurus kepindahan kuliah kamu sekaligus membereskan dan membawa pulang barang-barang kamu yang masih tertinggal disana, Bang.” Jelas Wisnu yang masih tetap fokus pada papan catur di hadapannya.
“Maksud Ayah, Abang pindah lagi kesini? Kuliah di indo?” Wisnu menjentikan jarinya dan mengangguk.
“Kenapa gak Luna aja yang ikut Abang pindah ke Amerika?”
“Biaya di Amerika mahal, Bang jangankan untuk kalian berdua, biaya kamu sendiri aja Ayah sudah harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit jumlahnya.” Leo mencebikan bibirnya mendengar penuturan sang Ayah.
“Mode pelitnya muncul.” Cibir Leo pelan, tapi tetap saja dapat Wisnu dengar dan langsung melayangkan getokan pada kepala anaknya itu.
Saat hari sudah mulai gelap, Wisnu dan Leo masuk kedalam rumah menghampiri istri masing-masing yang ternyata sudah menyelesaikan aktivitas masaknya. Leo celingukan di dapur mencari Luna, tapi sayang, dia tidak mendapati perempuan cantik itu disana, di ruang tamu, teras depan dan ruang tengah pun tidak ada, akhirnya Leo naik kemarnya dan tidak juga mendapati Luna disana. Namun saat hendak kembali keluar dari kamar suara air yang keluar dari sower terdengar dari arah kamar mandi. Leo tersenyum menebak bahwa istrinya sedang mandi.
Duduk bersandar di kepala ranjang, Leo menunggu Luna selesai mandi sembari memainkan ponsel di tangannya. Tidak lama pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah Luna yang sudah berganti pakaian dengan setelan rumahan, jeans selutut dan kaos bergambar panda lengan pendek. Terlihat sederhana bahkan mungkin orang-orang tidak akan percaya bahwa Luna adalah anak dari seorang Lukman si pebisnis kaya tidak beda jauh denganWisnu.
Leo turun dari ranjang mengabaikan ponselnya di atas kasur dan berjalan menghampiri Luna yang kini duduk di depan meja rias, Leo mengambil handuk yang tengah di gunakan Luna untuk mengeringkan rambut basahnya, mengambil alih kegitan tersebut yang membuat mata Luna membelalak dan mencoba merebut kembali handuknya.
“Udah diam ya, sayang biar suamimu ini yang keringkan rambut basah kamu.”
“Tapi gu … aku bisa sendiri, Le. Biar aku aja,”
Dengan cepat Leo menggelengkan kepalanya dan terus melanjutkan mengusap rambut basah Luna menggunakan handuk. Perempuan itu hanya bisa menghela napas pasrah dan membiarkan suaminya melakukan apa yang di inginkan laki-laki itu.
Setelah dirasa sudah setengah kering dan tidak ada lagi air yang menetes Leo mengambil sisir yang tergeletak di atas meja rias, dengan telaten pria itu merapikan rambut sepunggung Luna yang acak-acakan kemudian mengembangkan senyum, merasa puas dengan hasilnya.
“Cantik.”
Luna tersenyum mendengar pujian yang di berikan suaminya itu, tapi dengan cepat menetralkan dan menyembunyikannya sebelum Leo menyadari itu. Pernikahannya baru berjalan hari kedua, walau begitu sikap manis Leo tidak bisa Luna elak kan bahwa dirinya baper, tapi ia tidak ingin suaminya tahu bahwa dirinya senang dengan perlakuan yang laki-laki itu berikan. Ia hanya merasa ini terlalu cepat untuk mengartikan semua ini sebagai rasa yang baru karena dengan jelas pikirannya mengatakan bahwa Leo hanyalah sekedar sahabatnya meski kenyataan status mereka sudah berubah.
“Lun,” panggil Leo yang hanya di balas Luna Dengan deheman.
“Aku sayang sama kamu,” ucap Leo menatap tepat pada manik mata Luna yang berada dalam bayang cermin. Karena posisinya yang masih sama yaitu berdiri di belakang Luna yang duduk di kursi rias.
“Ma-maksudnya?” Luna tergagap melayangkan tanya dengan masih menatap bayangan laki-laki itu di cermin.
“Boleh kan aku sayang sama kamu? Sebagai istri, bukan sahabat seperti sebelumnya.”
“Apa tidak terlalu cepat?” meskipun hatinya terlonjak bahagia, tapi tetap saja ini terlalu cepat mengingat usia pernikahan mereka yang bahkan masih dalam hitungan 48 jam.
Luna memang menginginkan pengakuan dari suaminya, tapi bukan berarti dalam waktu secepat ini. Luna hanya tidak ingin apa yang di utarakan Leo sekarang hanya bersifat sementara dan nanti di saat dirinya sudah mulai membalas, laki-laki itu justru menghianatinya atau lebih parahnya lagi meninggalkannya. Luna tidak menginginkan itu.
“Apa tidak boleh?” Leo melayangkan tanya balik.
Dengan cepat Luna mengelengkan kepalanya. “Bukan gitu, aku hanya tidak ingin nantinya kamu berubah pikiran di saat aku sudah mulai membalas perasaan itu.”
Luna memilih untuk jujur. Ya, karena baginya itu penting untuk memulai sebuah hubungan. Menunduk yang bisa dirinya lakukan saat ini. Luna tidak berani menatap Leo, ia masih ragu juga takut.
Leo menyentuh pundak sang istri, berjalan sedikit dan memposisikan diri berada di depan Luna. Berlutut di depan perempuan cantik yang masih menundukan kepalanya itu kemudian meraih tangan Luna dan menggenggamnya erat.
“Tatap aku Lun,” titah Leo yang di turuti oleh perempuan cantik itu.
“Sajak aku memutuskan untuk pulang kenegara ini memenuhi keinginan Ayah dan Bunda, sejak itu pula aku menetapkan hati untuk menerima kamu dan belajar menyayangi juga mencintai kamu. Cukup lama bukan kita bersahabat?” Luna menganggu kecil, matanya masih menatap tepat di mata coklat Leo. “Tidak sulit untuk menumbuhkan rasa itu dalam hati aku Lun, karena kenyataannya sedari dulu kita memang dekat, meski tanpa di dasari oleh rasa suka sama suka…”
“…kamu tahu, aku tidak sama sekali terpaksa menikahi kamu karena sebelum itu terjadi aku sudah mulai memiliki perasaan itu untuk kamu. Aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku akan berusaha untuk terus mempertahankan rasa yang saat ini aku miliki dan bahkan mungkin ingin ku tambah dengan rasa lain yang akan berakhir dengan rasa cinta. Sekarang kamu boleh ragu, dan mungkin rasa takut itu kamu miliki tapi tolong beri aku kepercayaan untuk meraih kamu.”
Luna di buat haru oleh setiap kata yang keluar dari mulut Leo. Wanita memang selemah ini bukan jika berkaitan dengan perasaan? Begitu juga dengan Luna yang sejatinya adalah seorang perempuan yang baru pertama kali mendapat perlakuan manis juga kata-kata romantis yang terdengar tulus dengan sorot mata serius. Coba siapa yang tidak akan meleleh? Yang jelas bukan Luna, karena saat ini dirinya tengah merasakan hati yang berbunga dan air mata yang menetes entah sejak kapan. Juga perasaan hangat yang menjalar, tapi satu pertanyaan yang ada di benak Luna saat ini. Haruskah ia memberikan kepercayaan itu kepada Leo?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
r
i
2021-04-09
0
Imas Tuti
Leo aku padamuh lah.....lope sekobon cabe Leo 😍😍😍😍
2021-02-08
2
Miv jannah
suka semua ceritanmu thor;)sungguh!!
bhs dan kata" nya simpel padat jelas jd enak bacanya,,
semangat author;)
2020-05-04
10