Cavan menatap tajam kearah depan yang merupakan daerah Dark forest. Sesaat setelah dia mengedipkan matanya sebuah serangan dahsyat melesat dengan kecepatan yang luar biasa dan daya hancur yang sangat mengerikan.
Benteng Chesley yang tingginya mencapai 31 Meter itu hancur akibat serangan yang datang dari arah Dark Forest. Sebenarnya Kapten Penjaga Cavan telah menangkis serangan yang bagaikan meriam itu, namun ia tak menyangka serangan itu langsung meledak dengan radius yang cukup berbahaya.
Cavan berdiri kembali setelah terguling di tanah akibat terhempas dari atas benteng. Asap tebal menjulang tinggi dan burung-burung maupun hewan yang berada di sekitar Benteng Chesley mulai berlari ketakutan setelah mendengar suara ledakan yang menggelegar tersebut.
Benteng Chesley dapat dikatakan sudah tertembus saat ini, dengan sigap Cavan memberi perintah pada pasukannya untuk menyiapkan senjata mereka. "Semuanya keluarkan senjata kalian! Pertahankan benteng sampai nafas terakhir kalian!!" Cavan berteriak dengan sangat keras.
Dari arah Dark forest segerombolan Iblis mulai berdatangan dengan jumlah yang masif. "SERANG!!" Para prajurit berlari menerjang ke arah depan dengan senjata yang sudah di genggam erat erat oleh mereka. Para Iblis yang datang langsung mereka tebas tanpa ampun.
Sementara itu Cavan menatap ke atas, seseorang dengan tudung hitam terlihat hanya mengamati pertempuran yang terjadi di bawah, namun Cavan dengan jelas tahu bahwa orang itu bukanlah seorang manusia. Cavan menerka di dalam hati, 'Orang itu ...' Cavan mengumpulkan mana di dalam jantungnya kemudian ia alirkan ke seluruh pembuluh darahnya untuk memperkuat tubuhnya.
Dengan cepat Cavan melompat dan melesat kearah orang misterius yang hanya mengamati dari atas benteng. 'swusshh!' Cavan menyabetkan pedangnya kearah kepala orang misterius itu namun langsung di tangkis, pria itu menatap Cavan dengan mata merahnya dan dengan cepat merentangkan tangannya kearah Cavan yang berada di hadapannya.
"Enyahlah." BOOOM! Cavan langsung di pentalkan ke bawah tanah yang membuatnya terluka berat. "OHOK!" Darah keluar dari mulut Cavan yang terbaring lemas di atas tanah. "Kapten Cavan!" Seorang prajurit yang melihat Cavan tergeletak terluka langsung berlari kearah Cavan sambil bertahan dari serangan iblis yang mencoba mendekati dirinya.
"Kapten bertahanlah, saya akan membuatkan jalan kabur bagi anda," ucap prajurit itu sambil membantu Cavan untuk berdiri. Namun Cavan menggelengkan kepalanya dengan cepat, perlahan ia melepaskan rangkulan prajurit yang menolongnya itu kemudian mencoba untuk berdiri sendiri.
Cavan menarik nafas panjang, "Ini akan menjadi malam yang panjang." Cavan kemudian berdiri dengan tegak dan mulutnya mengucapkan sebuah mantra. Seketika pedang miliknya bercahaya dan melayang ke hadapannya. "Entah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengan orang yang berbahaya... Pedang Atreus!"
Cavan langsung berlari dengan cepat dan kembali menyerang Iblis yang sedang mengamati dari atas benteng. Cavan menatap tajam kearah iblis tersebut seraya berkata, "Kena kau!" Cavan menebaskan pedangnya berkali-kali dan membuat iblis tersebut terdorong mundur. Butiran-butiran putih berjatuhan keluar dari jalur tebasan Cavan dan berjatuhan ke tanah.
Iblis itu secara tiba-tiba mulai meningkatkan kekuatannya yang membuat Cavan tersentak untuk sesaat. Iblis itu dengan cepat langsung menangkap pedang milik Cavan seraya berkata, "Dasar manusia rendahan!" Cavan tak dapat menarik pedangnya karena di genggam dengan sangat kuat.
"Terimalah kematian mu manusia." ucap iblis tersebut dengan nada dingin. Ketika iblis itu melayangkan serangannya yang berupa tinju kearah wajah Cavan, seorang prajurit menyelamatkan Cavan dari tinju itu dengan menarik Cavan ke belakang dan menggantikannya untuk menerima serangan tersebut.
Serangan berbahaya itu langsung membunuh prajurit muda yang baru saja melindungi Cavan. Mata Cavan terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi tepat di hadapannya. Ia hanya bergumam pelan 'bocah bodoh.' Cavan menarik pedangnya kembali ke tangannya.
Cavan menyeringai seolah telah kehilangan akal sehatnya. "Hei iblis tolol, kau tahu kenapa dari tadi aku membiarkan kalian para iblis seenaknya bahkan sampai menghancurkan tembok benteng dan membuat benteng ini kacau dan terbakar?"
Iblis misterius itu menatap Cavan dengan tatapan sinis. "Kau sedang tertawa?" Cavan masih terus tersenyum dengan tubuhnya ia mulai kembali berdiri seperti mayat hidup. "Khe... Khe... Khekekeke... Setidaknya jika benteng ini di ratakan dengan tanah kesalahannya tidak akan di timpakan pada diriku!"
Cavan menyeringai sembari mengarahkan mata pedangnya kearah iblis di hadapannya. "Hei! Permainannya baru akan dimulai jadi jangan mati dulu ya!" Sebuah tebasan pedang yang sangat cepat membelah tudung yang digunakan oleh iblis tersebut. "Dasar brengsek!" hina Iblis itu setelah mengindari serangan Cavan yang membuatnya harus melepas tudungnya.
"Ohh ... Jadi begini rupa bajingan yang membunuh prajurit ku..." gumam Cavan dengan nada pelan. Iblis itu memiliki tubuh dengan tinggi 182 centimeter dengan rambut pendek dan satu tanduk di dahi kirinya dan berjenis kelamin perempuan.
Angin kencang bertiup membawa butiran butiran putih yang berada di tanah terbang. Itu adalah salju putih yang berukuran sangat sangat kecil, salju itu terbawa terbang dan tanpa di sadari masuk ke pori-pori kulit iblis itu.
Dan secara tiba-tiba tangan kiri iblis perempuan itu tertusuk oleh sebuah jarum es berukuran setengah tangannya. "ARRGH!" Cavan mengendalikan molekul salju tersebut dan membuatnya membeku ke suhu ekstrim di dalam tubuh iblis tersebut.
Cavan tidak menyia-nyiakan kesempatan menyerang yang terbuka sangat lebar saat ini, dengan cepat ia menerjang maju menyerang dengan pedang yang sudah terhunus. "Teknik berpedang... pusaran salju, NAGA!" Cavan menggunakan mana nya dalam jumlah besar. Badai salju itu datang dari pedangnya dan dihantamkan kearah iblis tersebut.
Namun Iblis itu menghindari serangan Cavan dan melompat tinggi ke langit, kemudian sebuah binatang iblis yang mirip seperti burung langsung menjemput iblis tersebut. Dengan cepat binatang itu terbang menukik ke langit kemudian memutar tubuhnya menerjang ke bawah.
Cavan menatap kearah langit dan mengamati binatang itu menukik kembali ke bawah. Cavan menurunkan pedangnya ke bawah dan mengumpulkan seluruh mana miliknya ke pedangnya. "Teknik berpedang... pusaran salju, OMBAK SALJU!" Cavan melompat ke atas menerjang musuhnya dengan pedangnya yang di ikuti oleh sebuah ombak salju yang siap menghantam iblis tersebut. "MATI KAU!"
[Kota Santino]
Prajurit utusan Kapten penjaga Cavan sudah sampai di tengah kota Santino dan langsung menyebarkan informasi tersebut. "Semuanya ayo bersiap mengungsi lewat jalur yang sudah kami sediakan, benteng Chesley sedang dalam keadaan diserang, kita semua harus mengungsi."
Akhirnya orang-orang mulai berbondong-bondong menyiapkan barang-barangnya untuk segera pergi mengungsi, dengan di dampingi oleh para prajurit itu para warga bisa berjalan dengan tertib.
Sementara itu Miranda yang sedang diam mencuci piring tiba-tiba mendengar teriakan prajurit yang menyuruh orang-orang untuk mengungsi. "Apakah ada hal darurat yang sedang terjadi?" Miranda melirik ke luar lewat jendela. Ia menyaksikan orang-orang berbondong-bondong membawa barang berharga mereka untuk di bawa pergi mengungsi.
Pintu kastil Blue Rose telah diketuk oleh seorang prajurit. "Permisi! Apakah ada seseorang di dalam? Sekarang sedang ada keadaan darurat, dimohon untuk meninggalkan kota." Miranda kemudian turun dan membuka pintunya. Ia mengangguk paham dan akan segera mengungsi.
Namun Miranda saat ini masih dilema, bagaimana jika nanti Tuan muda Sarfon kembali ke rumah, bagaimana jika ia kebingungan karena tidak ada orang di rumah. Miranda ragu untuk pergi namun jika sampai warga kota Santino saat ini di ungsikan maka itu artinya ini adalah keadaan darurat tingkat tinggi.
Bagaimanapun Miranda yang merupakan assasin dapat mengetahui sekuat apa Kapten penjaga benteng Chesley. Miranda lalu menyiapkan barang-barangnya lalu dengan berat hati meninggalkan kastil Blue Rose untuk pergi mengungsi. Warga kota Santino akan di ungsikan ke Kota Wessel yang berada di Utara.
Sementara itu di Ruang rapat Kepala keluarga agung. Rein terlihat telah bersiap untuk pergi, bagaimanapun ia mengkhawatirkan anaknya Sarfon yang tinggal di Kota Santino.
"Yang Mulia Kaisar bisakah saya meminta izin untuk pergi ke Kota Santino? Saya khawatir dengan anak saya yang tinggal di sana."
Kaisar Arza berfikir sejenak kemudian berkata, "Tidak. Jangan pergi ke sana, aku punya alasan melarang mu pergi ke sana. Jika kamu mengkhawatirkan anakmu yang ada di sana aku yakin ia sudah di ungsikan dengan segera."
Hal ini membuat Rein terkejut. Bagaimana mungkin jika ia dilarang untuk pergi dari sini disaat ia menyadari anaknya sedang dalam bahaya. Kaisar Arza lantas berkata, "Aku melarang kamu pergi ke sana bukan tanpa alasan. Aku khawatir jika serangan di Kota Santino hanya sebuah umpan agar kamu pergi dari Ibu Kota, secara mereka dapat dengan mudah kembali menculik istrimu lagi. Kumohon mengertilah Rein." Rein terdiam tak berkutik menyadari apa yang dikatakan oleh Kaisar adalah hal yang tak dapat ia bantah.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments