...----------------...
...Chapter 20 : Bunga Indah di tengah duri...
...----------------...
Sarfon menghela nafas pendek untuk beberapa saat lalu ia menggeleng gelengkan kepalanya sambil memejamkan matanya.
'sigh...'
Zehid menatap Sarfon dengan datar sambil menunggu jawaban Sarfon. Zehid kemudian bertanya pada Sarfon tentang apa pilihan yang akan ia pilih.
Sontak Sarfon menghela nafas panjang setelah memikirkannya. "Apa memang hanya 2 itu pilihannya?"
Zehid tersenyum tipis lalu mengangguk seraya berkata, "Seperti yang telah saya jelaskan tadi, sebab akibatnya tentu ada Tuan Sarfon."
"Baiklah. Kalau begitu aku akan memilih menjadi Kartu Joker umat manusia." Sarfon memasukkan kedua tangannya ke saku celananya kemudian berbalik badan.
Sarfon kemudian menanyakan sesuatu pada Zehid. "Kapan aku harus pergi?"
"Tepat ketika kematian Yang Mulia Kaisar Arza Han Jiksa."
Sarfon terdiam sejenak, ia memikirkan satu hal namun begitu banyak hal yang harus ia pikirkan dalam satu waktu. "Ini mengingatkanku akan suatu hal yang sangat ingin ku lupakan."
"Apa memang seperti itu Tuan Sarfon?" balas Zehid dengan senyum tipis di bibirnya.
Sarfon berbalik kemudian berjalan pergi seraya berkata, "Entahlah, namun jika aku bisa pergi dengan tenang menjadi musuh dunia bukanlah hal yang sulit."
"Begitu ya."
Zehid kemudian menjentikkan jarinya untuk melakukan sesuatu. "Ingatan tentang dirimu pada Keluarga Kloz dan orang terkait dengan keberadaan Rue Lucilius Kloz telah ku hilangkan.
Sekarang kau bisa kembali ke kediaman mu dengan tenang Tuan muda Sarfon."
Dari belakang Zehid melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum menatap Sarfon. "Dasar bajingan menjijikan..." gumam Sarfon kemudian pergi meninggalkan Kastil Toronto begitu saja dengan cepat.
Saat itu tidak ada yang tahu Sarfon pergi kemana, namun tak lama kemudian kabar tentang keberhasilan Anastasia menyelamatkan Kota Santino menjadi perbincangan di seluruh penjuru Benua.
Rakyat Kekaisaran Jiksa termasuk Kaisar Arza Han Jiksa mengucapkan rasa terimakasih terhadap Anastasia. Sebagai hadiah Anastasia di beri gelar Duchess oleh Kaisar Arza dan mempercayakan Kota Santino di tangannya.
"Nona Anastasia Kloz dengan ini aku, Arza Han Jiksa atas rasa terimakasih ku telah menyelamatkan nyawa para prajurit, sekaligus membalaskan dendam prajurit pemberani yang gugur.
Dengan ini memberikanmu Gelar Duchess, sekaligus Kota Santino untuk ku percayakan padamu."
Sebelum pelantikan ini Kaisar Arza sebelumnya berdiskusi dengan para Kepala Keluarga lainnya tentang hadiah keberhasilan atas pencapaian Anastasia.
Lalu Rein berkata, "Tuan Blake sepertinya Putri anda sudah dalam usia yang matang untuk memerintah suatu wilayah mengingat umurnya yang telah mencapai 17 Tahun dengan kecerdasan di atas rata-rata sepertinya gelar Duchess adalah yang paling cocok untuknya."
Mendengar pendapat dari Rein kepala keluarga yang lain berpikir sejenak. Dan pada akhirnya tidak terpikirkan hadiah yang lebih cocok untuk Anastasia selain gelar Duchess untuk diberikan kepada Anastasia dan setelah semuanya mengatakan setuju Kaisar pun setuju dengan ide dari Rein.
"Anastasia memang selayak itu untuk mendapat gelar Duchess," tukas Kaisar Arza memuji.
Anastasia menunduk dengan lutut kiri menyentuh tanah dan lutut kanannya sejajar dengan dadanya, lalu dengan nada tegas ia berkata,
"Saya siap untuk memenuhi titah dan harapan Yang Mulia Kaisar."
Kaisar Arza tersenyum lalu para bangsawan yang menyaksikan pelantikan tersebut mulai ramai memberikan tepuk tangannya untuk Anastasia.
Pesta yang cukup besar diadakan di Ibu kota untuk merayakan hal ini, baik itu suasana pesta di dalam kastil ataupun suasana pesta di tengah kota tidak ada bedanya.
Semuanya di rayakan dengan sangat meriah dan penuh sukacita. Para pengungsi dari kota Santino pun sudah bisa pulang kembali ke rumahnya masing-masing. "Pesta ya ... Hmm ..." Sarfon hanya menyaksikan dari jauh lalu pergi meninggalkan kota Sabien.
[Kota Santino, Kastil Blue Rose]
Sarfon tiba di depan gerbang kediamannya, nampak tidak terkunci namun masih tetap bersih. 'Siapa yang membersihkannya kira-kira? Apa Miranda ...?'
Namun Sarfon menggelengkan kepalanya menyangkal. "Haha ... Mana mungkin." Sarfon kemudian masuk kedalam lalu langsung berjalan menuju dapur untuk memasak makanan sendiri.
Sarfon menatap telur yang barusan ia masak di dadar. "Kurasa ini cukup untuk mengisi tenaga..." Saking gemetar kakinya akibat terlalu lapar Sarfon tidak dapat memasak dengan benar.
Pada akhirnya ia hanya dapat memasak makanan yang paling sederhana yaitu telur. Sarfon mulai memakan telur yang ia buat di tengah malam itu. Saat ini hanya ada Sarfon saja yang ada di Kota Santino karena semua orang pergi mengungsi.
Suasana malam itu begitu sepi dan di saat yang bersamaan begitu menenangkan, dengan penerangan dapur yang tidak terlalu terang Sarfon makan dengan tenang namun itu membuatnya teringat akan sesuatu. Di sebuah ruangan yang kecil di kelilingi furnitur sederhana dengan cat tembok yang mulai luntur serta suhu ruangan yang tidak menyentuh seseorang duduk sendirian memakan makanannya dengan tatapan mata kosong.
'Aih ... Aku memikirkan hal-hal tak berguna ...' Setelah selesai makan Sarfon mencuci piringnya sendiri lalu berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat.
Namun secara tiba-tiba pintu Kastil terbuka dan seorang perempuan setinggi 171 centimeter masuk ke dalam. Mata Sarfon dan dirinya bertatapan, dan tak dapat di pungkiri wanita itu terkejut
ketika melihat wajah Sarfon.
Dari kedua mata perempuan itu terdapat sebuah air mata yang tak terbendung lagi dan pecah ketika perempuan itu berlari memeluk Sarfon dengan erat.
"Tuan muda!! Hiks ... Hiks ... Hiks ... Kemana saja anda ... Aku sangat putus asa. Hiks ... Hiks ... Maafkan aku tuan muda ..."
'Lah, kukira dia tidak datang lagi. Sial benar juga aku kan bisa di bilang hilang selama beberaoa minggu ... Waduh.' Sarfon sedikit bingung ingin memberikan alasan apa.
Namun Sarfon tiba-tiba teringat dengan Zehid.
"Tunggu, bukannya Zehid sudah menghilangkan ingatan .... "Ingatan tentang dirimu pada Keluarga Kloz dan orang terkait dengan keberadaan Rue Lucilius Kloz telah ku hilangkan."
Si sialan itu !!! dia pasti bercanda! Kenapa gak sekalian dengan ingatannya Miranda sih?!'
Sarfon hanya dapat membatin dengan gusar karena kesal sebab merasa dipermainkan oleh Zehid, namun saat ini Sarfon mencoba untuk menenangkan Miranda. "Apakah kamu bermimpi buruk Miranda?"
Miranda menunduk lemas sambil terus menangis dan bergumam meminta maaf pada Sarfon.
"Sudah ... Tidak apa-apa, ini sudah malam sebaiknya beristirahat."
Sarfon mengulurkan tangannya
pada Miranda, menyaksikan hal tersebut tangisan Miranda perlahan-lahan berhenti dan ia mulai tenang. Meski sedikit ragu untuk meraih uluran tangan Sarfon ketika Miranda melihat senyum Sarfon dengan senang hati ia menerima uluran itu.
------------------------------------------------
Di pagi harinya Sarfon keluar dari Kastil Blue Rose karena ada seseorang yang mengetuk-ngetuk pintu. "Ada apa?" Ketika Sarfon membuka pintunya seorang prajurit muda
berdiri sambil menunduk ketika menghadap Sarfon. "Salam Tuan muda, saya di sini untuk menyampaikan kabar duka ... Tepat di pukul 4 sore nanti tolong luangkan waktu anda untuk memberikan
penghormatan terkahir pada prajurit yang gugur melindungi Kota Santino dari Invasi para Iblis."
"Oh tentu saja." jawab Sarfon singkat, namun tiba-tiba ia terdiam selayaknya patung. 'Apa yang ia katakan?! Invasi Iblis? B-Bukankah seharusnya hal itu terjadi 1 tahun lagi?'
Sarfon tiba-tiba teringat dengan pesta besar yang di adakan di Kota Sabien kemarin, serta Kota Santino yang tadi malam sangat-sangat sepi. Awalnya Sarfon berpikir jika kota sepi karena sudah larut malam namun sepertinya ia salah.
Prajurit muda itu kemudian merogoh kantongnya. "Ah iya! Ini Tuan muda." Prajurit itu memberikan sebuah liontin dengan foto Miranda pada Sarfon.
"Liontin itu milik Kapten Cavan Tuan muda..."
tukas prajurit tersebut dengan nada sedih.
'Cavan Benoni ... Orang sekuat dirinya pun gugur ya ...'
Kemudian prajurit tersebut memberi hormat dan pamit undur diri. Sarfon hanya terdiam menatap liontin itu, ia hanya dapat menghela nafas dan masuk kembali ke dalam, Miranda yang sedang mengepel lantai lantas bertanya pada Sarfon tentang siapa yang barusan datang. "Apakah barusan ada tamu Tuan muda?" tanya Miranda dengan lembut sambil tersenyum.
Namun Sarfon seolah tak menghiraukan nya langsung berjalan pergi ke kamarnya, kepalanya rasanya benar-benar terasa pening sekali saat ini ia tak tahu harus berbuat apa
'Aih ....'
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments