'Ding! Ding!!'
Suara keras dari lonceng menandakan bahwa kelas ini telah berakhir.
Setelah pak tua Anderson berjalan meninggalkan ruang kelas ini, seluruh pelajar di kelas F segera membahas apa yang akan mereka lakukan sepulang kelas.
"Max, kemana kita hari ini?" tanya Alex sambil merapikan bukunya.
"Hmm.... Aku ingin makan ayam bakar."
"Telah lama kupikirkan tapi, Max. Kau hanya suka ayam bakar?" tanya Oliver penasaran.
"Ayam.... Bakar...." ucap Emily dengan air liur yang seakan-akan dapat menetes kapan saja.
"Bolehkah aku ikut?" tanya Sophia.
"Tentu saja! Oi, Lucius! Bagaimana denganmu?"
Lucius masih duduk terdiam di mejanya. Membaca ulang pelajaran hari ini di buku catatannya.
Setelah beberapa saat, Lucius masih tetap diam tanpa menjawab pertanyaan dari Max.
Hingga akhirnya....
'Praak!'
Sebuah pukulan ringan mengenai kepala bagian belakang Lucius. Membuatnya kembali ke realita kelas ini.
"Oi, kau ikut tidak?" tanya Max sekali lagi.
"Aaah, tentu. Aku akan ikut."
Setelah merapikan kelas yang cukup kosong dan sepi ini, mereka berenam akhirnya pergi bersama. Menuju ke sebuah restoran favorit Max di dekat akademi ini.
Sebuah restoran kecil yang hanya memiliki 6 meja itu dikelola oleh seorang pemuda bersama dengan ibunya.
"Selamat datang. Aah, pelajar dari Damacia. Selamat datang kembali." ucap pemuda itu dengan ramah.
Saat ini, restoran ini sama sekali belum ada pengunjung. Membuat Lucius dan kawan-kawannya bisa memilih untuk duduk dimana pun.
"Bagaimana kabar ibumu, Kieran?" tanya Max sambil melambaikan tangannya.
"Nyonya Miriam sehat. Hari ini, seperti biasanya?" tanya pemuda bernama Kieran itu dengan senyuman yang ramah.
Max tak membalas. Hanya memberikan sebuah jempol dan anggukan saja.
Sementara itu, lima orang yang lain masih sibuk menentukan tempat duduk mereka. Karena dalam satu meja hanya terdapat 4 kursi, mau tak mau 2 orang harus duduk terpisah.
"Tidak! Aku akan duduk disini!" teriak Sophia kesal.
"Kenapa?" tanya Alex.
"Karena mejanya lebih besar, tentunya."
Lucius yang melihat perebutan meja paling besar di restoran kecil ini akhirnya mengambil inisiatif. Yaitu menyerahkan dirinya untuk duduk di meja lain.
"Aku akan duduk disini, kalian lanjutkan saja perebutannya." ujar Lucius.
Tak lama setelah itu....
"Emily.... Tidak suka yang ramai.... Jadi Emily akan duduk disini." ucap gadis kecil itu yang segera duduk di depan Lucius.
"Eh? Begitu kah?"
"Begitu lah." balas Emily sambil menganggukkan kepalanya.
Sebenarnya, Lucius ingin cepat-cepat pulang untuk memulai latihannya kembali. Tapi entah kenapa, pada saat kelas sebelumnya, Carmilla mengucapkan hal yang aneh.
'Mereka murid yang menarik, Lucius. Usahakan agar kau tetap dekat dengan mereka.'
Itulah kalimat yang diucapkan oleh Carmilla. Sehingga Lucius bisa mendapat alasan yang bagus untuk sedikit bersantai dalam hidupnya.
Seperti saat ini. Menikmati makan bersama dengan teman-temannya.
"Silakan dinikmati." ucap Kieran sambil meletakkan piring besar satu persatu di hadapan pengunjungnya.
Di atas piring itu, terdapat satu ayam utuh yang dibakar dengan bumbu saus dan kecap. Aromanya yang begitu menggoda membuat mulut Lucius segera dipenuhi dengan air liur.
'Glek!'
'Bu-bukankah ini terlihat sangat enak?!' pikir Lucius dalam hatinya.
Tapi saat pandangannya terfokus pada ayam bakar yang didampingi sayur dan irisan tomat itu, sesuatu yang jauh lebih diluar dugaannya segera mengalihkan perhatiannya.
"Eh?"
Di hadapannya, sosok kutu buku yang tak banyak bicara itu, terlihat memiliki penampilan yang sangat kontras dengan sikapnya.
Sesaat setelah Ia membuka tudung yang hampir menutupi seluruh kepalanya, wajahnya mulai terlihat dengan jelas.
Cahaya remang-remang dari lentera di restoran kecil ini tak bisa menyembunyikan betapa putih dan memukaunya wajah Emily.
Ditambah lagi dengan rambut keunguan gelap panjang mengombak yang baru terlihat setelah Ia membuka tudungnya, semakin mempertegas paras cantiknya.
Secara perlahan....
Emily terlihat memotong sebagian daging ayam bakar itu dengan bantuan pisau dan garpunya. Sebelum akhirnya menusuk potongan daging itu dengan pisau dan mengarahkannya perlahan ke mulutnya.
Bibirnya yang kecil dan berwarna merah muda itu menjadi perhatian utama bagi Lucius.
Tapi sesaat sebelum Emily memasukkan potongan ayam itu ke mulutnya....
"Lucius? Ada... yang salah di wajahku?" tanya Emily dengan sikapnya yang sama seperti biasanya.
"Eh?! Aaah! Ti-tidak ada! Tidak ada yang salah!" balas Lucius panik.
Jantungnya berdebar begitu kencang saat ini. Membuatnya khawatir jika Emily dapat mendengarnya.
"Begitu kah?" tanya Emily sekali lagi.
"Begitu lah!" balas Lucius dengan keringat yang mulai mengucur di wajahnya karena panik.
Tanpa mempertanyakan lebih lanjut, Emily melanjutkan santapannya seakan tak pernah terjadi apa-apa.
'Te-tenangkan dirimu, Lucius! Apa yang kau lakukan?! Bagaimana jika jantungmu berdebar terlalu kencang dan dia mendengarnya?!' pikir Lucius dalam hati sambil meletakkan tangan kanannya di dadanya.
Tapi tiba-tiba....
'Eeeh.... Aku merasa cemburu.' ucap Carmilla sambil tertawa ringan.
"Hah?! Apa yang kau...."
Tanpa sadar, Lucius membalas perkataan Carmilla di dalam pikirannya. Membuat pandangan semua teman-temannya kini terfokus padanya.
"Oi, Lucius. Kau baik-baik saja?" tanya Alex.
"Jangan katakan kau subleeeeghhhhh!!!"
Sihir air yang ditembakkan oleh Lucius dapat dengan mudah membungkam mulut Max. Mencegahnya mengatakan hal yang sangat berbahaya.
"Lucius.... Kau...." tanya Emily dengan tatapan mata keunguannya yang berbinar-binar itu.
'Glek!'
Lucius mulai menelan ludahnya. Mempersiapkan diri atas apapun yang mungkin akan keluar dari mulut Emily.
Bagaimanapun, dia tak bisa membungkamnya dengan cara yang sama seperti yang dilakukannya pada Max barusan.
"Bicara dengan siapa?" lanjut Emily.
"Eh?" tanya Lucius panik.
Max yang telah membersihkan wajah dan pakaiannya dari semburan air Lucius mulai kembali berbicara.
"Aku tanya, apakah kau sudah gila? Berbicara dengan siapa kau hah?!"
"Ha-hantu itu tidak ada kan ya?! Ya kan?!" tanya Sophia panik sambil menarik tubuh ramping Oliver untuk berlindung.
"Tu-tunggu! Aku akan jatuh!"
'Braakkk!!'
Sophia dan Oliver terjatuh ke lantai secara bersamaan. Membuat Max tertawa terbahak-bahak melihatnya.
"Buahahaha! Lihat ini! Bahkan penyihir jenius seperti Sophia masih takut hantu!"
"Teman-teman, cepatlah makan sebelum dingin." ucap Alex yang ternyata telah menyelesaikan hidangan satu ayam utuh itu dalam sekejap. Bahkan piringnya terlihat bersih, hanya menyisakan tulang saja.
"Oliver.... Lemah...." ujar Emily setelah melihat sosok pemuda kurus itu terjatuh hanya karena Sophia menariknya.
Senyuman tipis dapat terlihat di wajah Emily yang sambil terus mengiris ayam bakar itu.
Lucius yang tak paham bagaimana caranya menanggapi situasi ini karena selama ini tak pernah punya teman dekat, hanya bisa terdiam.
'Berterimakasih lah padaku. Dengan ini, kau satu langkah lebih dekat dengan mereka semua.' ucap Carmilla dalam pikiran Lucius.
Pada saat itu lah, Lucius menyadarinya.
Semua ini sengaja dilakukan oleh Carmilla untuk mempererat hubungan sosial Lucius dengan kelas ini. Entah apa tujuannya tapi....
Lucius merasa dirinya akhirnya bisa merasakan kehidupan akademi yang nyaman dan hangat.
Setidaknya....
Untuk saat ini....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Abed Nugi
giliran penjelasan lain gak detail, giliran cewe ini makan langsung aktif mode penulis novelnya
2023-06-16
2
zuyoka
haduh lawak wkwkwkwk
2023-04-16
2