Mata Hanae sudah basah. Ia tak sanggup lagi. Hidup tanpa Berkah berarti mati secara perlahan. Hanae benci dirinya yang sudah tidak berguna.
“Kenapa kau menghentikanku?!” protes Hanae. Ia sudah muak. Baginya, tak ada artinya tetap mempertahankan busur yang datang bersama Berkahnya sejak ia kecil.
“Tenanglah, Hanae!” Ellena masih tetap memegang lengan Hanae yang lebih besar darinya. Bahkan, tubuh gadis itu lebih tinggi dari Ellena. Bagaimana tidak, Hanae hidup di tempat ekstrem, yaitu Esaland. Negeri musim dingin yang tidak pernah hangat.
Esaland mampu membekukan siapa saja yang berniat mengotori tanahnya, tetapi entah kenapa Sinu seperti sudah mengendalikan kekuatan Esaland sendiri sehingga mau ia berbuat seperti apa, Esaland tunduk padanya.
“Bagaimana aku bisa tenang?! Kehilangan Berkah berarti juga kehilangan hidupmu, Ellie!” isak Hanae. Ia merasa menyesal dengan keadaannya ini. “Ah, bagaimana aku mengatakan ini pada dirimu yang bukan makhluk Wolestria? Bahkan, kau tidak memiliki Berkah apa pun, sehingga kau tidak tahu rasanya kehilangan Berkahmu!”
Deg.
Ellena tahu akan hal itu.
Ia paham dengan apa yang dibicarakannya meski terdengar aneh dan terkesan menghina bagi Hanae yang juga menjadi salah satu ras manusia kuat di dunia Wolestria dan amat terikat dengan Berkah.
Namun, bukan berati Ellena tidak mengerti perasaan Hanae yang hancur berkeping-keping setelah ia mendapatkan kutukannya. Sebuah Berkah memang tidak akan berfungsi pada makhluk yang mendapatkan kutukan, tapi tidak bisakah Hanae mencari solusi yang lain?
“Kenapa kau menyerah, Hanae?!” Ellena mencoba untuk membuka hati Hanae. “Kau adalah The Archer, Gadis Pemanah yang sangat unggul! Lantas, kenapa kau tidak percaya diri lagi dan hanya bergantung dengan Berkahmu?!”
Suara Ellena naik satu oktaf agar kalimatnya bisa terdengar dan sampai pada nurani Hanae. Ia ingin membuat Hanae sadar bahwa selama ini gadis tersebut terkungkung pada satu tujuan yang membatasi pemikirannya, padahal Ellena yakin bahwa Hanae si Gadis Pemanah itu lebih hebat dari dugaannya meski tanpa tanda Berkah sekalipun.
“Berkah hanya sebagai tanda dan patokan saja. Tapi keahlianmu sebagai The Archer terhebat di dunia ini hanya kau yang punya! Jangan berpaku pada Berkah yang hanya menjadi tanda!”
“Hanya jadi tanda?” Kening Hanae mengerut. “Apa kau pikir Berkah hanya sebatas itu, Ellie?!” Mendengar kalimat Ellena yang seakan menganggap Berkah sebagai suatu hal yang rendah membuat Hanae bermuram durja.
“Ya, hanya sebatas itu!” Ellena benar-benar kukuh. Kemudian, ia menunjukkan punggung tangan kanannya yang tidak ada tanda apa pun di sana. “Apa kau lihat ini, Hanae?”
Mata Hanae menatap pada punggung tangan Ellena yang bersih tanpa ada apa pun. Pasti sangat menyakitkan jika tidak punya Berkah apa pun, pikir Hanae.
“Ya, aku tidak punya Berkah apa pun. Tapi, aku bisa bersekolah hingga ke luar negeri.”
“Sekolah?” Hanae semakin menaruh banyak pertanyaan.
Ellena pun baru menyadari bahwa kalimatnya banyak yang tidak bisa ia gunakan seenaknya di dunia ini. “Ah maaf, maksudku adalah berguru pada seorang master.” Ellena mencoba menemukan kalimat yang dapat dicerna oleh Hanae.
Gadis yang berasal dari Esaland itu pun mengangguk. Ia mulai paham. Mendapat respons yang positif, Ellena pun melanjutkan.
“Hanae, di duniaku, tidak ada tanda seperti itu. Tapi, kami berusaha untuk menjadi yang terbaik dan mengukir masa depan kami sendiri dengan berjuang begitu keras sampai mengeluarkan peluh keringat. Banyak yang bisa merubah nasib dengan terus bekerja keras. Sama sepertiku yang berasal dari keluarga biasa saja, tapi aku bisa keliling dunia!”
Kedua mata Ellena berbinar, semangat. Ya, ia sangat bersemangat menceritakan dirinya yang selama ini sudah berjuang mati-matian untuk bisa membahagiakan ayahnya.
“Manusia di bumi memang tidak tahu nasib mereka masing-masing di masa depan, tetapi kami terus berusaha demi menjalani hidup yang lebih baik.”
Kedua sudut bibir Ellena terangkat. Sementara Hanae masih menyimak dan berusaha memahami maksud perkataan gadis dari dunia lain itu.
“Tanpa Berkah, kami bisa hidup, Hanae. Bahkan, di dunia ini pun, aku masih hidup meskipun tanpa Berkah dan kekuatan. Seharusnya ini juga berlaku padamu, Hanae. Tanda Berkah yang ada sejak lahir hanya memberimu petunjuk bahwa kau akan menjadi seperti apa ke depannya. Namun, kau juga harus berusaha lebih keras agar Berkahmu bisa terwujud di masa depan, menjadi bagian dari dirimu.”
Deg.
Hanae tertegun. Ia baru sadar akan kalimat Ellena.
“Bukankah saking senangnya dirimu, kau selalu melatih diri dengan Berkah itu, bukan? Dan sekarang, sebenarnya sampai kapan pun Berkah itu ada di dalam hatimu.” Ellena mendaratkan tangannya di atas dada Hanae yang di dalamnya ada jantung gadis itu.
Sementara Hanae terdiam dan masih mendengarkan Ellena.
“Berkah di tanganmu hanyalah tanda. Namun, kekuatan itu ada dari dalam dirimu sendiri. Percayalah, kau adalah Gadis Pemanah yang hebat! Kalahkan kutukan itu dari dalam hatimu. Jangan terpengaruh akan kutukan dari Kaisar Sinu!”
“Tapi, Berkah tidak sesimpel itu, Ellie. Aku harus meminta tolong pada Ratu Charlotte untuk membebaskan kutukan ini.”
“Tidak.” Ellena menggelengkan kepalanya. “Yang bisa membebaskanmu dari kutukan Kaisar Sinu hanyalah dirimu sendiri, Hanae. Kau hanya perlu percaya diri bahwa Berkahmu akan selalu ada dan tidak pernah hilang karena itu adalah identitasmu yang menggambarkan siapa dirimu di dunia ini.”
Sekali lagi, senyum Ellena mengembang.
“Sekarang, cobalah sekali lagi. Mari berjuang melawan kutukan itu dan buktikan takdirmu, Hanae!” Ellena menepuk pundak Hanae, menyalurkan tekad yang kuat pada teman barunya yang tengah bimbang itu.
Dorongan semangat Ellena membuat hati Hanae bergetar. Ia pun menatap sejenak busur dengan kayu yang meliuk sebagai hiasannya. Ia terdiam beberapa saat, mengumpulkan keyakinan.
Kemudian, Hanae kembali mengangkat busurnya. Ia merapalkan mantra dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia kembali mengarahkan anak panah pada pohon besar berjarak satu kilometer itu.
Matanya menyipit. Ia membidik satu titik di salah satu bagian batang pohon besar tersebut. Hanae mencari titik yang tepat.
Setelah memindai beberapa saat, Hanae pun siap. Hatinya merapalkan mantra suci. Kemudian, “Labere!” ucap Hanae yang berarti ‘meluncur’ dan seketika panah itu melesat dengan cepat.
Hanae berharap bahwa anak panahnya akan tepat sasaran.
Cahaya putih pun mengelilingi anak panah Hanae. Ia menembus pepohonan, daun-daun, dan semak yang menghalangi.
Sementara mata Hanae hanya menutup, mengarahkan pikirannya pada anak panah yang sangat dipercayainya. Bahkan, roh Hanae seakan berpindah ke anak panah tersebut. Ia merasakannya bagaimana angin ditembus olehnya.
Bahkan, ia melihat sekilas beberapa hewan yang terkejut akan kedatangan anak panah bermahkota sihir suci. Alam pun seakan menyenandungkan dan mendukung gerak anak panah tersebut.
Wus!
“Sedikit lagi!” batin Hanae. Ia masih memejamkan mata dengan kuat sampai keningnya berkerut, ia memosisikan dirinya sebagai anak panah itu. Kepalanya bergerak-gerak merasakan atmosfer di sekitarnya. Melewati berbagai halang rintang hingga pada akhirnya...
Sleb!
Anak panah itu menancap dengan tepat, sesuai harapan!
“Aku berhasil!” sorak Hanae. Matanya basah, ia telah berhasil!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments