Tanpa menunggu aba-aba dari Varl, Manu sebagai kuda putih yang paham maksud dari jeritan dan auman singa itu pun bergegas untuk mendarat. Demi menolong makhluk yang sama dengannya, Manu tidak butuh perintah dari Varl. Ia akan bertindak sendiri meskipun Varl setuju atau tidak sebab nurani Manu lebih sigap daripada sang pengembara itu.
Manu terjun dengan kecepatan penuh. Ia membentangkan sayapnya dan berpacu dengan udara untuk terjun menuju ke tanah dan menyelamatkan apa yang bisa ia selamatkan. Sementara di atas punggungnya, Ellena dan Yuya memegang baju Varl yang saat ini juga terkejut dengan tindakan Manu yang terlalu sigap.
Ketiganya berteriak bersamaan, panik. Sementara Ruby berusaha mengimbangi tindakan gegabah dari Manu. Keadaan menjadi kacau.
Varl belum sepenuhnya siap, tetapi Manu sudah bertindak lebih dulu. Teriakan pun menggema di sekitar bukit dan hutan.
Hingga pada akhirnya, mereka pun sampai di daratan. Wajah penumpang Manu tampak pusing, mereka berusaha mengondisikan tubuh yang sempat berperang dengan udara di atas sana tanpa persiapan sama sekali.
“Apakah kita sudah sampai?” tanya Ellena, kepalanya terasa pening. Pakaian dan rambutnya berantakan, bahkan raut wajahnya sekarang seperti tidak bisa ditolong lagi. Begitu pula Yuya dan Varl.
“Ngiik,” ringkik Manu seraya mengangkat kedua kaki depannya ke atas, membuat penumpangnya berjatuhan di atas tanah. Manu benar-benar mengusir Varl, Ellena, dan Yuya dengan paksa.
“Aaaa.”
“Sakit oi!”
“Uhuk!”
Ellena, Varl, maupun Yuya masih belum benar-benar siap. Mereka pun tersungkur di atas tanah. Manu bertindak terlalu cepat tanpa kesepakatan dahulu sehingga beginilah kondisi para penumpangnya.
“Dasar kuda tidak berguna!” maki Varl kemudian. Ia bangkit, lalu menyibak debu di pakaiannya. Meski setajam apa pun makian Varl, Manu hanya meringkik saja sebagai kuda putih bersayap.
Sementara di sisi lain, empat mata tengah tertuju kepada keributan yang mendadak itu. Ya, seorang pria yang tergeletak di tanah dan di bawah kaki singa pun menatapnya. Mata singa juga sedari tadi memperhatikan kegaduhan yang mengganggu aksinya.
“Uhuk, lain kali bilang-bilang kalau mau turun, Manu!” omel Ellena. Pasalnya, ia juga merasakan hal yang sama dengan Varl. Jantungnya sampai terasa hampir copot dari tempatnya karena Manu mendarat dengan sangat tiba-tiba dan cepat. Ellena yang baru saja mempunyai pengalaman menaiki kuda terbang menjadi sedikit trauma.
“Ngiik.” Manu hanya meringkik seperti biasa. Ah, dasar kuda yang merepotkan!
Kemudian, Manu berjalan mendekat pada singa yang salah satu kakinya menindih seorang pria yang tengah diikat. Ia berkomunikasi dengan sang singa yang besarnya dua kali besar singa di dunia Ellena. Bahkan, bulunya lebih lembut daripada singa biasa yang Ellena lihat di televisi maupun kebun binatang. Taringnya tampak tajam dan berkilau. Sungguh singa yang gagah dan menawan.
“Ngiik.”
“Aum.”
Keduanya berkomunikasi sesuai dengan bahasa dan suara masing-masing. Hanya mereka yang tahu, sedangkan Ellena dan lainnya tidak mengerti sama sekali. Bahkan, mereka hanya menatap sambil melongo.
Mau mencoba untuk memahami pun rasanya tidak bisa. Komunikasi dua ras hewan itu tidak bisa dipahami begitu saja oleh ras lain.
“Kenapa kalian hanya diam saja, lihat aku! Ada aku di sini sedang kesusahan!” Mendadak saja, pria yang masih ditindih oleh singa pun mengangkat suara. Pakaiannya tampak lusuh dan kotor. Wajahnya kusam, tetapi jika diperhatikan pria itu tampan juga. Ya, setara dengan Varl. Hanya saja, pria yang tengah tergeletak tak berdaya itu lebih muda dari Varl.
Ellena melihat betapa sengsaranya pria itu yang agaknya berusia tak jauh dengannya. “Ah, apakah pria di Wolestria ini sangat lemah dan mudah ditindas? Mengapa aku selalu bertemu pria yang seperti ini? Tidak adakah satu untukku sang pangeran tampan yang kuat dan cerdas?” Ellena menepuk jidatnya.
Ia sedikit menyayangkan pengalaman petualangannya yang tidak ada bumbu romansa seperti di novel-novel atau film fantasi yang sering ia nikmati.
“Bermimpilah dahulu, Ellie. Hahaha,” kekeh Ruby yang sudah tahu bahwa selama ini Ellena tidak pernah mempunyai kekasih satu pun.
“Aku juga kuat, Ellena! Tapi, aku tak sudi menikahimu!” Varl bersikap sok keren untuk membela dirinya sendiri. Varl tak rela jika harga dirinya dianggap rendah oleh Ellena yang dipercaya sebagai salah satu ras tertinggi.
“Dih, siapa juga yang mau denganmu, Varl?!” Padahal, Ellena sedikit berharap pada Varl karena pria itu tampak dewasa dan tampan, hanya saja ‘sedikit’ penakut.
Kemudian, tanpa berpikir lama lagi, Ellena dan Yuya pun mendekat pada pria itu. Namun, langkah keduanya terhenti tiba-tiba karena sang singa kembali mengaum, merasa terancam.
Manu pun menjelaskannya dengan ringkikan yang tidak ada satu pun tahu maknanya kecuali Manu dan singa itu sendiri.
Setelah beberapa saat, akhirnya singa besar itu pun mengangkat kakinya dari dada pria yang sedari tadi ditindihinya karena mengancam keamanan sang raja hutan itu.
Kemudian, tiba-tiba saja cahaya sihir berwarna kuning mengitari tubuh singa hingga menutupinya selama beberapa detik, lalu muncullah seorang gadis cantik dengan telinga dan ekor singa. Setengah kakinya masih berbentuk kaki singa, tetapi mulai dari paha hingga ke ujung kepala, tampak seperti manusia normal.
Gadis itu memiliki rambut pendek berwarna kuning kecoklatan yang mengembang dan bergelombang. Jika dilihat dengan seksama memang seperti surai singa jantan. Di dunia Ellena, surai singa hanya dimiliki oleh jantan untuk menarik betina, tetapi di Wolestria, semua singa memiliki surai, yang membedakannya adalah... tidak ada.
Hanya koloni mereka sendiri yang tahu perbedaannya. Namun, bagi ras lain yang ingin tahu, mereka hanya bisa menentukan singa itu jantan atau betina adalah dengan melihat transformasi tubuh mereka yang berubah menjadi setengah manusia.
Ellena maupun yang lain pun tercengang, berbeda dengan Manu yang sudah tahu dahulu karena sebelumnya ia sudah berkomunikasi dengan singa yang rupanya seekor betina.
“Halo, salam kenal namaku Leonie The Lion.” Seperti biasa, Leonie pun menunjukkan Berkahnya yang bergambar kepala singa dan surainya.
Semuanya pun berkenalan, hingga akhirnya Ellena yang memperkenalkan diri. “Aku Ellena Smith.” Senyum Ellena tampak ragu.
Seperti dugaannya, kedua mata Leonie berbinar dan ia mendekat kepada Ellena yang lebih kurus dan lebih muda darinya. “K-kau ras tertinggi?! Apa Berkahmu, Yang Mulia?” tanya Leonie seketika. Ia tampak antusias dengan Ellena yang baru ditemuinya itu.
Sementara Ellena kebingungan sendiri. Ruby pun hanya menepuk jidatnya. Ia benar-benar harus menyusun strategi agar Ellena tidak mencolok lagi. Bisa-bisa gadis itu diculik warga dan dijadikan persembahan demi kembalinya sang ratu.
Ngeri.
“Tidak, aku hanya manusia biasa. Salam kenal, Leonie.” Ellena mencoba untuk menjabat tangan gadis setengah singa itu yang tampak kasar. Bagaimana tidak, Leonie adalah salah satu pewaris raja Hutan Kutukan.
“Kak Leonie, mengapa kau di sini? Bukankah kau adalah pewaris Hutan Kutukan?” tanya Yuya. Telunjuknya mengarah pada tiga titik yang berada di antara kedua alis Leonie.
“Aku kabur.” Leonie melepaskan tangan Ellena. Kemudian, tatapannya menunduk. Ya, simbol tiga titik di antara kedua alisnya adalah bukti bahwa dia pewaris dari sebuah hutan yang bernama Hutan Kutukan, terletak tidak jauh dari bukit tak bernama ini. “Koloniku berantakan semenjak Ratu berdiam diri di atas sana.” Leonie menunjuk ke atas langit yang di sana tampak menara istana menjulang tinggi di atas awan.
“Apa pengaruh Ratu Charlotte terhadap kolonimu, Leonie?” kini Ellena yang bertanya.
Suasana mendadak jadi tegang. Bulir bening tampak tertahan di sudut mata Leonie. Susah payah ia yang berpawakan seperti gadis berusia sekitar dua puluh tahun itu menyembunyikan kesedihannya.
Namun, tiba-tiba saja pria yang tergeletak dan masih diikat itu merusak percakapan yang mulai serius. “Hei, apa tidak ada yang ingat aku? Aku juga harus memperkenalkan di—”
“Berisik!”
Tepluk!
Satu apel melayang dari tas Leonie dan mengenai kepala pria tersebut hingga pingsan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments