“Kau akan tinggal di rumah ini.” Pocong 1 mengantarkan Alena ke sebuah pondok kecil di dalam area pemakaman Durawa. Setelah berpisah dari hantu-hantu lain, kini hanya Pocong 1 yang terlihat sedikit bertanggung jawab dan mau mengantar Alena.
“Ini pondok milik siapa?” Alena menatap ke sekeliling bagian dalam pondok yang hanya terdiri dari satu ruangan ukuran 5x6 meter yang di dalamnya terdapat satu kamar mandi kecil, tempat tidur dengan dapur kecil lengkap dengan kulkas dan beberapa peralatan masak di dalamnya.
“Ini adalah pondok yang digunakan durawapati ketika lelah berjaga. Tapi durawapati kita yang sekarang ini adalah durawapati yang rajin dan jarang kemari kecuali jika dia benar-benar lelah. Selama tiga tahun bekerja, durawapati kita saat ini hanya kemari beberapa kali untuk membersihkan ruangan ini. Kata durawapati, kau boleh menggunakan pondok kecil ini ketika tinggal di sini.” Pocong 1 memberikan penjelasan sembari melompat-lompat ke sana kemari sembari menunjukkan bagian-bagian dari pondok dengan ukuran 5x6 meter itu. Beberapa kali ... Pocong 1 ingin menunjukkan bahwa perabotan di dalam pondok itu selalu dalam keadaan bersih. Tapi mengingat tangan Pocong 1 berada dalam kain kafan yang terikat, maka dalam beberapa kali itu pula Pocong 1 mengurungkan niatnya.
“Terima kasih banyak.” Ucapan terima kasih dari Alena itu membuat Pocong 1 sedikit terkejut ketika mendengarnya.
“Sudah lama aku tidak mendengar kata selain dari durawapati kita yang baru.”
Mendengar kata durawapati keluar dari mulut Pocong 1, Alena kemudian teringat akan sesuatu yang membuatnya sedikit penasaran. Alena kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepada Pocong 1. “Bisakah aku bertanya, Po-pocong 1?”
“Ya.”
“Kenapa kalian tidak memanggil Sadewa dengan namanya dan memanggilnya dengan sebutan durawapati?”
Pocong 1 melihat ke arah Alena dengan senyuman kecil di wajahnya. Untuk sejenak ... Alena merasa tubuhnya bergidik melihat senyuman itu karena senyuman kecil terasa menakutkan di mata Alena.
“Karena lebih mudah mengatakan durawapati dari pada menyebut nama mereka. Kau mungkin tidak tahu, tapi ada beberapa hantu di sini yang berusia lebih dari ratusan tahun dan hidup selama beberapa generasi durawapati. Hantu-hantu itu melihat durawapati terus berganti dan akhirnya memutuskan untuk memanggil durawapati yang ada dengan sebutan durawapati. Dengan begitu ... kami tidak akan kesulitan ketika durawapati berganti.”
Alena menganggukkan kepalanya berusaha untuk memahami penjelasan dari Pocong 1. Alena tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya karena Alena tidak pernah memikirkan usia hantu-hantu yang bisa sangat panjang hingga bergentayangan di beberapa kehidupan beberapa generasi manusia.
“Apa ada pertanyaan lagi?” Pocong 1 bertanya kepada Alena yang tiba-tiba terdiam karena sedang berpikir.
“Ah ... ini mengenai Kunti 1 dan Kunti 2. Apa mereka berdua menyukai Sadewa? Aku merasa mereka berdua berusaha untuk terlihat manis di depan Sadewa.”
Pocong 1 tersenyum lagi dan lagi-lagi ... senyuman itu membuat Alena bergidik karena masih belum terbiasa dengan kehidupan barunya. Mulai hari ini ... aku harus membiasakan diri untuk melihat senyuman itu.
“Siapa yang tidak suka dengan durawapati sekarang??” Pocong 1 membuka mulutnya untuk bicara dan menjawab pertanyaan Alena.
“Kenapa begitu?” Alena mengerutkan keningnya. “Apa karena wajahnya yang tampan?”
“Itu juga termasuk. Tapi ... dibandingkan dengan durawapati sebelum-sebelumnya, durawapati yang sekarang ini sedikit lebih memanusiakan kami meski kami sudah mati dan tidak lagi bisa disebut dengan manusia. Pocong 1, Kunti 1 dan nama-nama hantu lainnya adalah nama yang diberikan oleh durawapati yang sekarang. Durawapati yang sekarang ini lebih akrab kepada kami dan sering ... bertugas. Dan satu yang lebih penting, berkat durawapati yang sekarang ... beberapa hantu sudah tidak lagi bergentayangan.”
“Maksudnya?” Alena tidak mengerti.
“Beberapa dari kami bergentayangan karena kami masih punya keinginan yang belum selesai ketika masih hidup. Durawapati yang sekarang membantu beberapa dari kami dan membuat mereka akhirnya tenang di alam kubur, tidak lagi bergentayangan. Sayangnya ... beberapa waktu ini, durawapati benar-benar sibuk karena beberapa manusia yang selalu datang kemari tanpa ijin.”
Alena kemudian teringat dengan cerita yang pernah diceritakan oleh Sadewa. “Apa itu sering terjadi? Manusia masuk kemari tanpa ijin?”
Pocong 1 harusnya cukup menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan dari Alena, tapi karena kepalanya juga terbungkus kain kafan dengan tali yang cukup kuat ikatannya, akhirnya Pocong 1 melompat beberapa kali sebagai ganti anggukan kepalanya. Dan Alena merasa sedikit lucu melihat tindakan dari Pocong 1 itu.
“Ada beberapa makam di sini yang merupakan makam lama pemilik pertama pemilik makam ini. Beberapa makam dipercaya oleh kalian para manusia, menyimpan beberapa harta dan barang pusaka yang keramat. Beberapa manusia kemari untuk menemukan benda-benda itu dan beberapa manusia lain percaya bahwa dengan datang kemari mereka bisa menemukan jalan untuk mendapatkan kekayaan.”
Alena mengerti maksud dari ucapan Pocong 1. Dalam beberapa pengalamannya datang ke berbagai tempat berbau mistis dan horor, beberapa orang memang datang dengan maksud menemukan cara cepat untuk mendapatkan kekayaan. Dan rupanya hal yang sama terjadi di pemakaman Durawa.
“Apa memang benar, harta, benda pusaka dan maksud mencari kekayaan itu memang ada di sini?” Alena mencoba bertanya.
Sekali lagi, Pocong 1 memasang senyuman di wajahnya dan kali ini senyuman itu lebih mengerikan dari pada senyuman yang pernah dilihat oleh Alena sebelumnya. Alena bergidik melihat senyuman itu dan untuk sejenak merasa bahwa Alena telah salah bertanya.
“Kau benar-benar ingin tahu mengenai hal itu, manusia bernama Alena?” Pocong 1 berbalik bertanya kepada Alena.
Sontak ... Alena langsung menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan itu. “Tidak jadi. Aku tidak butuh semua itu. Pekerjaanku sekarang sudah lebih dari cukup untuk membiayai hidupku.”
Pocong 1 mengubah senyumannya dan kini senyuman itu jauh lebih manusiawi di mata Alena. “Jangan pernah tanyakan hal itu lagi kepada kami. Pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan berbahaya jika kau menanyakan kepada hantu yang salah. Satu pertanyaan itu bisa mengubah hidupmu dan tidak ada jalan kembali ketika kau sudah membuat keputusan.”
Alena menganggukkan kepalanya memahami kesalahan yang hampir saja dibuatnya.
*
“Kyaaaaaahh!!!!!”
Baru saja sehari Sadewa meninggalkan Alena bersama dengan hantu-hantu di pemakaman Durawa, Sadewa kini mendengar teriakan ketakutan dari Alena. Sontak ... Sadewa mengambil langkah besar dan berlari sekuat tenaga untuk segera menghampiri Alena. Kebetulan atau tidak, tapi kali ini ... Sadewa membawa tongkat bisbol miliknya yang biasanya selalu dibawanya ketika berjaga di pemakaman Durawa.
“Kyaaaaaaahhh!!! Tolong!!! Siapapun tolong aku!!”
Sadewa mempercepat langkah kakinya dan memaksa kedua kakinya untuk berlari lebih cepat lagi. Huft ... huft ... Nafas Sadewa mulai tersengal karena berlarian di area pemakaman dan beberapa kali harus memutar karena tidak bisa melompati makam-makam yang ada.
“Akhhhhhh! Tolong aku!!!”
Teriakan itu terdengar lagi dan benar saja ketika Sadewa tiba di lokasi sumber suara teriakan itu, Sadewa melihat Alena yang berteriak sembari memutari beberapa makam karena ulah Pocong 3 dan Pocong 4. Dari tempatnya berdiri, Sadewa melihat Pocong 3 dan Pocong 4 yang sedang memasang wajah buruk mereka, melompat-lompat mengejar Alena dan menakutinya. Sadewa ingin tertawa melihat hal ini, tapi Sadewa membayangkan dirinya berada di posisi Alena yang belum terbiasa melihat makhluk-makhluk yang seharusnya tidak bisa dilihat oleh kebanyakan manusia.
“Kalian berulah lagi??” Sadewa berteriak sembari berlari dan mengayunkan tongkat bisbol yang biasanya dibawanya ketika sedang berjaga sebagai durawapati.
Melihat Sadewa berlari sembari mengayunkan tongkat bisbol di tangannya, Pocong 3 dan Pocong 4 melompat-lompat ketakutan dan berusaha untuk menjauh dari Sadewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments