Pria dengan rambut ikal berwarna coklat itu terus memohon, meminta pengampunan pada gadis yang masih menawarinya tarantula super besar. Bahkan, jika dilihat-lihat, agaknya pria itu bisa jadi kencing di celana akibat rasa takutnya itu.
Padahal tampan. Namun, siapa mengira bahwa seorang pria yang ganteng juga bisa takut pada sesuatu. Memang tidak ada yang sempurna di dunia Ellena maupun di Wolestria.
Suasana di atas bukit menjadi ramai karena ulah gadis kecil tersebut yang tengah menakut-nakuti pria dewasa. Bahkan, keberanian sang gadis lebih besar dari pada pria tersebut. Wajahnya yang polos tetapi memiliki hati yang licik adalah sifat utama dari si gadis pirang itu.
Meski pria berambut ikal tersebut sudah berada di ambang batas, tetapi si gadis kecil tidak menyerah. Ia semakin mendekatkan tarantula super besar yang baru ia dapatkan saat di pertengahan jalan.
Melihat suasana yang ceria itu, Ellena antusias. Ia melihat sesuatu yang menyenangkan. Oh tidak, Ellena menikmati tangisan pria itu yang merengek minta gadis kecil untuk berhenti menjahilinya.
Apakah Ellena adalah karakter jahat yang menikmati kesengsaraan karakter lain? Tidak, Ellena hanya merasa ikut puas saja melihat betapa menyenangkannya gadis itu menjahili si pria, sama seperti Miko yang selalu mengerjai Ellena. Kali ini Ellena benar-benar tahu mengapa Miko sangat suka mengganggunya.
Tatkala Ellena bersorak menyemangati gadis kecil, ia tiba-tiba saja teringat sesuatu. Namun, ingatan itu masih terasa samar. Ia ingin menebak, tetapi takut salah sebab ia tak begitu ingat dengan sesuatu yang tadi melintas di pikirannya.
Kemudian, tiba-tiba saja terdengar sebuah ringkikan dan sepatu kuda yang berlari mendekat.
Benar saja, tak lama kemudian seekor kuda putih berlari kencang, mendekat pada keramaian yang terjadi di sini. Ringkikannya bahkan membuat burung-burung terbang keluar dan hewan-hewan menghindarinya, takut.
Namun, tidak dengan Ellena. Kedua matanya melebar, lalu seutas senyum tampak dari sudut bibirnya. “Manu!” teriaknya. Ia sudah ingat, rupanya imajinasi yang selama ini terbangun akhirnya menjadi kenyataan.
Kemudian, sang kuda putih itu menggigit ujung kerah milik gadis kecil lalu ia mengangkatnya, membuat si gadis tak menapak di tanah lagi. Setelah itu, pria ikal bangkit. Pakaiannya tampak berantakan, wajahnya mulai lelah, dan keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya sejak tadi.
Si pria berambut ikal pun mencubit pelan pipi gadis kecil. “Jangan nakal lagi, kamu!” katanya memperingati. Namun, si gadis tak mendengarkan. Ia malah tersenyum licik, lalu kembali mengarahkan tarantula yang masih berada di tangan kanannya.
Sontak saja pria ikal itu pun kembali berteriak dan berlari menjauh dari gadis nakal yang gemar menjahilinya. Melihat tuannya sedang digoda lagi, kuda putih itu pun menggelengkan kepalanya, membuat gadis yang diangkatnya itu bergerak ke kanan dan ke kiri.
Di sisi lain, Ellena masih menatap kagum pada sosok kuda putih yang bisa jadi milik sang pangeran. Namun, bukan itu! Ellena sudah ingat dengan kuda putih dan gadis kecil tersebut. Ia pun berjalan mendekati mereka.
“Manu! Yuya!” terka Ellena seraya menunjuk satu persatu. Si gadis maupun kuda tersebut melongo. Keduanya tak mengerti mengapa Ellena yang tampak asing tersebut malah mengenali mereka.
Bagaimana tidak ingat, sebelumnya Ellena membaca novel jadi-jadian buatan Ruby. Tak disangka beginilah rupa Manu si kuda putih dan Yuya, gadis pawang serangga. Agaknya, Ruby memang sengaja mempertemukan mereka.
Masih dalam gigitan kuda putih, gadis berambut pirang itu bertanya, “Kau mengenaliku, Kak?”
Tanpa aba-aba, Ellena langsung melepaskan gadis kecil bernama Yuya itu dari gigitan si kuda. Kemudian, ia memeluknya dengan erat. Mata Ellena mendadak basah. “Tak aku sangka, kamu masih hidup, Yuya,” lirih Ellena pada gadis kecil tersebut.
Mendengar itu, Yuya kebingungan sendiri. Apa maksud dari semua ini? Seorang ras manusia asing mengenalinya dan mengatakan yang tidak-tidak.
“Apa Kakak benar-benar mengenaliku? Apakah aku sangat terkenal?” Kedua netra Yuya berbinar, memancarkan cahaya antusias yang begitu terang, memberi semangat. Sisi narsistiknya mulai bangkit.
“A—” Baru saja Ellena hendak mengatakan alasan mengapa ia mengenali Yuya, tiba-tiba saja Ruby menjitak pucuk kepalanya dengan keras seakan memberi kode pada Ellena untuk tetap menjaga rahasia, sebab apa yang diceritakan di dalam novel itu hanya Ruby dan Ellena saja yang tahu, sementara Miko hanyalah sebagai jembatan antara mereka. Gadis itu sama sekali tidak mengetahui perihal novel kuno itu.
Kepala Ellena pun menggeleng, ia berusaha mengoreksi perilakunya. “Tidak. Aku tidak kenal,” katanya kemudian. Padahal, ia amat senang melihat Yuya masih hidup dengan sehat, bahkan masih sempat menjahili pria dewasa. Sedangkan di dalam cerita novel buatan Ruby, Yuya menjemput ajalnya saat melawan spirit naga.
Ya, Wolestria adalah dunia dengan lima spirit atau roh yang disebut dengan Spirit Kokoh yang diutus Tuhan untuk menjadi khalifah di daratan Wolestria.
Spirit Kokoh itu adalah Phoenix, Pegasus, Dragon, Hydra, dan Griffin. Namun menurut legenda, spirit Hydra dan Griffin sudah tiada, meninggalkan dunia ini. Sementara spirit Phoenix hilang entah ke mana setelah mendapat kutukan keabadian, spirit Dragon disegel di ujung dunia, dan spirit Pegasus membaur dengan ras kuda biasa. Tidak ada yang dapat mengenali spirit Pegasus di antara kuda-kuda murni atau manusia setengah kuda.
Pegasus memang berbentuk seperti ras kuda bersayap, tetapi jelas kekuatannya jauh lebih besar dari kuda biasanya, sebab Pegasus adalah kuda istimewa.
Para spirit tak punya nama, maka dari itu mereka dipanggil sesuai rasnya sebab hanya mereka satu-satunya alias tidak bisa berkembang biak sendiri kecuali atas kuasa-Nya.
Kembali pada pertemuan kecil Ellena dengan para karakter yang pernah ia baca di novel.
“Baiklah. Jika begitu, Yuya akan memperkenalkan diri dengan baik!” Gadis itu bersemangat.
Kemudian, ia menunjukkan Berkah yang terlukis kumbang tengah membentangkan sayapnya. Di ujung kepala kumbang ada bulan sabit dan di bawah ekornya tampak mentari. Tanda Berkah itu ada di punggung tangan kanannya. Ia letakkan di depan dada, menyampaikan siapa dirinya.
“Aku... Yuya The Insect Charmer!” Senyum gadis itu mengembang dengan penuh semangat, begitu pula Ellena. Ia amat bahagia melihat Yuya baik-baik saja.
Kemudian, giliran Ellena yang memperkenalkan diri. “Aku Ellena Smith. Salam kenal, Yu—”
Belum sempat Ellena menyempurnakan kalimat perkenalannya, pria rambut ikal langsung mendekat dan menyergah kalimat Ellena. Kedua matanya melotot lebar. Ia pun memegang kedua tangan Ellena. “K-kau manusia ras tertinggi?!”
Pria itu terkejut bukan main memandangi Ellena, begitu pula Manu si kuda putih dan Yuya. Mereka mematung sejenak tatkala mendengar nama Ellena. Sementara Ellena mengerutkan alisnya. Ia tak mengerti mengapa reaksi orang-orang ini, bahkan Manu bisa berlebihan.
“A-apa maksudmu?” tanya Ellena mencoba untuk mencari tahu kondisi saat ini.
“Ellie.” Ruby yang sedari tadi diam dan hanya melayang di udara, kini ia pun mulai berbicara kembali. Ia sebagai guide pun harus menjelaskan ini kepada Ellena. “Semua yang ada di Wolestria memiliki sebuah Berkah yang diberikan sejak lahir. Berkah sendiri adalah identitas dan siapa kita sebenarnya saat menjalani hidup. Semua ras memilikinya dengan tanda di punggung tangan kanan.” Ruby menunjukkan punggung tangannya.
Tak hanya Ruby, bahkan Yuya dan pria berambut ikal pun demikian, menunjukkan Berkah di punggung tangan mereka. Berbeda dengan Manu yang tanda Berkah ada di antara kedua matanya.
“Kami semua memiliki satu nama utama yang diikuti dengan Berkah kami. Seperti Yuya, dia adalah Yuya The Insect Charmer, maka ia adalah Yuya sang pawang serangga dan juga hewan berbisa. Semua serangga dan hewan berbisa tunduk di tangannya. Jadi Yuya tidak akan pernah keracunan, malah ia bisa menggunakan bisa hewan itu sebagai senjata,” jelas Ruby panjang lebar.
“Aku Varl,” sergah pria berambut ikal. “Varl The Wanderer.” Pria bernama Varl itu menunjukkan punggung tangannya yang di sana terlukis gerigi arah mata angin.
“Nah, kalo Varl adalah pengembara yang mampu menerjang badai apa pun dan tak pernah tersesat karena dia ibarat mata angin itu sendiri,” lanjut Ruby. “Kalau Manu sih, jelas dia adalah kuda.” Telunjuk Ruby mengarah ke dahi Manu yang terukir siluet kepala kuda.
Ellena diam, menyimak penjelasan Ruby. Ia tak menyangka bahwa dunia ini memiliki begitu banyak rahasia yang tak sepenuhnya Ellena tahu.
“Jika seseorang memiliki dua nama utama, ia adalah ras tertinggi. Sama seperti Ratu Charlotte Wyne The Pavo Cristatus, sang ratu dengan Berkah merak putih suci.” Ruby terus menjelaskan.
“Rupanya begitu ya, cara dunia ini bekerja,” batin Ellena baru sadar. Meski sebelumnya ia telah membaca novel tersebut, Ruby tidak menjelaskannya secara detail. Namun, kini satu persatu Ellena mulai mengetahuinya.
Kepala Ellena pun mengangguk paham. “Aku hanya manusia biasa kok, jadi jangan sungkan, ya.”
Meski ia sudah berusaha untuk bersikap biasa saja, tetapi Varl masih belum sepenuhnya percaya akan Ellena yang baginya seperti gadis asing, apalagi Ellena tidak memiliki Berkah apa pun di punggung tangannya.
“Apa tujuanmu datang kemari, Nona?” tanya Varl seketika, membuat suasana menjadi tegang. Kedua netranya menatap tajam dan penuh curiga kepada Ellena.
Namun, Ellena tak peduli. Ia sudah bertekad dan sampai sejauh ini. Ia tak akan pernah lari dari apa pun lagi. Tangan kanan Ellena pun mengepal dengan kuat, penuh keyakinan. Ia membalas pertanyaan Varl, “Aku ingin menemui Sang Mulia Ratu!”
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments