Di dalam Kastil Blue Rose tepatnya di ruang tamu, Gigs menemui Tuan Muda Sarfon untuk memberikan pedang katana yang diminta.
"Katana ini adalah merupakan perwujudan senjata dosa di masa depan. Tuan muda, sebelum saya berikan pada anda saya ingin menanyakan satu hal..."
"Dan apa itu?"
"Apakah anda ingin merebut gelar Kepala Keluarga Cazey?"
Sarfon duduk dengan tenang dan menyilangkan kakinya sambil menyenderkan bahunya di sofa. Tak langsung menjawab pertanyaan itu Sarfon justru mengambil cangkir tehnya dan sedikit menyeruputnya.
Ia menunjukkan seberapa tinggi dirinya saat ini meskipun hanyalah seorang anak-anak, namun Sarfon menunjukkan kharisma yang menekan seolah memberi isyarat untuk tidak lancang.
tik ...
"Pak tua, apa anda menyadari seberapa lancangnya pertanyaan anda itu? Setiap orang memiliki urusannya masing-masing. Dan setiap masalah tak bisa diberitahukan begitu saja bukan?
Namun aku tidak akan memperpanjang masalah ini, karena aku tahu ke khawatiran mu."
Terlihat jelas ekspresi Pak Tua Gigs yang kesulitan mengatur ekspresinya dengan keringat yang mulai mengucur dari pelipisnya.
"Aku akan mengatakan satu hal pak tua. Aku membutuhkan katana ini untuk melindungi kekaisaran. Dan cukup sampai situ saja kau mengetahuinya."
Hal ini membuat Pak Tua Gigs makin dilema untuk memberikannya pada Tuan Muda Sarfon, dan beberapa hal lain ikut menghantuinya seperti pecahnya kekaisaran Jiksa karena merebutkan senjata ini.
Namun pada akhirnya ia memantapkan dirinya dan memberi kepercayaan kepada Sarfon untuk menjaga Katana tersebut dan berharap di masa depan tidak ada hal-hal buruk.
"Saya mohon agar anda menjaga Katana ini dengan baik. Katana ini tidak perlu diasah, ia tak akan pernah tumpul ataupun berkarat."
Sarfon mengangguk dan menerima katana itu, ia memegang gagang katana dengan tangan kanannya. Sesaat ia berfikir jika katana ini akan berat di tangan seorang anak berumur 7 Tahun, namun tak pernah ia sangka bahwa katana ini benar-benar sangat ringan.
Besi jiwa adalah material yang ditempa untuk menciptakan katana ini, dan besi jiwa itu hanya ada satu di Dunia ini. Material yang datang dari luar angkasa dan mendarat di Selatan Kota Anthenum di Kekaisaran Jiksa dan pria yang menemukannya tak lain adalah Pak Tua Gigs.
Besi itu terus menerus memanggil manggil sesuatu dan terus menawarkan kekuatan terhebat, maka dari itu material ini dinamai Besi jiwa.
"Kalau begitu karena pekerjaan saya telah selesai saya pamit undur diri Tuan Muda."
"Ya, jaga diri anda baik-baik. Dan rahasiakan soal ini dari siapapun termasuk Ayahanda."
Dwarf tua itu mengangguk paham. "Sesuai keinginan anda Tuan Muda."
...----------------...
[Kastil Polhirety]
Kastil megah yang di tinggali oleh Keluarga inti Cazey yang kemampuannya sudah diakui langsung oleh Kepala Keluarga, terdapat enam anggota yang tinggal di Kastil ini, dan enam diantaranya adalah sang Kepala Keluarga dan Istrinya itu sendiri.
Rein Fotd Cazey.
Seorang Pria berwajah tampan dan tinggi mengenakan jas panjang berwarna hitam serta celana panjang dengan rambut merah tua dan sorotan mata yang tajam terlihat sedang membaca sepucuk surat.
'Sarfon meminta dikirimkan pandai besi terbaik di Negara ini? Apa yang anak itu inginkan?'
"Sayang, ini waktunya sarapan mengapa kamu tidak keluar untuk bercengkrama dengan para pewaris utama di meja makan?"
Rein tersenyum dari balik pintu ruangannya dan meminta istrinya yaitu Alene Fotd Cazey untuk pergi duluan. "Aku akan turun sebentar lagi, turunlah lebih dulu." Rein dapat tersenyum karena merasa sedikit terhibur dengan rasa penasarannya.
'Setidaknya tak ada alasan bagiku menolak permintaannya, baiklah kalau begitu aku akan mengurus beberapa dokumen terkait peperangan melawan iblis sekarang. Selagi mood ku bagus.'
Sementara itu di Kastil Blue Rose terlihat Sarfon menggenggam katana di tangannya sambil mengalirkan mana miliknya. Sarfon benar-benar berkonsentrasi untuk bisa menguasai katana ini sepenuhnya.
'Setelah beberapa latihan menebas benda, bahkan sebuah batu besar. Pedang ini benar-benar dapat memotong apapun, namun entah kenapa aku merasa pedang ini jauh sekali dariku.'
Aura biru pekat menyelimuti tubuh Sarfon. Hal ini membuat Sarfon merasakan hawa dingin di kulitnya namun, ia tetap berusaha berkonsentrasi hingga akhirnya secara mengejutkan darah mulai mengucur keluar dari hidungnya.
"Huh?! Sialan, pusing ...."
Sementara itu Miranda saat ini sedang berjalan ke halaman belakang sambil membawa sebuah kue coklat untuk cemilan Sarfon dan secangkir susu hangat.
Namun ketika sampai di halaman belakang tempat Sarfon berlatih mata Miranda langsung terbelalak melihat Tuan mudanya terbaring diatas tanah dengan ekspresi wajah pucat dan tubuh yang panas. "TUAN MUDA!" teriaknya histeris dan menjatuhkan semua cemilan yang ia bawa.
Miranda dengan cepat berlari kearah Sarfon kemudian menggendongnya dan membawanya ke kamar untuk di baringkan. 'Astaga suhu tubuhnya panas sekali. Saya mohon bertahanlah tuan muda...'
Setelah membaringkan tubuh Sarfon di atas ranjangnya, Miranda langsung keluar dari Kastil dan pergi ke Kota untuk mencarikan Dokter. Miranda yang sebenarnya seorang assasin bergerak dengan begitu cepat.
"Dokter! SAYA MOHON IKUT SAYA!"
"Eh... Eh... Nona muda! Anda bergerak cepat sekali!"
Begitu sampai di Kastil dengan segera Miranda langsung membawa sang dokter menemui Sarfon yang sedang terbaring tak sadarkan diri.
"Ya Tuhan ... Jantung saya hampir copot nona ..." keluh sang Dokter karena kepalanya sedikit pusing
"M-Maafkan saya," tukas Miranda sambil membungkuk minta maaf dengan panik.
Dokter itu mulai mengecek nadi dari Sarfon untuk mengetahui apakah detak jantungnya masih normal.
"Ah, ini demam biasa nona. Detak jantungnya normal namun aliran mana nya sedikit tidak teratur, Tuan muda hanya kelelahan fisik. Jadi tak perlu khawatir tentang apapun, biarkan beristirahat sebentar dan nantinya akan membaik sendirinya."
Miranda mengangguk paham mendengar penjelasan dari dokter tersebut. "Terimakasih banyak dokter," tukasnya sambil memberikan 3 keping emas.
"ah ... Ini terlalu ban—"
"Tidak apa-apa dokter, i-ini juga sebagai permintaan maaf saya karena membawa anda kemari dengan kurang sopan."
"Baiklah kalau begitu saya pamit dahulu ..."
Setelah sang Dokter pergi dari Kastil dan kembali ke Kota, Miranda pergi ke dapur untuk membuatkan bubur.
Sementara itu Sarfon sendiri belum sadarkan diri dari pingsannya karena kelelahan dan masih berbaring diatas kasurnya hingga akhirnya malam pun tiba.
Sarfon mulai membuka matanya, kepalanya sungguh berat dan rasanya pusing sekali bahkan untuk berdiri ia begitu kesulitan.
"Kuh ... Demam sialan seperti ini terjadi bahkan di dunia fantasi, ini gila!" gumamnya tak puas.
Dengan usaha lebih Sarfon mencoba untuk bangkit dari ranjangnya untuk mencari minum dan makanan yang dimana itu semua terletak di dapur.
Dengan tertatih-tatih Sarfon berjalan kearah dapur secara perlahan. Sarfon mengambil sepiring roti dengan air putih biasa dan membawanya menggunakan kedua tangannya ke luar.
Di halaman kastil, Sarfon duduk di tanah dan meletakkan gelas berisi air minumnya dan mulai memakan roti yang ia bawa.
Dengan ekspresi kosong dan datar Sarfon dengan lahap memakan rotinya sambil termenung memikirkan kehidupannya di sini.
'Sudah jelas jika aku bukan karakter Utama di dalam Dunia yang akan hancur ini ... Lantas mengapa aku harus di transmigrasi ke Dunia ini? Mengapa setelah kematian ku di Bumi aku tidak langsung dikirim ke Nirvana saja? Aku tidak ingin hidup lagi ...'
^^^Bersambung^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments