Kau tahu saat kau merasa sangat ketakutan, tanpa sadar kau akan memanggil nama orang yang paling kau anggap penting bagimu?
Aku mengakui hal itu, karena beberapa kali hal itu terjadi padaku. Aku hidup hanya dengan ibuku saja. Dari cerita ibuku, ayahku meninggal dunia saat ibu masih mengandungku. Ditambah lagi ayah dan ibu adalah anak yatim piatu yang tumbuh di panti asuhan yang sama dan awalnya keduanya adalah sahabat baik dan teman seperjuangan yang berusaha bertahan hidup dengan segala kekurangan yang mereka miliki demi sedikit kenyamanan hidup. Beruntung ... Ayahku adalah orang yang cerdas. Jadi, ayah di waktu mudanya mendapatkan banyak bantuan hingga akhirnya bisa kuliah hingga S2 dan diterima bekerja di perusahaan besar dengan gaji yang cukup tinggi.
Tidak lama kemudian ayah dan ibu menikah. Ayah yang hidup dengan penghasilan cukup besar kemudian meminta ibu menikah meski hanya bekerja sebagai penjual makanan di kampus di mana ayah dulu kuliah. Ibu dulu sering kali memberikan makanan kepada ayah ketika kuliah dan di saat itulah tumbuh benih-benih cinta di antara persahabatan mereka. Sayangnya ... dalam sebuah perjalanan dinas, ayah meninggal karena kecelakaan dan sejak saat itu, Ibu memilih untuk hidup seorang diri dengan uang asuransi dari ayah untuk membesarkanku.
Karena menjadi anak yatim sejak kecil, aku sering kali diejek oleh anak-anak lain. Dan hal itu selalu membuatku kesal hingga akhirnya aku berakhir dengan menangis. Dalam tangisanku itu, secara tidak sadar aku akan memanggil ibuku dengan kencang meski ibuku tidak pernah datang sekalipun untuk menyelamatkanku karena pekerjaannya yang benar-benar sibuk.
Aku ingat beberapa memori lamaku saat aku kecil ketika berulang kali memanggil-manggil ibuku. Aku juga ingat ketika tangisanku berakhir, aku tiba-tiba bertanya pada diriku kenapa aku menangis dan memanggil-manggil ibuku. Dan jawaban yang aku dapatkan adalah apa yang aku lakukan itu adalah hal lumrah yang sering terjadi ketika seseorang merasa takut, terjepit dan tertekan, akan mengingat orang yang paling penting baginya, mengingat orang yang dianggapnya memberinya keamanan, mengingat orang yang dianggapnya bisa melindungi dirinya.
Dari kenangan itu, aku sadar orang yang paling penting bagiku adalah ibuku. Meski berulang kali kami bertengkar, meski berulang kami bersitegang, meski berulang kali kami saling adu mulut, aku sadar aku selalu mencari ibuku. Seperti yang saat ini aku lakukan.
*
Alena bersama dengan Manda, Gala, Sadewa, Pak Rahmat dan Surya kini berdiri di depan gerbang area pemakaman Durawa. Selama dua hari ini tinggal di desa K, Alena bersama dengan Manda dan Gala tidak pernah merasakan perasaan takut sekalipun ketika berjalan-jalan malam di desa K. Tapi kali ini berbeda. Begitu tiba di depan gerbang pemakaman Durawa, tekanan yang dirasakan oleh Alena bersama dengan Manda dan Gala berubah. Langit malam dan hawa dingin malam yang menusuk di pedesaan, membuat situasi itu terasa semakin menekan. Beberapa kali Manda dan Gala berjalan mendekat ke arah Sadewa beberapa kali karena merasakan bulu kuduk mereka yang menegang. Dan Alena yang sebelum-sebelum ini tidak pernah merasakan perasaan takut, kini merasakan perasaan takut yang teramat dalam dirinya.
Apa ini? Apa ini perasaan takut karena sesuatu yang tidak ketahui? Alena bertanya dalam dirinya sendiri sembari beberapa kali menekan dadanya dan berusaha untuk tenang.
“Kita sudah sampai. Saya dan Surya akan menunggu di gerbang ini seperti permintaan Sadewa.” Ucapan Pak Rahmat itu membuat suasana malam yang sedikit mencekam itu, sedikit berubah.
Surya yang membantu membawa beberapa barang milik Gala, kemudian memberikan tas Gala kepada Gala. Dengan segera, Gala mengeluarkan semua peralatan yang dimilikinya untuk mengambil rekaman. Dari mic yang akan digunakan oleh Manda, Alena dan Sadewa, kamera yang akan dibawa oleh Gala untuk merekam keseluruhan yang dilengkapi oleh sensor infrared, lalu kamera kecil yang akan dibawa oleh Manda sebagai kamera bantu dan lampu penerangan yang akan dipasang di atas kepala Gala. Setelah memastikan semua peralatan terpasang dan bekerja, Gala bersama dengan Alena dan Manda kini hanya harus menguatkan mental mereka.
“Ini.” Sadewa mengeluarkan sebuah tali yang panjang dari dalam saku pakaiannya dan memasangkan tali itu di pergelangan tangan Alena, Manda, Gala dan pergelangan tangannya sendiri.
“Apa ini?” Alena bertanya.
“Untuk berjaga-jaga agar kalian tidak terpisah dariku. Keseluruhan panjang tali ini adalah 10 meter, jadi harusnya tali ini tidak akan mempengaruhi kerja kalian ketika merekam nantinya terutama Gala yang membawa cukup peralatan di tubuh dan tangannya.”
“Ini keren.” Manda memandang tali di telapak tangannya seolah sedang melihat benang merah penghubung jodoh dalam kebudayaan Cina.
“Haruskah kita memakai ini?” Gala bereaksi sebaliknya dan merasa tali itu sebagai pembatas gerakannya.
“Ini untuk berjaga-jaga dan pengamanan bagi kalian.” Sadewa melihat ke arah Gala dan kemudian bergantian melihat ke arah Manda dan Alena.
Mendengar ucapan Sadewa, Gala akhirnya tidak punya pilihan lain selain menerima tali di pergelangan tangannya itu yang membuat beberapa gerakannya nanti terbatas. Setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Pak Rahmat dan Surya, Alena bersama timnya kemudian mulai mengaktifkan kamera, mic dan mulai mengambil rekaman.
“Selamat malam penggemar screamnight. Lama tidak berjumpa, kali ini saya bersama dengan tim screamning sedang berada di depan gerbang pemakaman Durawa. Pemakaman Durawa ini adalah tantangan dari komentar yang masuk di akun screamnight dari akun ssurya4. Selamat untuk ssurya4 karena telah berhasil memenangkan tantangan untuk membawa screamnight kemari .... “ Alena memulai rekaman dengan kalimat pembukanya dari alasan awalnya memilih lokasi ini hingga mengenalkan durawapati-penjaga makam khusus di makam Durawa.
“ ... Perkenalkan pria tampan di samping saya bernama Sadewa-durawapati atau yang lebih dikenal sebagai penjaga makam khusus di pemakaman Durawa ini.” Sebelum memasuki pemakaman Durawa, Alena mengajak Sadewa untuk bicara dengan mengajukan beberapa pertanyaan seperti sudah berapa lama Sadewa menjadi durawapati dan sudah berapa lama keluarga Sadewa terikat dengan pemakaman Durawa.
“Saya menjadi durawapati sudah tiga tahun lamanya. Setelah ayah saya meninggal dunia, saya meninggalkan pekerjaan saya di kota besar dan kembali kemari untuk menggantikan tugas ayah saya. Kalau ditanya sudah berapa lama keluarga saya terikat dengan pemakaman Durawa ini, saya tidak tahu kapan tepatnya. Tapi jika saya harus menghitung mungkin sudah lebih dari lima ratus karena saya adalah generasi ketujuh yang menjadi durawapati ... “ Sadewa kemudian memberikan sedikit cerita mengenai alasan keluarganya terikat dengan pemakaman Durawa selama beberapa generasi.
Setelah cerita singkat dari Sadewa, Alena kemudian mulai membahas berbagai cerita kecil mengenai pemakaman Durawa dan bertanya kepada Sadewa mengenai cerita-cerita yang beredar.
“Pemakaman Durawa ini memang bukan seperti kebanyakan pemakaman lain yang bisa dimasuki oleh semua orang dengan mudahnya. Pemakaman Durawa ini memang pemakaman biasa jika siang hari, tapi tidak untuk malam hari. Menurut cerita leluhurku, tanah di pemakaman ini adalah tanah keramat di mana tanah ini adalah tanah di mana pendiri desa ini dulunya sering bertapa. Karena sudah akrab dengan tanah ini, ketika kematian datang pada pendiri desa ini, beliau meminta untuk dikuburkan di tanah ini dan setelah itu, seluruh keturunan dari pendiri desa ini juga dikuburkan di desa ini ... “
Setelah memberikan penjelasan yang sama seperti yang Alena pernah dengar, Sadewa mengakhiri penjelasan singkatnya. Alena kemudian beralih membahas gerbang yang menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar dari pemakaman Durawa dan mengajukan pertanyaan lagi kepada Sadewa.
“Kenapa pintu masuk dan pintu keluar adalah pintu yang sama?”
“Saya tidak tahu alasan tepatnya tapi dari cerita turun temurun di keluarga, pintu masuk dan pintu keluarnya dibuat hanya satu bertujuan agar durawapati yang bertugas tidak kesulitan untuk berjaga. Karena durawapati yang bertugas hanyalah satu orang, menjaga dua pintu adalah hal yang sulit.”
Mendengar jawaban itu, Alena merasa sedikit tidak puas. Gerbang besar yang terlihat tua dan sedikit menakutkan itu mungkin tidak memilik pagar besar tapi entah kenapa ketika melihat ke dalam pemakaman dari gerbang itu, Alena merasa seperti melihat alam yang berbeda.
“Untuk menjawab rasa penasaran kalian yang sudah menumpuk, mari kita masuk ke dalam pemakaman Durawa ... “ Alena bersama dengan Manda, Gala dan Sadewa mulai berjalan masuk ke dalam area pemakaman Durawa.
Wusshhh ... angin kecil berembus ketika Alena berjalan masuk dan sekilas, Alena seperti mendengar sebuah suara kecil yang berbisik di telinganya. “Berhenti, Alena! Jangan masuk lagi! Cepat keluar dari sini sekarang juga!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments