Murid Ratu Iblis
Galathia, sebuah dunia pedang dan sihir yang diberkahi oleh Mana. Salah satu dari 3 Dewi dengan pengaruh terbesar di dunia ini.
Akan tetapi 1407 tahun yang lalu, sebuah bencana besar melanda dunia ini. Tepatnya di benua Elador. Seekor naga kuno mengamuk dan membumihanguskan hampir seluruh dunia ini.
Ketujuh pahlawan yang terpilih oleh Dewi Cahaya, Lunaria, memimpin sisa kekuatan dunia untuk menghentikan naga kuno, Ashenflare.
Pada akhirnya, peperangan yang dipimpin oleh ras manusia berhasil menaklukkan Ashenflare. Kedamaian dunia pun diperoleh hingga saat ini.
‘Sruugg!’
Salah seorang murid di Akademi Damacia ini mengangkat tangan kanannya.
“Profesor Magnus, apakah ketujuh pahlawan itu yang sangat kuat hingga mampu menghentikan bencana serangan Ashenflare, atau karena Ashenflare itu sendiri yang lemah?” tanya salah seorang murid laki-laki itu.
Profesor Magnus nampak tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan itu.
“Pertanyaan yang bagus. Apakah pahlawan terlalu kuat? Atau naga terlalu lemah? Karena itu merupakan kejadian 1407 tahun yang lalu, tak banyak catatan yang tersisa untuk menjawab pertanyaan itu.
Akan tetapi, terdapat 2 hal yang jelas. Lembah Cadera, sebuah lembah yang sepanjang lebih dari 1.000 meter serta sedalam hingga 180 meter itu, merupakan sisa tebasan sang pahlawan pedang, Cadera.
Kemudian danau Malakai yang terbentuk akibat sihir meteor pahlawan penyihir, Malakai. Dua hal itu adalah bukti nyata kekuatan pahlawan di masa lalu.” jelas Profesor Magnus itu dengan suara yang lembut.
“Eeh?! Dan itu baru dua pahlawan?! Bukankah mereka sangat kuat?!”
“Tentu saja kuat, bodoh! Mereka diberkahi Dewi Cahaya Lunaria secara langsung!”
“Memangnya itu benar-benar akibat ulah mereka? Aku merasa semua itu hanya dongeng.”
Beberapa murid di akademi tahun pertama kelas E ini mulai ribut. Mereka berusaha untuk membenarkan keyakinan mereka sendiri.
Sementara itu, di bagian kursi belakang terlihat sosok seorang murid laki-laki yang sibuk mencatat semua yang dipelajarinya pada buku kusutnya.
Pemuda itu memiliki rambut hitam gelap serta mata coklat gelap. Tubuhnya tak begitu tinggi, bahkan terkesan cukup ramping dan kurang terlatih.
Meski begitu rajin, pemuda itu nampak dijauhi oleh murid lainnya.
‘Aku harus berjuang! Ayah dan ibu ku telah susah payah mendaftarkan diriku di akademi ini! Apapun yang terjadi....’ pikir pemuda itu dalam hatinya.
‘Ding! Ding! Ding!’
“Baiklah, kelas berakhir. Silakan beristirahat hingga jam pelajaran berikutnya.” ucap Profesor Magnus itu sembari meninggalkan ruang kelas ini. Kedua tangannya nampak membawa tumpukan buku yang tebal.
Dan bersamaan dengan itu, sosok pemuda yang sebelumnya dikucilkan kini mulai didekati oleh banyak pelajar lainnya.
“Yoo, anak kampung. Kau masih giat belajar?”
“Jangan begitu. Mamah dan papahnya sibuk bekerja di desa kan? Ah, maksudku bertani.”
“Berhenti lah, sekuat apapun kau berusaha, kau tak akan mampu mengimbangi tuntutan di akademi ini.”
Beberapa pelajar laki-laki mulai mengerubungi pemuda itu. Mereka semua memaki dan menghinanya. Bahkan beberapa nampak mulai main tangan dan memukul kepala pemuda itu.
‘Brukkk! Braakk!’
“Pergi lah! Tubuhmu bau kotoran hewan tahu? Ini pasti efek karena kau berasal dari desa kumuh.”
“Mungkin akademi mengizinkanmu masuk karena mampu membayar, tapi apakah kau....”
Tak lagi mampu mendengar makian mereka semua, pemuda itu pun segera mengemasi barangnya dan pergi tanpa sepatah kata pun.
“Oi oi, lihat itu. Dia kabur.”
“Sikap yang cocok untuk rakyat jelata sepertinya.”
“Berani-beraninya rakyat jelata sepertinya memasuki akademi sihir ini. Bukankah di desa juga ada akademi abal-abal?”
‘Brakk!’
Salah seorang pelajar perempuan nampak tak lagi mampu mendengar semua hinaan yang ditujukan pada pemuda itu. Ia memukul mejanya dan segera berdiri.
“Hentikan semua itu! Lucius juga seorang bangsawan kan?!” teriak gadis itu. Ia memiliki penampilan yang cukup menawan dengan rambut hitam pendek serta kacamata yang memberi kesan serius pada dirinya.
“Aaah, Nightshade? Jangan bercanda! Itu hanyalah gelar bangsawan yang diperolehnya karena uang! Dengan kata lain, keluarganya membelinya! Tidak seperti kita semua yang bangsawan sejati!” balas salah seorang pemuda dengan penuh emosi.
Ia memiliki penampilan yang sangat menawan. Rambut keemasannya yang lurus serta pakaiannya yang begitu bersih dan rapi menunjukkan bahwa dirinya jauh berbeda dibandingkan tampilan lusuh Lucius.
“Tuan Edward Goldencrest benar! Bangsawan rendahan sepertimu sebaiknya hanya perlu menurut di hadapan keluarga besar!” timpal pelajar lain yang mendukung pelajar berambut keemasan itu.
“Keluarga besar apanya? Bukankah kau juga jatuh di kelas E? Apa kau tak malu pada nama Goldencrest yang kau bawa?!” balas gadis berkacamata itu.
“Sophia Fairlock, kau cukup berani juga ya?! Hah?!”
Saat Edward mulai dikuasai amarah, pelajar lain yang duduk di belakang Sophia mulai berdiri sambil memukul mejanya. Tapi kali ini, pukulannya cukup kuat hingga hampir meremukkan meja kayu itu.
Tak ada kata-kata dari pemuda berambut panjang itu. Hanya sebuah tatapan penuh kebencian yang seakan-akan siap untuk menerkam.
Nyali Edward mulai menciut saat melihat tatapan pelajar di belakang Sophia itu. Bagaimana tidak? Sosok itu bahkan digadang-gadang sebagai calon pelajar yang bisa naik ke kelas C di tahun berikutnya.
Bakatnya benar-benar diakui oleh para pengajar di kelas ini. Mencari masalah dengan orang seperti itu tentu saja merupakan keputusan yang bodoh.
“Cih, ayo kita pergi.” ucap Edward yang segera melangkahkan kakinya meninggalkan ruang kelas ini. Beberapa pelajar lain mengikuti langkah kaki Edward, berusaha untuk mendekati keluarga besar Goldencrest itu.
Suasana kelas pun kembali hening. Tapi tak ada satu orang pun yang menyadari, bahwa serangkaian kejadian barusan akan memicu sebuah kasus terburuk di sepanjang sejarah akademi ini.
Dengan kepalan tangan yang kuat, serta emosi yang tak lagi mampu ditahan, Edward memutuskan untuk melampiaskan semuanya pada sosok yang menyebabkan semua ini.
‘Lucius Nightshade, lihat saja, akan ku beri pelajaran kau....’
.........
...
Sepulang dari akademi, Lucius berjalan sendirian melewati kita yang cukup ramai ini. Dalam perjalanan, Ia memperhatikan kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Banyak anak-anak yang berlarian kesana kemari sambil membawa makanan di tangan mereka. Juga pemuda dan pemudi yang berjalan berpasang-pasangan.
Sementara para pedagang dan pekerja sibuk memeras keringat untuk menghidupi diri mereka sendiri. Meskipun, dengan senyuman di wajah mereka.
‘Setelah aku lulus dari akademi ini dan memperoleh pekerjaan, maka giliranku untuk membahagiakan kalian semua. Ayah, Ibu, Michelle, juga teman-teman lain di desa....’ pikir Lucius dengan senyuman tipis di wajahnya.
Sebuah senyuman, yang tak mampu bertahan lebih lama lagi.
Semua itu karena ia melihat rombongan pasukan kerajaan yang baru saja kembali ke kota ini dengan banyak luka di tubuh mereka. Tak hanya itu, mereka semua menatap ke tanah.
Beberapa gadis nampak berjalan di depan rombongan pasukan itu sembari menebar bunga di sepanjang jalan.
“Bukankah Minggu lalu mereka berangkat dengan 3.000 lebih prajurit? Kenapa sekarang kurang dari setengahnya?” tanya salah seorang pedagang buah di pinggir jalan itu.
“Hah? Kau tak dengar kabarnya? Wilayah di perbatasan Utara Kerajaan Arathor diserang oleh pasukan barbar. Katanya mereka disatukan oleh barbarian bengis, siapa namanya.... Khaldur? Kholdur? Khalgath? Entahlah.”
‘Deg! Deg!’
Jantung Lucius tiba-tiba berdegup dengan sangat kencang. Kedua matanya terbuka lebar setelah mendengar perkataan salah seorang prajurit penjaga di kota ini.
“Hah.... Hah.... Wilayah perbatasan Utara? Jangan katakan apakah wilayah Riverdalle juga....”
“Hmm? Riverdalle? Wilayah subur dengan sungai yang cukup besar itu? Kabarnya Riverdalle telah hancur seminggu lalu, setidaknya itu kata komandan pasukan jaga di kota ini.”
Nafas Lucius tak lagi teratur. Bagaimana tidak? Riverdalle adalah wilayah dimana keluarganya tinggal. Sebuah wilayah di perbatasan Utara Kerajaan Arathor yang diberkahi oleh kesuburan.
‘Tidak.... Ini tidak mungkin! Bukankah Riverdalle memiliki cukup banyak prajurit penjaga? Mana mungkin pasukan barbar biasa bisa....’
Seketika, pikiran Lucius terhenti setelah menyadari keberadaan pasukan yang baru saja kembali ke kota ini.
Sebagian besar dari mereka mengalami luka parah, bahkan kehilangan tangan atau kaki mereka. Beberapa diantaranya bahkan tak lagi mampu berjalan dan hanya bisa ditandu oleh prajurit lainnya.
‘Pasukan barbar.... Apakah pernah sekuat ini?’ tanya Lucius pada dirinya sendiri sambil terus berlari. Tujuannya hanya satu, yaitu ke arah dinding Utara di kota ini untuk menanyakannya langsung pada komandan yang berjaga.
Mungkin disana, dirinya bisa menemukan jawabannya?
Tapi karena rasa panik itu lah, Lucius tak mampu memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik.
Dari balik salah satu gang di jalanan ini, seorang pelajar akademi muncul dan memukul kepala Lucius dengan balok kayu.
“Kughhhh?!”
Kesadarannya mulai memudar. Lucius mulai kesulitan untuk melihat atau pun mendengar apa yang ada di sekitarnya.
“Tuan Edward, selanjutnya apa yang akan kita lakukan padanya?” tanya pemuda yang baru saja memukul Lucius hingga tak sadarkan diri itu.
Dengan senyuman yang lebar, Edward pun berkata.
“Mari kita lemparkan dia dalam goa di hutan, kebetulan aku tahu sebuah goa yang menarik.”
“Eh? Ta-tapi bagaimana jika dia nanti mati? Bukankah itu buruk?” tanya pelajar yang membopong dan menyeret tubuh Lucius ke dalam gang gelap ini.
“Tenang saja. Ini hanya untuk sedikit memberinya pelajaran agar mau menyadari posisinya di akademi. Jika ada sesuatu yang gawat, kita akan segera menyelamatkannya dari sana.
Bahkan dengan itu, bukankah kita bisa membuatnya berhutang nyawa pada kita?” jelas Edward dengan senyuman yang semakin lebar.
“Whoaaah! Rencana yang sangat luar biasa, Tuan Edward! Sekali lempar, dua burung mati!”
“Tunggu apa lagi? Ayo cepat bawa dia kesana.”
Dengan tubuh yang tak lagi sadarkan diri itu, Lucius hanya mampu menyerahkan nasibnya pada takdir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Nezuko caaan
Wow ratatui
2023-12-11
0
handykann
otw op
2023-09-19
0
John Singgih
sudah kehilangan orang tua dibully pula, nasib-nasib 😭😭😭
2023-07-12
0