POV Lusi
Jakarta 19 Mei 2015.
Seorang gadis belia yang masih mengenakan seragam sekolah menengah pertama, berlari-lari menuju suatu tempat.
"lama banget lo, dari mana aja?"
Ibu paru baya mengomelinya, karena terlambat.
"maaf bu, tadi ada pengarahan di sekolah untuk menghadapi ujian nasional."
"Lusi.... Lusi....
Kalau sudah miskin, ngak mimpi terlalu tinggi, makan aja susah apalagi mau sok-sokan sekolah."
Gadis belia yang bernama Lusi hanya terdiam, dan kemudian masuk ke dalam toko tersebut.
Grosir sembako milik seorang perempuan paru baya dan Lusi bekerja di sana sepulang dari sekolah sampai jam sembilan malam.
"berhubung kamu sudah ganti pakaian, segera kerja. layani itu pembeli, jangan malas-malasan."
"iya bu."
Jawab Lusi kepada wanita paru baya itu, dan melanjutkan pekerjaannya.**
Sudah pukul delapan lewat tiga puluh menit, pemilik grosir memberikan perintah untuk beres-beres karena sebentar lagi toko akan tutup.
Selesai beres-beres, pemilik toko memanggil karyawan ke suatu ruangan, dan para pegawai yang berjumlah delapan orang langsung duduk di lantai tanpa alas apapun.
Sementara sang pemilik toko duduk di kursi yang terbuat dari rotan.
"hari ini kita gajian ya, untuk bonus nya bisa memilih paket sembako berupa beras sepuluh kilogram, minyak goreng kemasan dua kilogram sebanyak dua plastik, dan juga beberapa perlengkapan sabun."
Satu persatu pemilik toko memanggil pegawai nya untuk menerima gaji, dan juga bonusnya.
Kini tibalah giliran Lusi, dengan raut wajahnya lelahnya dia menghadap bos nya.
"Lusi....
ini gaji kamu, dan untuk bonus saya kurangi ya, beras nya hanya lima kilogram aja dan yang lain ngak ada ibu kurangi."
Lusi hanya mengangguk setuju, akan tetapi pemilik toko menatap nya dengan tatapannya yang iba.
"kamu masih muda, dan seharusnya belajar. tapi harus banting tulang untuk keluarga mu.
ibu ngak tega melihatnya, anggap aja ibu bersedekah ya.
Kamu yang kuat ya nak, sehat selalu kamu dan tidak ada yang ibu kurangi dari bonus mu.
Agar keluarga mu bisa makan dengan layak, setidaknya kamu ngak membeli sembako."
Lusi langsung bersujud di hadapan pemilik toko dengan suara tangisannya.
"terimakasih ya bu."
"bangun nak, kamu ngak layak menyembah ibu.
Ibu hanya melihat yang bekerja keras, dan itu artinya kamu adalah gadis baik-baik yang tidak mencari uang dengan cara instan."
Berulangkali Lusi berterimakasih kepada pemilik toko itu, dan setelah berpamitan Lusi. pulang dengan membawa gaji dan juga bonusnya berupa sembako.
Hanya menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, Lusi tiba di rumahnya.
prank......prank.....prank.....
"lama banget pulang nya, ngapain aja. di rumah semua orang kelaparan."
Lusi di sambut oleh lemparan cangkir stenlis, dan omelan dari seorang perempuan yang terlihat masih muda.
Lusi tidak menanggapi omelan itu, tapi terus melangkah kaki nya ke dalam rumah dengan membawa sembako di tangan nya dan juga tas punggung yang sebenarnya sudah tidak layak di gunakan lagi.
"buruan masak bego, jangan lelet gitu jalan nya, dah kyak pengantin aja."
Perempuan itu mendorong Lusi, agar mempercepat jalannya.
Lusi yang baru tiba di rumah selepas kerja di grosir sembako, dan harus memasak untuk seluruh penghuni rumah.
Air mata itu langsung mengalir di pipinya, seolah-olah ada beban berat yang menekan pundak dan pikirannya.
Membuka paket sembako yang dibawanya, kemudian mengambil penanak nasi.
Pertama sekali Lusi menanak nasi, lalu mulai mempersiapkan untuk memasak lauk-pauk.
"ikan dalam freezer kulkas kemana ya? tadi pagi baru belanja empat kilogram dan hanya separuh yang ku masak tadi pagi."
"ngak usah cari, sudah dimasak oleh adik mu tadi siang."
"gitu ya tan, lalu daging ayamnya kemana? karena ikan dan daging ayam sudah ku beli tadi pagi."
"di masak juga bego, beli lagi yang baru. kan baru gajian kamu nya."
"dimana lagi jual ayam atau ikan jam segini? sudah jam sepuluh malam."
"makanya jangan kelamaan pulang nya bego, sudah, masak aja apa yang ada di situ."
Dalam kulkas hanya lima butir telur, sementara penghuni rumah ada enam orang. akhirnya Lusi mengakalinya agar bisa dibagi-bagi nantinya.
Selesai masak dan Lusi kelaparan, akhirnya Lusi ingin segera makan dan mengambil nasi yang sudah matang, dan.....
"telur dadar nya cuman dikit, kamu makan nasi aja."
Tantenya merampas telur dadar yang telah dibuat nya dan hanya menyisahkan nasi putih di piring itu.
Dengan berurai air mata, Lusi berdiri dan mengambil cabe dan bawang merah. lalu mengulek dan menambah garam.
Lusi makan dengan sambal mata itu, dan terlihat lahap karena sudah kelaparan.
Selesai makan, piring kotor sudah menumpuk dan harus segera dibersihkan.
Semua pekerjaan sudah selesai, dan akhirnya Lusi bisa narik napas dengan lega.
Gudang kecil yang dulunya digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang jarang digunakan, dan saat ini Lusi menempati gudang itu bersama dengan barang-barang itu.
"berhubung besok libur, lebih baik lari nanti malam dari neraka ini.
Sebelum perempuan iblis itu mengambil gaji ini dan juga sembako, saatnya beres-beres dan segera lepas dari penjara neraka ini.
Mama.....
maafkan Lusi karena harus meninggalkan rumah ini, ngak tahan lagi di rumah ini, semua berubah sejak mama pergi untuk selamanya."
Ucap Lusi yang bicara dengan dirinya sendiri, seraya menatap photo mama nya.
Selesai beres-beres dan melihat jam dinding yang telah usang itu dan ternyata sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
Lusi memperhatikan sekeliling dan memastikan semua orang sudah tidur, barang-barang dalam satu karung.
Tas ransel yang biasa dipakai ke sekolah, langsung dikenakan di punggungnya dan kemudian mengangkat karung itu ke kepalanya.
Dengan langkah yang pelan dan perlahan, Lusi meninggal gudang kecil itu dan pergi sejauh mungkin.
"maafkan Lusi ma, Lusi ngak bisa lagi menjaga rumah itu."
Ucap Lusi dengan air matanya yang berlinang, dan terus melangkahkan kakinya menelusuri gang demi gang dengan beban berat nya.
Malam semakin sepi dan Lusi berhenti karena melihat segerombolan laki-laki yang sedang nongkrong di area gang yang sepi itu.
Lusi akhirnya sembunyi di tumpukan sampah itu, karena ketakutan kepada para pria yang nongkrong itu.
Mungkin karena kelelahan, Lusi malah merebahkan tubuhnya diantara tumpukan sampah yang menutupi tubuhnya.
"Mama ngak perlu kwatir, Lusi hanya perlu istrihat satu jam aja.
Lusi ngak takut dengan laki-laki berandalan itu karena Lusi adalah anak gadis mama yang tangguh."
Ujar Lusi dan suara itu semakin pelan dan pelan, sehingga kedua matanya terpejam diantara tumpukan sampah itu.
Mata semakin berat dan berat, dan pada akhirnya Lusi tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments