Elf dengan rambut pirangnya yang panjang dan dikepang satu itu membuat seisi tavern menjadi ramai. Bagaimana tidak, hanya Steven-lah satu-satunya harapan yang tersisa bagi warga Everfalls untuk membuat sang ratu kembali. Sebab, Steven adalah keponakan Charlotte dan salah satu laki-laki yang tinggal di sana.
Semenjak hati Charlotte terluka karena sebuah pengkhianatan yang menutup pemikirannya, Charlotte mengangkat istananya hingga ke atas awan dan menyingkirkan semua pria yang pernah bekerja di dalam istananya kecuali Steven si keponakan, seorang ahli alkemis istana karena sangat dibutuhkan untuk mengawasi kristal keabadian, dan terakhir adalah komandan pasukan yang pernah menjadi guru Charlotte.
Selain mereka bertiga, tidak ada pria yang berhak berada di istana. Bahkan, mendengar nama seorang pria membuat Charlotte langsung murka. Luka hatinya sudah terlalu dalam, ia tak akan pernah menerima cinta lagi.
“Apa maksudmu, elf kecil?!” seru salah satu orc yang merasa tak terima dengan penolakan elf berambut pirang dengan pakaian hijaunya tersebut.
Si elf yang tadinya datang dengan bermuram durja, kini wajahnya memerah karena tersipu malu. Sebab, semua mata tertuju padanya. Setiap aksaranya yang sudah bergumul di otaknya seakan hilang seketika.
Mulut elf itu jadi kelu, mata hijaunya yang cerah menjadi menunduk malu.
“Apa masalahmu dengan dia?!” Lagi, orc itu menuntut penjelasan pada elf muda yang tubuhnya lebih kecil darinya.
Muda?
Tidak, jangan berpikir semacam itu. Wajah elf memang sangat awet muda, tapi bukan berarti usianya tidak bisa tua. Ya, elf bertubuh kecil yang seukuran dengan Ellena itu sudah berusia 300 tahun. Ia adalah elf penjaga Hutan Tropis, sebuah hutan yang dikelilingi pepohonan raksasa dan sangat lembap.
“D-dia sudah merusak banyak pohon!” Telunjuk sang elf mengarah pada Steven yang melongo. Meski elf itu tampak gemetar, ia berusaha untuk tidak gentar. Keberaniannya dimunculkan lagi, ia ingin menuntut keadilan. “Aku adalah Mae The Lover of Trees! Aku si penjaga Hutan Tropis!” Elf bernama Mae itu menunjukkan punggung tangannya yang terukir sebuah pohon kehidupan bernama Pohon Atma.
Pohon itu berada di suatu tempat yang tak bisa dijangkau oleh makhluk mana pun. Pohon tersebut menyimpan setiap catatan kehidupan yang ada di Wolestria. Sehingga Pohon Atma adalah pohon agung yang mencatat semua kejadian, bahkan nama dari seluruh makhluk di Wolestria ini.
Semua mata pelanggan Tavern pun terbelalak. Elf tingkat tinggi ada di antara mereka. Orc yang tadi meremehkan si elf pun meminta maaf, lalu dia melirik tajam ke arah Steven yang masih menganga seperti orang bodoh yang tidak bisa mencerna keadaan.
“Apa yang dikatakan olehnya benar, Pangeran?” Kini pertanyaan menukik ke arah Steven.
Pria berstatus pangeran itu nyengir kuda, ia berusaha memalingkan wajahnya dari setiap mata yang menuntut jawabannya. Ellena yang sedari tadi diam pun menepuk jidatnya, lalu ia berkata, “Oh Tuhan, sebenarnya apa yang pangeran bodoh ini lakukan? Apa dia memang pantas jadi pangeran?”
Ellena menyayangkan posisi itu yang dipegang oleh Steven. Ah, tidak heran jika Charlotte kesal dan menghukum Steven untuk mengasingkannya.
Semua orang pun mulai paham mengapa Charlotte murka dan mengusir Steven dari istana kerajaan Everfalls. Sungguh, Steven seperti pangeran yang tidak berguna. Semua yang hadir di tavern pun menghela napas.
“Y-ya a-aku minta maaf karena tidak menjadi pangeran yang dikagumi kalian. Aku juga tidak sengaja merusak pohon di sekitar sini.” Steven membela diri meskipun masih banyak yang ia sembunyikan dari khalayak umum.
“Tidak! Kau sudah merusak hampir dua puluh lima persen pepohonan di sini! Aku sebagai penjaga Hutan Tropis yang sedang mencari spesies pohon lain di sini kesal karenamu! Kau tahu, mereka merintih kesakitan karena ulah bodohmu itu, Pangeran!” Mae si elf tidak terima sebab selama perjalanan, ia selalu mendengar para pohon seakan mengeluh kepadanya. Ya, hanya Mae yang bisa mendengar itu karena dia adalah The Lover of Trees.
“Aku hanya berusaha bertahan hidup di dalam hutan dan menggunakan mereka dengan ba—”
“Dengan baik? Tapi yang kau lakukan hanya merusaknya!” sungut Mae. Hidungnya seperti banteng yang menghembuskan asap saking kesalnya.
Kedua mata mereka pun saling bertemu dengan sengit. Antara Mae dan Steven tak ada yang mau kalah. Mereka saling membela diri, padahal sama-sama tidak mau mendengarkan.
Ellena yang sedari tadi hanya menjadi penonton pun akhirnya mengambil tindakan. Ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan Charlotte, ratu yang diidolakannya itu. Namun, hanya karena masalah pangeran yang bodoh dan elf yang fanatik membuat perjalanan Ellena terhambat.
“Sudah, lebih baik kalian bersalaman saja,” pungkas Ellena, mencoba mengakhiri keributan yang menyita banyak perhatian dan waktu. Ia memilih untuk berdamai daripada saling adu mulut dan tidak ada kata akhir. Mengesalkan!
“Hah bersalaman? Jelas-jelas aku tidak salah! Seharusnya dia yang berterima kasih padaku karena memanfaatkan semua pohon di hutan ini.” Steven tak mau kalah lagi. Pemikirannya seperti batu mulia yang tak bisa dihancurkan oleh mesin press hidrolik.
Sama dengan Steven, Mae juga begitu. Ia saat ini memalingkan wajahnya. Namun, Ellena tidak gentar, ia sudah gemas karena perjalanannya jadi tertunda. Ellena pun melangkah, mendekat pada Mae yang masih berdiri di dekat pintu tavern.
Sementara seluruh mata di tavern bergerak mengikuti gerak-gerik Ellena yang terkesan kesal dengan kejadian ini.
“Tak apa, Mae. Aku adalah Ellena. Selama ada aku, semua akan baik-baik saja. Percayalah.” Ellena tersenyum setelah membisikkan kalimat barusan. Melihat gadis yang mendadak mendekatinya itu membuat Mae terkejut, apalagi gadis ras manusia asing ini tidak memiliki Berkah!
Kedua mata Mae menampakkan manik berwarna hijau yang berbinar tampak cerah, gadis elf itu terbelalak. Namun, Ellena langsung mendaratkan jari telunjuknya di depan bibir seakan mengatakan bahwa Mae harus tutup mulut.
Kepala Mae pun mengangguk. Meski ia tampak syok karena baru pertama kali melihat makhluk asing, ia berusaha tetap tenang bersama Ellena yang mencoba untuk mencairkan suasana.
Ellena pun menggandeng tangan Mae. Ia tercengang tatkala merasakan tangan Mae yang begitu putih bahkan hampir pucat itu. Rasanya sangat mulus dan lembut seperti kulit bayi. Tak hanya itu, Mae si elf benar-benar mempesona.
Gadis itu sangat cantik dan imut. Bibirnya mungil, rambutnya halus, tubuhnya wangi. Sementara di dahi Mae tampak sebuah kristal berwarna hijau yang tertanam di sana. Kristal itu berfungsi sebagai sumber Mana-nya atau sumber untuk mengaktifkan sihirnya.
Ellena berusaha menahan diri pada hal-hal yang sangat menggemaskan. Kali ini ia bersikap sedikit cool agar wibawanya terbangun. Ah, ia benar-benar bahagia karena telah memiliki Ruby, Yuya, dan Mae yang sangat menggemaskan, membuat Ellena ingin memeluk mereka bersamaan seperti boneka.
“Tahan, Ellie. Kau harus membangun reputasi kerenmu sebelum bertemu Ratu Charlotte. Ah, ini sebuah mimpi yang sangat indah meskipun aku tahu bahwa inilah kenyataannya.” Batin Ellena memang seperti itu, tetapi di luarnya ia bersikap penuh wibawa. “Sudahi pertengkaran kalian, mari kita bekerja sama untuk membawa Ratu kembali.”
Ellena membawa tangan Mae ke hadapan Steven yang masih merajuk, sedangkan para penonton menatap kagum atas tindakan Ellena yang sigap, padahal di sisi lain Ellena ingin mencubit-cubit pelan pipi Mae.
Hening.
Mae maupun Steven tak berkutik. Semua orang menjadi kesal melihatnya meskipun mereka hanya menjadi penonton saja, apalagi Ellena yang menjadi penyambung keduanya. Ia benar-benar tak habis pikir.
“BERBAIKANLAH!” teriak Ellena membuat seisi tavern menjadi tegang.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments