"Permisi...." ucap Lucius ke arah salah seorang pegawai di lobi akademi ini.
"Ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya pegawai perempuan itu. Ia mengenakan seragam berwarna merah gelap yang rapi, dengan celana kain yang panjang.
Lucius segera menyerahkan identitas dirinya di akademi ini. Meletakkannya tepat di atas meja itu.
Tak berselang lama, senyuman di wajah pegawai itu segera menghilang.
"Lu-Lucius Nightshade? Ka-kau masih hidup?" tanya perempuan itu panik.
"Itu benar." balas Lucius singkat.
"Ka-kalau begitu tunggu sebentar!" balas perempuan itu sembari berlari sekuat tenaga.
Sampai saat ini, semua masih berada dalam perkiraan Lucius. Dan juga dalam prediksi Carmilla. Bahwa semua orang akan terkejut melihatnya masih hidup.
'Ingat, kau sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Dan jika menggunakan sihir iblis yang ku ajarkan, aah. Mungkin kau sekuat orang itu.' ucap Carmilla dalam pikirannya sembari melirik ke salah satu murid di akademi ini.
Murid itu mengenakan seragam dengan lambang huruf B di dada sebelah kirinya. Dan dari gelagatnya, setidaknya murid itu berada di tahun ajaran ke tiga.
'Meski begitu, aku tak tahu apakah dunia ini benar-benar melupakan iblis atau tidak. Untuk amannya, hanya gunakan di saat terdesak.' lanjut Carmilla.
Lucius menganggukkan kepalanya secara perlahan, menandakan bahwa Ia mengerti atas peringatan dari gurunya itu.
Sementara itu....
"Iya Profesor. Ini dia orangnya." ucap perempuan itu, tapi kini di sebelahnya terlihat sosok yang tak lagi asing bagi Lucius.
"Profesor Magnus, aku telah kembali ke akademi ini. Ku harap aku masih bisa melanjutkan studiku." ucap Lucius sambil menundukkan kepalanya sedikit. Memberikan hormat pada profesornya.
Profesor Magnus nampak memandangi sosok Lucius selama beberapa saat.
Ia menyadari cukup banyak perbedaan pada diri Lucius.
Pertama-tama, adalah bekas luka yang cukup besar di lehernya. Kemudian saat Magnus menggulung lengan baju Lucius, Ia melihat banyak luka robek dan sayatan hampir di seluruh lengannya.
Terakhir, saat Magnus menggulung celana Lucius, Ia dapat melihat bekas luka bakar yang begitu banyak.
Tentu saja. Semua itu adalah bekas luka yang diakibatkan oleh pelatihan Carmilla. Tapi Lucius tak ada niatan untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Kau pasti sudah mengalami banyak hal buruk disana kan? Maafkan aku, karena tak menyadari perlakuan Edward padamu sebelumnya. Dan maafkan aku, karena bahkan tak bisa mempertahankan peringkat E bagimu." ucap Magnus dengan mata yang berkaca-kaca setelah melihat kondisi Lucius.
Lucius sendiri justru terkejut atas sikap profesornya. Terutama kalimat terakhirnya.
"Tunggu, apa itu artinya aku masih bisa melanjutkan pendidikan disini?" tanya Lucius singkat.
"Ya, tentu saja. Dan juga.... Aku telah menyimpan surat ini sejak bulan lalu untukmu." balas Magnus sambil mengeluarkan sebuah surat yang telah mulai usang dari saku jasnya.
"Surat apa ini?" tanya Lucius kebingungan. Ia tak ragu menerimanya, tapi masih terus membolak-balikkan surat itu karena rasa penasaran.
Dengan senyuman yang tipis, profesor Magnus pun membalas.
"Orangtuamu. Mereka mengirimkan kabar sejak bulan lalu, bahwa mereka berdua, bersama dengan adik perempuanmu, telah berhasil mengungsi tepat waktu. Meskipun saat ini masih dalam pengungsian, tapi hidup mereka aman."
'Tik!'
Air mata tak lagi mampu dibendungnya. Bahkan setelah melalui neraka itu, nampaknya Lucius masih belum bisa menghapuskan sifatnya ini.
Atau mungkin.... Karena berita ini terlalu indah untuk didengar baginya.
"Ayah, Ibu, dan Michelle, mereka selamat?" tanya Lucius dengan tatapan yang terus meneteskan air mata.
"Itu benar. Setelah kondisi membaik, kabarnya mereka akan berpindah ke Kota ini."
Senyuman Lucius segera melebar setelah mendengar semua kabar itu. Terlebih lagi, setelah membaca tulisan yang ada dalam surat itu. Semuanya benar-benar tulisan dari keluarganya.
Mulai dari bentuk dan gaya tulisan, gaya bahasa, hingga segel yang selalu digunakan oleh ayahnya. Semuanya benar-benar dari mereka.
Dengan kata lain, mereka bertiga benar-benar selamat.
"Syukurlah.... Semuanya.... Aku.... Aku tak tahu apa yang...."
Tapi saat Lucius tengah merayakan kabar gembira ini, Profesor Magnus segera mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.
"Oleh karena itu, Lucius. Bisakah aku memintamu satu hal saja?"
"Ya, katakan saja. Aku sudah cukup bahagia. Selama aku mampu, aku akan melakukannya."
"Kalau begitu, temui aku setelah pelajaran selesai. Aku akan menunggumu di kantor. Ah, saat ini kau berada di kelas F, gedung dua di Selatan. Ku harap kau tak keberatan?" balas profesor Magnus.
Sambil mengusap kedua matanya, Lucius pun menjawab.
"Sama sekali tak masalah."
Dalam hatinya, Lucius berpikir. Bahwa dirinya mungkin telah memperoleh guru yang jauh hebat baik daripada semua profesor di akademi ini.
Meski begitu, Ia tetap ingin mempelajari semuanya dari berbagai sudut pandang. Baik itu sudut pandang Carmilla sebagai iblis, atau sudut pandang akademi.
...........
'Kreeeekk!'
Lucius membuka pintu kayu tua yang cukup bobrok itu. Dibaliknya, Ia bisa melihat beberapa wajah yang tak lagi asing baginya.
Dan bagi mereka yang menyadari siapa yang baru saja membuka pintu itu....
"Eh? Lucius?" ucap seorang pelajar laki-laki dengan rambut coklat yang cukup panjang itu. Ia tak lain adalah Alexander Brown. Seorang bangsawan kecil di Kota ini yang dijuluki Alex sang Jack of all trades.
Tak ahli dalam bidang apapun, tapi mampu melakukan banyak hal dengan sendirinya.
Persis di sebelahnya, pelajar laki-laki dengan tubuh dan rambut abu-abu yang pendek juga bertanya-tanya.
"Bukankah katanya kau menghilang?!"
Ia bernama Oliver Hayes, dari keluarga Hayes yang melayani banyak bangsawan lain dengan teknik perburuan mereka yang lincah.
Dari kejauhan, terdengar pula teriakan yang tak lagi asing di telinga Lucius.
"Kau selamat?! Sialan! Semuanya! Sambut dia!" teriak pelajar laki-laki lainnya sambil tersenyum lebar. Ia mengenakan seragam dengan kerah serta kancing terbuka lebar. Memamerkan tubuhnya yang cukup berotot.
Pelajar berotot itu tak lain adalah Max Thompson. Keluarganya sendiri hanyalah bangsawan kecil, tapi cukup disegani karena kemampuan fisik mereka yang kuat.
Dengan rambut merah gelapnya yang dikombinasikan dengan tubuh kekarnya tentu memberikan aura intimidasi yang kuat.
Lucius yang masih berdiri di depan pintu segera ditubruk oleh ketiga pelajar laki-laki itu. Membuat tubuhnya terjatuh ke lantai.
"Kalian semua.... Bukankah kalian selalu menjauhiku sebelumnya?" balas Lucius dengan senyuman yang tak jadi terbentuk.
Pada satu sisi, Lucius senang karena disambut hangat oleh mantan teman-temannya di kelas E itu. Tapi di sisi lain, mereka juga pada saat Lucius dalam masalah hanya menonton dari tepian.
Tak cukup memihak Edward untuk dibencinya, tapi juga tak cukup membantunya untuk diberi ucapan terimakasih.
"Aaah, soal itu. Maafkan aku." balas Alex.
"Kau tahu kan bagaimana sikap Edward? Jika kami, bangsawan rendahan melawannya, mungkin kami juga akan terkena banyak masalah." balas Oliver.
"Hah! Sebenarnya aku ingin memukul habis wajah Edward sialan itu! Tapi sayangnya aku dipukul ayahku terlebih dahulu saat mengatakan akan melakukannya!" teriak Max dengan senyuman yang lebar serta lengan yang disilangkan di depan dadanya.
"Tunggu, apakah itu sesuatu yang bisa kau banggakan, Max?" tanya Lucius kebingungan dengan situasi ini.
Tapi apapun itu, Lucius cukup senang dengan semua ini. Di dalam kelas yang kecil dan hanya berisi 6 orang termasuk dirinya ini.
Di pojok kelas, Lucius dapat melihat sosok kutu buku yang selalu memiliki hawa kehadiran paling rendah di kelas E sebelumnya.
Emily Campbell. Gadis lugu yang hanya mencintai buku. Mungkin jika Ia mau membuka tudung yang menutupi hampir separuh kepalanya itu, kecantikannya akan lebih dikenal banyak orang.
Hanya saja, baginya yang hanya mencintai buku, penilaian orang lain sama sekali tak diperlukan.
Dan terakhir....
"Eh?! Kenapa kau ada di sini?! Sophia?!"
Sosok pelajar perempuan yang diunggulkan untuk naik ke tingkat C, kini justru terjebak di kelas F?
Sophia hanya terdiam sambil membenahi rambutnya. Secara perlahan, tatapan matanya mengarah pada sosok Lucius.
"Aku sendiri yang memilih untuk masuk ke kelas F." balasnya singkat.
Tapi Lucius tahu dengan betul, bahwa itu bukanlah alasan yang sebenarnya kenapa pelajar berbakat seperti dirinya harus terjatuh ke kelas F ini.
Sebuah kelas, yang hanya berisi kumpulan pecundang yang peluang besarnya akan dikeluarkan dari akademi tahun depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
John Singgih
kembalinya Lucius menggemparkan semua orang
2023-08-23
0
zuyoka
wah bakal jadi tim lucius nih, hmmm nama apa yg cocok buat tim baru ini hmmm
2023-04-09
2