CHARLOTTE : Merak Putih Yang Terluka
“Penggal!”
Seru seorang ratu yang tersanjung di negeri ini. Rambutnya yang bergelombang panjang berwarna perak berkilau terkena sinar baskara yang telah mencapai titik kultivasinya.
Netra sang ratu menatap tajam disertai kebencian yang mendalam terhadap seorang pria yang memohon kepadanya diselingi air mata buaya.
Kedua tangan sang ratu perak menggenggam dengan kuat. Namun, ia berusaha untuk tetap tegak menghadap sang dewi kebenaran. Kini, dialah pemegang kekuasaan tanah penuh pengkhianatan.
Dagunya sedikit terangkat. Ia tak gentar sedikit pun. Setiap aksara yang keluar dari bibirnya adalah mutlak. Siapa pun tidak berhak memberontak, bahkan pria yang amat dicintainya pun tidak patut mengatakan sepatah kata.
“Maafkan aku, Charlotte,” pinta pria yang terus menangkupkan kedua tangannya untuk meminta pengampunan meskipun saat ini tubuhnya telah berada di atas tanah, di bawah kaki sang ratu yang memiliki gelar Pavo Cristatus atau Merak Putih.
Namun, luka hatinya tidak pernah sembuh meskipun pria itu terus memohon ampun, dan di bawah kekuasaannya, sebilah pedang mengkilap menjatuhi hukuman kepada pria itu sampai pada akhirnya, darah segar pun mencurat hingga menciprat gaun putih kebanggaan milik sang ratu.
Sekuat tenaga, ratu menahan bulir beningnya yang suci. Ia sudah bertekad untuk tidak membuang mutiara matanya dengan sia-sia hanya karena menangisi pria yang sudah mengkhianati hatinya.
Sementara semua orang menatap dengan mata terbelalak. Negeri yang dulunya damai berubah menjadi negeri penuh kekejaman di bawah kuku sang ratu adikara.
Tidak ada yang berani melawan atau sekadar mengutarakan pendapat. Kekuatan sang Merak Putih melebihi manusia biasa.
Setelah satu kepala menggelinding, Ratu mulai meninggalkan tempat penghakiman dengan menahan luka yang amat perih di hatinya.
Sementara seluruh pengikutnya menunduk acapkali Ratu berjalan melewati mereka. Tubuh bergetar, kuasa telah direnggut. Ratu mulai menutup hatinya yang dulu pernah sehangat mentari, bahkan memberi kehidupan di negeri terpencil yang pernah ia banggakan.
Aura sang Ratu amat disanjung, bahkan tanaman dan hewan yang dilaluinya merunduk penuh hormat terlebih setelah sang Ratu mempertaruhkan perasaannya demi menebas satu pengkhianat negeri.
Namun, hal itu malah membuat Ratu menjadi memenjarakan dirinya, tak percaya lagi bahkan pada rakyatnya sendiri. Luka di hatinya kian melebar.
Ia sudah putuskan bahwa dirinya akan menjadi ratu agung negeri yang dijuluki dengan Everfalls. Menjunjung tinggi dirinya sendiri, jauh dari tanah para pendosa.
Ratu berjalan menuju ke sebuah tanah yang melingkar, sebuah tempat persembahan. Di sekitarnya ada empat gading mengelilingi tempat tersebut, sementara di tengah ada sebuah ukiran sihir sebagai media persembahan.
“Wahai keabadian. Wahai Penjaga Dunia. Amarah. Dendam. Keagungan. Kejayaan.” Bibir Ratu mengucapkan beberapa mantra di setiap perjalanannya menuju ke tempat persembahan.
Seluruh orang terkejut, tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan. Semua mata tertuju pada sang Ratu yang berjalan anggun melewati rakyatnya.
“Hei, jangan bilang Ratu hendak melakukan itu!” Semua orang mulai panik. Berusaha memanggil sang Ratu negeri ini, mencoba mencegah.
Namun, Ratu tidak bergeming. Ia terus merapalkan mantra sementara lingkaran sihir menyala secara perlahan dengan cahaya putih yang begitu cerah.
“Wahai Yang Maha Agung, ampuni segala dosa. Wujudkan kemurkaan ini dan bersatulah denganku.”
Lingkaran sihir semakin memancarkan sinarnya yang menyilaukan. Beberapa orang menutup mata menahan serangan cahaya yang mematikan.
Burung-burung berkicau, harimau mengaum, bahkan kuda-kuda meringkik tak rela dengan tindakan Ratu. Di sekeliling Ratu menjadi kacau, mereka semua tidak mau Ratu melakukan hal ini.
“Tidak, Ratu. Tolong jangan lakukan itu. Jangan tinggalkan kami!” Semua berteriak, menyerukan panggilan agar sang Ratu berhenti mengambil tindakan yang akan membuat rakyat kehilangan kedamaian.
Bahkan tanaman, bunga-bungaan, dan para hewan berusaha menahan kegilaan sang Ratu dengan mendekatinya dan menyerangnya, tetapi Ratu mencegah dengan melemparkan sihir perlindungan sehingga tidak ada yang mengganggu keputusannya kali ini.
Kemudian, Ratu pun mulai mengeluarkan sebuah kristal mengkilap yang selama ini diam-diam disimpan di telapak tangannya hingga kristal berwarna hitam itu sepenuhnya keluar sebesar lemari pakaian. Bahkan, tubuh Ratu saja kalah dengan besarnya Kristal Keabadian yang juga dijuluki dengan Kristal Kutukan.
Ya, kristal tersebut bukan sembarang kristal. Sebuah kristal yang tidak pernah disentuh oleh manusia setelah beratus-ratus tahun lamanya karena siapa pun yang memegangnya, maka akan terkutuk meskipun ia mendapatkan keabadian dan kekuatan super hebat.
“Itu Kristal Keabadian!”
“Ratu, kami mohon jangan lakukan itu!”
“Yang Mulia hentikan!”
“Ratu!”
Semua terus berusaha menghentikan sang Ratu. Kekhawatiran terus membuncah. Namun, sudah terlambat. Ratu telah melakukan perjanjian dengan Kristal Keabadian.
Cahaya hitam pun mulai mengelilinginya hingga mengganti gaun putih kebanggaannya menjadi gaun hitam penuh dengan kebencian. Namun, dari semua ritual itu, sudut mata sang Ratu-lah yang berkata jujur. Air sucinya mengalir meski tertahan sejenak selama ritual terjadi.
Terlambat.
Ya, semua sudah terlambat. Luka hati sang Ratu-lah yang menjadikannya seperti ini. Setelah ritual selesai, perlahan cahaya dari kristal maupun lingkaran sihir pun menghilang, dan... Ratu sudah memakai gaun hitam yang diberikan oleh sang Kristal Keabadian. Kutukan pun dimulai!
Tatapan Ratu kosong. Ia tak mendengar lagi teriakkan para rakyat. Telinga, mata, dan hatinya sudah tertutup untuk selamanya.
Kemudian, dengan kekuatannya yang maha dahsyat, ia mulai menjunjung tanah kebanggaannya. Dari kejauhan, kedua tangannya perlahan mengangkat istana yang menjulang tinggi menuju ke atas langit.
Sontak saja daratan bergetar hebat, semua orang berusaha berlindung dari tanah-tanah sekeliling yang mulai mengamuk. Sementara tanah di istana perlahan naik hingga menembus awan yang begitu lembut. Udara pekat yang menyesakkan pun mengelilingi sekitar.
Kemarahan sang Ratu, bahkan semua yang terjadi, Ratu bukanlah Merak Putih yang suci lagi. Perjanjian ini, membuat kutukan menjadi abadi.
Luka hati yang membuat sang pemilik Berkah tertinggi menutup diri. Sudah tak ada yang mampu melawan lagi. Jika keputusan dibuat, maka itu akan terjadi.
Sang Ratu dengan Berkah Pavo Cristus kini telah mengambil langkah, mengangkat sendiri tanah istana demi berpisah dengan tanah rakyat yang telah melukainya.
Semua ritual sudah selesai. Hingga pada akhirnya, istana kerajaan Everfalls terangkat dan berteman dengan awan-awan di atas sana, meninggalkan tanah pengkhianatan.
Sementara seluruh mata terbelalak, menatap tak percaya pada tindakan Ratu. Beberapa orang bahkan menangis karena telah ditinggalkan oleh sang Ratu. Hati kebanyakan orang menyesal akan keputusan ini.
Tanaman-tanaman di sekitar menjadi kering dan gersang. Beberapa hewan yang tadi memaksa untuk menghentikan Ratu, kini mereka malah tak bergerak sama sekali.
Mau bagaimana lagi, amukan Ratu tidak bisa dihentikan begitu saja. Hanya ada penyesalan yang mendalam, dan masa depan ... entahlah apa yang akan terjadi.
Masih di lingkaran sihir, Ratu menatap kosong para rakyatnya yang masih memohon. Kemudian, cahaya hitam membawanya menghilang secara perlahan.
“Vale,” ucap Ratu yang berarti ‘selamat tinggal’.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments