"Hoooh, jadi kau adalah Lucius yang sering dibicarakan Edward itu?"
"Hahahaha! Lihat dia! Bersikap sok berani di depan seorang gadis!"
"Memangnya, apa yang bisa kau lakukan? Melihat peringkat F mu saja, aku tak yakin kau bisa berbuat banyak."
Perkataan ketiga orang itu sama sekali tak membuat Lucius ketakutan. Bagaimanapun, neraka yang diciptakan oleh Carmilla jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan mereka.
Sekalipun mereka berasal dari kelas C yang berada 3 tingkat di atas kelas Lucius saat ini.
Hanya saja....
"Hentikan! Kalian hanya perlu memukuli ku kan? Biarkan Lucius sendiri dan...."
"Buahahaha! Lihat gadis ini! Dengar, bocah. Kau tak malu harus berlindung di balik punggungnya?" ucap pelajar berambut merah gelap itu.
"Aaaah, sekarang karena Lucius melukai tanganmu, bukankah sebaiknya hukumannya ditingkatkan?" sahut pelajar yang lain dibelakangnya.
"Benar juga! Bagaimana jika.... Nanti malam kau datang ke tempat kami, sendirian?"
"Hahahaha! Ide yang bagus!"
Setelah mendengar bahwa hukumannya akan ditingkatkan, Sophia terlihat gemetar ketakutan. Meski begitu, Ia tetap memaksakan dirinya untuk terlihat baik-baik saja.
Dengan kaki yang tak berhenti gemetar itu, Sophia berusaha untuk berdiri dan menarik tubuh Lucius ke belakang secara perlahan.
"Lucius, tak apa. Ini semua adalah pilihanku...." ucapnya dengan tatapan yang hanya mampu untuk melihat lantai.
...Tapi Lucius tak memperdulikan semua itu. Apa yang ada dalam pikirannya saat ini, adalah untuk menghentikan penindasan sepihak ini....
Oleh karena itu....
"Eeh, jadi karena kalian berada di kelas C, kalian pikir sudah sangat kuat ya? Kalau begitu, berani melawanku?" tanya Lucius dengan tatapan mata yang begitu tajam.
Ketiga orang itu pun terdiam setelah mendengar olokan dari Lucius.
Kali ini, tak ada tawa dari pihak mereka. Melainkan hanya kobaran api amarah dalam hati mereka karena baru saja diremehkan.
"Begitu kah?" tanya pelajar berambut merah gelap itu dengan tatapan yang juga tak kalah mengerikan.
Ia dengan cepat mengangkat lengan kanannya. Pada punggung tangan kanannya, sebuah simbol perisai dengan dua ekor kuda mulai muncul dengan warna kuning.
"Aku, Damon Emberheart, menantangmu dalam sebuah duel. Jika aku menang, kau akan menjadi budakku."
Tak lama setelah itu, sebuah pilar cahaya muncul diantara keduanya. Pilar cahaya itu memiliki tinggi setara dengan tinggi pria dewasa dengan warna kuning.
Menyadari apa yang sedang terjadi, Sophia berusaha sekeras mungkin untuk menghentikannya.
"Tidak! Lucius! Jangan ter...."
Lucius sama sekali tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Sophia. Dengan cepat, Ia juga mengangkat lengan kanannya. Memperlihatkan lambang yang sama di punggung tangan kanannya.
"Aku, Lucius Nightshade, menerima tantanganmu. Jika aku menang, jauhi Sophia untuk selamanya." balas Lucius dengan wajah yang begitu serius.
'Swuuuooosshh!!!'
Kobaran api mulai muncul pada pilar cahaya di depan mereka. Dengan cepat, kobaran api itu menuliskan nama lengkap dan permintaan mereka jika memenangkan duel itu.
Termasuk juga, waktu kapan mereka akan bertarung.
...[18.00, hari ini]...
"Kalau begitu, ku nantikan kau di arena beberapa jam lagi. Jangan kabur, karena berita ini sudah tersebar di seluruh akademi." ucap pelajar berambut merah gelap bernama Damon itu.
"Bukankah sebaiknya aku yang berbicara seperti itu?" balas Lucius tanpa sedikit pun rasa takut di wajahnya.
"Cih, kelas F rendahan. Jangan merasa hebat setelah bisa mengalahkan beberapa ekor slime saja. Ayo pergi dari sini." balas Damon yang segera berjalan pergi bersama dengan dua temannya.
Meninggalkan Lucius dan juga Sophia di tengah lorong akademi ini.
Beberapa saat setelah suara langkah kaki mereka tak lagi terdengar, kesunyian di lorong ini terpecahkan oleh isak tangis Sophia.
"Hiks.... Bodoh.... Apa yang kau lakukan? Kenapa kau melawannya? Kau tahu siapa dia? Damon Emberheart! Penyihir api terkuat di kelas C! Bahkan aku sekalipun, tak tahu apakah bisa melawannya! Itulah kenapa, aku...."
"Kalau begitu, tak ada masalah bagiku." balas Lucius dengan senyuman yang ramah di wajahnya.
Ia mulai membantu Sophia untuk berdiri dari lantai, sebelum mendekatkan tangan kanannya ke pipi kanan Sophia.
"Curatio." ucap Lucius singkat.
Lingkaran sihir kecil berwarna kehijauan muncul di telapak tangan kanan Lucius. Dimana cahaya kehijauan yang muncul darinya, secara perlahan-lahan mulai menyembuhkan luka di pipi Sophia itu.
"Eh?"
Sophia terlihat cukup terkejut setelah mengetahui Lucius mampu menggunakan sihir penyembuhan.
Meskipun sihir yang baru saja digunakan oleh Lucius termasuk sihir tingkat rendah, tapi sihir penyembuhan itu sendiri jauh lebih rumit daripada sihir Elemental.
Karena untuk melakukannya, seseorang harus paham mengenai struktur tubuh yang akan disembuhkan, dan juga jenis luka yang mereka derita.
"Lucius, kau.... Sejak kapan kau...."
"Kau tahu? Untuk kembali kesini, aku harus melalui neraka. Dan sihir penyembuhan, adalah sihir yang paling pertama ku pelajari dengan serius di neraka itu untuk bertahan hidup." balas Lucius dengan senyuman yang ramah.
"Neraka?" tanya Sophia kebingungan.
"Hmm, singkatnya.... Aku harus berlari berjam-jam melewati kobaran api yang panas, menghancurkan bebatuan yang keras, melompati duri-duri yang tajam, menahan hawa dingin yang mematikan, sengatan listrik yang kuat, serta beberapa kali hampir mati."
Melihat Lucius mengucapkan semua itu dengan begitu santainya, Sophia hampir tak mampu untuk mempercayainya.
Tapi setelah melihat betapa banyaknya bekas luka di tubuh Lucius dari dekat....
"Jadi, jangan khawatir. Aku bukanlah sosok yang lemah seperti dulu."
Pada saat itu lah Sophia tak lagi mampu untuk membendung semua kesedihan dan penderitaannya selama ini. Dan tanpa ragu, meluapkan semuanya pada Lucius.
"Huwaaaaaaaaaaa!!! Kau tahu?! Aku.... Aku selalu menderita semenjak membuat Edward masuk tahanan! Dan kupikir kehidupanku takkan lagi bisa membaik! Bahkan! Keluargaku mendapat banyak ancaman dari keluarga Goldencrest!
Mereka menganggapku memfitnah Edward tanpa alasan yang jelas! Akibatnya, tak hanya diriku, tapi seluruh keluargaku juga dalam kesulitan! Semua salahku karena...." teriak Sophia sambil menangis dengan keras, memeluk tubuh Lucius yang penuh bekas luka dibalik seragamnya itu.
"Maaf, karena diriku, kau harus melalui semua itu." balas Lucius singkat sambil terus menepuk punggung Sophia.
"Hiks.... Aku beberapa kali menyalahkanmu, dan secara perlahan, mulai membencimu, kau tahu? Tapi.... Itu semua salahku sendiri, karena bersikap sok kuat tanpa memiliki kekuatan yang diperlukan.... Aku...."
Lucius terus berusaha untuk menenangkan sosok Sophia di lorong yang sepi itu.
Beberapa kali, pelajar berlalu-lalang melewati lorong ini tanpa menyadari keberadaan mereka berdua.
Hingga akhirnya, Sophia berhasil menenangkan dirinya.
............
Beberapa jam kemudian, di Arena Akademi Damacia ini....
"Lucius, kau yakin? Damon sangat kuat, kau tahu?" tanya Sophia sekali lagi di ruang tunggu ini.
"Lebih penting dari itu, apakah teman-teman dari kelas F datang?" tanya Lucius.
"Yaah.... Mereka semua bilang akan datang untuk mendukungmu tapi, bukankah ini terlalu berbahaya untukmu?"
Sementara itu, Lucius masih sibuk mengenakan zirah kulit kecoklatan yang disediakan oleh akademi. Sekaligus berusaha memilih satu dari puluhan pedang yang ada.
Semua telah disiapkan oleh akademi, karena memang inilah aturan mereka.
Perkelahian antar pelajar, dapat diselesaikan melalui sebuah duel yang disetujui antara kedua belah pihak. Sedangkan akademi akan mempersiapkan semua yang dibutuhkan dalam pertarungan itu, jika pelajar tak memiliki perlengkapan yang memadai.
Lebih dari itu, permintaan pemenang tercatat oleh perpustakaan sihir di akademi ini. Dimana efeknya hampir sama seperti sihir kontrak antara kedua belah pihak.
Melanggar permintaan itu, akan menyebabkan rasa sakit yang parah pada pelanggarnya.
Meskipun, permintaan itu dapat dipatahkan ketika pihak yang kalah menantang kembali pihak pemenangnya. Kapanpun, selama keduanya masih berada di dalam akademi.
Dan peraturan terakhir....
Jika dalam duel, salah satu pihak terbunuh, maka akademi dan kerajaan sama sekali takkan memberikan hukuman padanya. Dan menganggapnya sebagai pemenang.
Meskipun, jika keluarga mereka mencari cara untuk balas dendam, itu beda cerita dan tak termasuk dalam tanggung jawab akademi.
"Hmm, kurasa ini cukup bagus?" gumam Lucius pada dirinya sendiri sambil memandangi pedang besi satu tangan itu.
"Lucius?! Kau tidak mendengarkanku?!" teriak Sophia panik.
"Tenang saja. Kau cukup dukung aku dari atas bersama teman-teman di kelas F. Ah, bilang pada Alex untuk bertaruh sebanyak mungkin padaku. Aku akan mengambil setengah keuntungannya." balas Lucius sebelum berjalan pergi menuju ke arena.
"Hah?! Permintaan macam apa itu?!"
Sambil melambaikan tangan kanannya, Lucius pun membalas untuk terakhir kalinya.
"Permintaan untuk cepat kaya."
Dan akhirnya, Lucius telah menginjakkan kakinya di pasir arena ini. Sebuah arena yang hampir sebesar lapangan sepakbola.
Di ujung pandangannya, terlihat sosok Damon yang berdiri tegak dengan memegang pedang besar yang menancap di pasir arena ini.
"Jadi kau tidak kabur?" tanya Damon dengan penuh percaya diri.
"Sebaiknya kau tanyakan itu pada dirimu sendiri." balas Lucius sambil mengayunkan pedang satu tangannya kesana kemari.
Akhirnya, duel antara dua pelajar tahun kedua ini, yang disaksikan hampir ratusan pelajar dan puluhan pengajar itu, segera dimulai. Pelajar kelas F yang paling rendah, melawan pelajar kelas C.
Hanya saja....
Lucius sendiri sedikit khawatir. Karena sedari tadi, Carmilla sama sekali tak bersuara. Sama sekali tak mengomentari apapun yang dilakukan oleh Lucius.
Apakah semua pilihannya ini memang sudah benar?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Anggara AL-Fatih
bosen liat novel anak SD, taruhan ko ga imbang
2023-06-02
0
RyuCandra7
Bisa-bisanya masih mikirin harta! Tuh pikirin ayang lu yang khawatir!
2023-05-23
1
zuyoka
hajar! hajar tiga curut itu, lucius!
2023-04-12
3