Tanah tampak bergetar, kaki Ellena dan teman-temannya menjadi lemas seketika. Seluruh hewan yang berada di hutan terlihat berlarian, burung-burung juga keluar dari kedalaman hutan, mencari tempat yang aman.
Raungan monster besar kembali terdengar membuat para penghuni hutan lari terbirit-birit. Seekor Quinkana yang tingginya 10 kaki dan beratnya hampir 200 kilogram itu mengamuk, bahkan merusak beberapa pohon di sekitarnya.
Quinkana adalah sejenis reptil purba dalam dunia Ellena. Maka dari itu, kedua mata Ellena terbelalak melihat reptil yang mirip buaya. Ia mematung saking tak percayanya pada salah satu makhluk purba yang masih berkeliaran di dunia ini.
“K-kita akan terinjak!” panik Ellena. Baru pertama kali ini dirinya melihat hewan purba yang besar, bahkan sekarang hewan itu hendak menyerangnya. Ellena sempat menyerah karena ia tak tahu bagaimana caranya melawan.
Tanah masih bergetar, bahkan kerikil sampai melompat-lompat seperti anak kecil yang kegirangan. Tim Ellena lari tunggang langgang tanpa arah. Bahkan, Steven hanya berlari memutar seraya panik. Agak lain, memang. Namun, Steven berusaha menemukan cara meskipun pada akhirnya ia kabur juga.
Suasana di dalam hutan benar-benar tegang! Semuanya panik seraya bingung hendak melawan bagaimana. Jika memilih lari, rasanya tetap akan terkejar. Lalu jika melawan, bisa-bisa belum menyerang saja sudah terinjak. Serba salah.
“Tenang saja.” Tiba-tiba gadis asing tadi mengarahkan busurnya yang tampak kuat. “Aku akan atasi ini. Kalian cepatlah kabur!”
Tanpa berpikir lama, gadis tersebut merapalkan mantra. Sementara Ellena dan yang lainnya menatap gadis asing yang sebelumnya dikira akan menyakiti mereka.
Meski gadis itu menyuruh Ellena dan teman-temannya untuk pergi, tetapi semuanya tak segera kabur karena ingin melihat apa yang akan dilakukan gadis itu. Penasaran.
“Wahai cahaya suci, pinjamkanlah kekuatanmu. Beri pengampunan. Hapus seluruh dosa,” rapal gadis tersebut sembari menarik anak panahnya, lalu ia mengarahkan ke spesies Quinkana yang terus-menerus mengamuk tidak jelas sambil meraung membuat seisi hutan ketakutan.
Sembari dirapalkan, cahaya biru mulai menyelimuti gadis asing dan busurnya. Cahaya itu berpusat pada alat yang hendak menyerang Quinkana. Melihat itu, Ellena dan yang lainnya berdecap kagum. Mata mereka seakan tak berkedip saking terkagum-kagum melihat betapa luar biasanya gadis panah tersebut.
Setelah selesai merapalkan mantra sihirnya, gadis itu pun melepaskan panah yang dihias dengan burung elang.
Wuss.
Anak panah itu melesat dengan cepat, keluar dari dalam hutan menuju kepada Quinkana besar. Bahkan, anak panah yang dibalut sihir suci pun menembus udara, melawan gravitasi untuk mencapai titik target. Namun... tuing.
Hening.
Keadaan menjadi hening seketika karena anak panah yang sudah dibebani harapan besar malah tak sampai pada Quinkana karena terlalu tinggi. Quinkana yang tadi sudah bersiap menerima serangan dengan panah dan sihir biru itu malah menatap sungkan. Membosankan, pikir Quinkana.
“Maaf, tadi tanganku terpeleset,” bela gadis asing tersebut. Ia kembali mengarahkan anak panahnya pada Quinkana yang saat ini masih menunggu ‘serangan’ itu.
Namun, zonk lagi.
Tak terasa sudah sepuluh anak panah melayang sia-sia dengan sihir biru yang hanya bertahan beberapa detik saja.
“Sebenarnya kau bisa memanah tidak sih?!” kesal Steven yang sudah terlanjur kecewa pada gadis yang tampaknya hebat dengan busur kayu berukir nan indah itu.
“Tenang, aku bisa kok. Sangat bisa.” Gadis tersebut tidak menyerah. Ia kembali beraksi, tetapi Quinkana masih diam, bahkan sekarang... dia menguap!
Quinkana sudah muak dengan permainan konyol gadis itu. Ia pun kembali mengamuk, membuat tanah lagi-lagi bergetar hebat seperti ada gempa yang super dahsyat.
Sontak saja Ellena dan yang lainnya berlari kabur. “Sudah, kita tidak bisa bermain-main lagi!” Ellena sudah muak. Ini bukan saatnya untuk melawak!
Ellena pun menarik tangan gadis itu yang masih ingin menembak Quinkana dengan panahnya yang selalu saja meleset. Mereka pun berlari. Namun, ada satu ‘penghambat’ lagi yang mulai bertingkah.
Mae yang ‘pemalu’ itu mendadak berubah jadi serius. Mata hijaunya sejenak menyala tatkala ia melihat Quinkana menghancurkan beberapa pohon kecil di depannya. Ya, kecil bagi Quinkana, tetapi tidak bagi Mae.
Gadis elf itu pun menggulung lengan bajunya. “Woi, siapa yang menyuruhmu merusak pohon, dasar Quinkana bau dan besar! Sini lawan aku!” tantang Mae.
Ellena menepuk jidatnya. Ah, sudah cukup, pikirnya. Quinkana bukan tandingan siapa pun. Yang bisa mereka lakukan hanyalah berlari saja sudah cukup. Setidaknya saat ini mereka bebas dari amukan reptil besar itu.
“Oh apa lagi ini?” Ellena merasa kesal. “Apa yang mau kau lakukan, Mae?!”
Tanpa persetujuan Mae, Ellena pun menarik tangan Mae yang masih ingin melayangkan tinju pada Quinkana. Ia benar-benar membawa ‘beban’ di kedua tangannya. Sementara yang lain sudah berlari menjauh, bahkan mereka mungkin bisa memenangkan lomba maraton jika begini jadinya.
Namun, mendadak saja Mae menarik tangannya, membuat seribu langkah Ellena terhenti. “Jangan pernah lari dari masalah, Ellie,” kata Mae dengan tatapan serius. Mendadak saja Ellena seperti melihat sosok Miko di dalam diri Mae.
Ya, Ellena sering sekali dinasihati oleh Miko, dan saat ini ia mendapat kalimat yang menyadarkannya.
“Kita harus menghadapinya dengan kerja sama!” Mae bersemangat. “Aku akan menggunakan heal.”
“Hah? Apa kau gila?!” tolak gadis asing yang kepalanya dihias bulu elang.
“Aku merasakannya. Dia sebenarnya sedang terluka. Aku yakin, semoga saja ideku ini berhasil.” Tampak keyakinan di mata Mae dan Ellena merasa kagum akan itu. Ia tak pernah melihat mata itu sama sekali. Ia pun menaruh kepercayaan pada Mae.
“Apa aku bisa membantumu sesuatu?” tanya Ellena. Ia juga tak ingin lari kembali. Lagi pula, rombongan mereka sudah hilang entah ke mana, berlari untuk menyelamatkan diri sendiri tanpa membantu Ellena yang membawa dua beban.
“Pikirkan sendiri saja.” Setelah mengatakan itu, Mae berlari mendekat ke Quinkana yang masih mengamuk. Selagi ia berlari, bibir Mae merapalkan mantra. Sontak saja cahaya sihir hijau menyelimutinya. Bahkan, kristal di dahinya ikut menyala.
“HEAL!” teriak Mae. Ia melompat dari pohon ke pohon hingga akhirnya ia meluncur ke atas sejenak untuk melemparkan sihir penyembuhan tingkat tingginya. “Sekarang giliranmu, Ellie!” teriak Mae lagi. Ia memberi Ellena kesempatan.
Namun, gadis itu sama sekali tidak tahu harus melakukan apa dan merapalkan mantra yang mana. Lagi pula, pada kenyataannya Ellena bukanlah makhluk asli Wolestria. Ia adalah manusia normal yang tidak memiliki kekuatan apa pun. Lantas, mengapa Mae memberinya kesempatan untuk melawan?
Yang ada di pikiran Ellena hanyalah sebuah apel. Ya, pikiran itu muncul saat ia melihat ke sebuah pohon apel ranum di salah satu pepohonan lainnya.
“Lempar!” teriak Ellena tanpa ragu, tetapi matanya terpejam. Ia tak berharap sesuatu hal besar terjadi. Ia memilih untuk tak melihat sesuatu yang memalukan.
Namun, karena teriakan Ellena, angin meresponsnya. Tiba-tiba saja badai besar datang tepat setelah Ellena mengatakan ‘lempar’. Kemudian, badai itu membawa satu apel ke mulut Quinkana.
Wus.
Dalam sedetik, Quinkana tak tampak lagi menongol ke luar hutan. Sebab, saat ini Quinkana berubah menjadi kecil seperti bayi buaya. Mata Quinkana yang tajam dan mengerikan pun berubah menjadi mata bulat besar yang menggemaskan.
Mae yang tadi melayang di udara karena melompat dari pohon ke pohon, kini terjatuh. Ia melongo melihat Quinkana setinggi 3 meter berubah menjadi hewan reptil kecil dengan mata bulat. Bahkan, Quinkana tersebut membalikkan badannya seperti kucing yang minta digelitik.
Begitu pula Ellena. Ia benar-benar tak percaya bahwa suatu keajaiban terjadi saat ia tak berharap itu terjadi. Bahkan, Ellena merasa tak yakin jika dirinya melakukan hal besar. Namun, ia lebih terkejut lagi saat monster besar itu mendadak menjadi kecil. Bahkan sangat menggemaskan, membuat Ellena tidak tahan melihatnya. Ia ingin segera memainkan Quinkana super lucu itu.
Namun, mendadak. “Momo!” teriak gadis asing tersebut. Ia berlari menuju kepada Quinkana kecil.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments