Batas

"Makanya dek,kalau mutusin sesuatu mbok yo di pikir dulu! Jadi riwet gini kan?"

"Coba kemarin pas dapat masalah ngadunya ke gue,jangan ke Alina."

"Nanganin masalah gitu doang mah gampang buat gue."

"Coba kemarin lo ceritanya sama gue. Kenalan gue banyak kali,kalo cuma nyariin lo satu pacar pura-pura tuh gampang. Temang abang banyak,lo tinggal tunjuk entar gue yang urus,kelar masalah lo."

"Kalau udah gini,yang pusing siapa? Lo juga kan? Coba tadi bayangin kalau gue gak datang,diapain lo sama tu cowok hah?"

Calista meneguk ludahnya dengan susah payah.

Abangnya ini kalau udah ngomel,bawelnya melebihi emak-emak anak tiga. Omelannya puanjaangggg sekali kayak jalan tol kalau kata orang.

"Inget ya dek,lain kali jangan di ulangin lagi. Lo satu-satunya anak gadis tersisa di keluarga wijaya yang harus di jaga baik-baik. Jangan sia-siain kepercayaan papa sama mama dengan segala tingkah ceroboh lo. Paham gak?"

"Iya."

"Jangan iya-iya aja! Denger gak tadi ngomong apa?"

Calista mendengus. "Iya abang ku sayang. Adek denger! Abang gak bolehin lagi Calista curhat sama Alina. Gitu kan?"

"Argg,aww,ah,sakit tau!"

Calista menjauhkan kepalanya dari Reyno saat pria itu dengan teganya menarik daun telinganya.

"Jahat!"

Dengus Calista sambil berpura-pura ingin menangis.

"Makanya! Lo itu ya,udah tau gue kayak gini karena sayang sama lo. Lo malah asyik-asyikan bikin gue khawatir. Gue gak larang lo curhat sama Alina,tapi lo juga masih punya gue,gue gak tua-tua amat buat lo jadiin teman curhat. Timbang Alina,gue lebih dewasa kali."

"Nyenyenyye.."

Bukannya mematuhi,Calista justru meledek omelan Kalandra membuat pria itu nyaris melemparkan gadis itu kejalanan.

Untung adek,kalau enggak udah gue jual lo Lis..!

♡♡♡

Gerbang hitam yang menjadi pelindung rumah megah itu perlahan terbuka,Reyno membawa mobilnya masuk dan memberhentikannya tepat di depan pintu garasi. Tanpa memasukkan mobilnya ke dalam garasi,Reyno langsung turun saja dari mobil dan memerintahkan pada penjaga gerbang untuk memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

Begitu masuk ke dalam rumah,atmosfer berubah. Kedua alis Reyno sejenak bertaut,ia tidak salah lihat kah?

"Tumben sekali." Batin Reyno. Kedua orangtua ternyata ada di rumah,papanya masih mengenakan stelan jas kerja begitupun dengan ibunya,namun keberadaan keduanya di rumah sesiang ini cukup membuat Reyno heran.

Namun bukan Reyno namanya,jika ia mau menurunkan egonya untuk sekedar berbicara atau menanyakan kenapa mereka ada di rumah sesiang itu,yang ia lakukan justru melengos pergi dan menganggap seolah kedua orangtuanya tak ada di sana.

"Abang.."

Suara lembut sang mama mengintrupsi.

Reyno malas menoleh namun ia juga tak mengabaikan. Ia hanya berhenti dan menunggu apa yang ingin ibunya itu katakan tanpa niat saling menatap.

"Bekal abang yang tadi mama siapin,udah di makan berdua kan sama 'teman' perempuan abang itu?"

Reyno mengangguk sekenanya.

"Besok mau mama siapin lagi gak bekalnya?"

"Gak usah." Kali ini Reyno angkat suara namun nada bicaranya terdengar sangat dingin.

"Kenapa memangnya nak? Bekalnya gak enak ya? Kamu gak suka?"

"Hm."

"Ray,kalau ngomong sama orangtua,tatap wajahnya."

Papa Reyno tiba-tiba menginterupsi. Dari gerakan kepala dan pundaknya,terlihat sekali Reyno tengah mendengus.

Lalu tak lama setelahnya Reyno melangkahkan kakinya kembali menuju ke anak tangga yang akan mengantarkannya ke lantai atas.

"Bang tunggu..!"

Nandita bergerak cepat,berdiri dari posisinya dan berlari mengejar Reyno yang sudah menaiki setengah anak tangga. Langkah pria itu cepat juga.

"Tunggu dulu,hadap sini."

Nandita menarik lengan putranya dan membalik badan pria tinggi itu dengan paksa.

"Hadap sini abang!" Paksa wanita itu hingga mau tak mau Reyno berbalik.

Mereka ada di tengah-tengah anak tangga,Reyno takutnya jika ia menepis tangan sang mama akan membuat wanita itu kaget atau bahkan bisa saja terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Walaupun benci,Reyno masih punya hati.

"Astaga,abang! Ini bibir kamu kenapa?"

Nandita berteriak panik saat melihat sudut bibir anaknya itu bengkak,pecah dan meninggalkan sedikit bercak darah di sana.

"Abang berantem ya?" Tanya sang mama sambil menggoncang pundak Reyno dan menatapnya tajam.

Reyno mendengus sembari menurunkan tangan Nandita dengan pelan.

"Gue mau ke atas."

"Gak boleh!!"

"Ayo turun! Ikut mama dulu,mama obatin luka di bibir kamu."

Reyno melotot sekaligus menggeleng cepat.

"Gak ada penolakan abang,mama gak suka ya liat kamu babak belur kayak orang habis maling sendal gini."

Pasrah tak pasrah,namun kaki Reyno akhirnya melangkah turun saat mamanya dengan paksa menarik pergelangannya sembari mengomel.

Sial,setelah sekian lamanya ia membangun tembok pertanahan hari ini setitik air mulai melubangi setitik kecil di tembok yang mati-matian ia bangun itu.

Hatinya bergetar hingga terasa meramat ke kelopak matanya,Reyno berusaha setengah menahan mutiara itu agar tak jatuh namun sial. Tetap saja hawa panas itu menguar hingga meninbulkan sensasi aneh. Temboknya mungkin akan semakin terkikis.

"Duduk sini,mama ambil kotak p3k dulu."

Nandita beranjak pergi setelah berhasil memaksa Reyno agar mau duduk di sebelah Bima. Kedua laki-laki serupa namun beda usia itu saling terdiam setelah kepergian Nandita.

Tak ada yang niat membuka suara,Reyno diam begitupun dengan Bima. Namun walau begitu,selama beberapa kali Reyno bisa mendengar Bima menarik napasnya dengan berat seperti ada yang ingin laki-laki itu sampaikan namun terhalang oleh tembok bernama ego yang sudah keduanya bangun bertahun-tahun lalu.

Suasana itu makin terasa canggung,namun beruntung tak lama setelahnya Nandita datang kembali bersama bik Endah yang mengikuti di belakangnya sembari membawa mangkok berisi air dan handuk.

"Seragam abang buka gih,biar langsung di cuci. Bau keringat gitu."

Reyno tak menurut. Hanya diam saja,berpura-pura sepertinya selalu menjadi jalan ninjanya Reyno.

Melihat Reyno yang tak bereaksi,Nandita pun tak mau memaksa. Ia akhirnya mulai membasahi handuk dengan air hangat lalu menyapukan pelan-pelan ke sekitaran sudut bibir Reyno.

Tak ada ringisin atau ekspresi apapun yang Reyno tampakkan. Pria itu cosplay manekin.

"Abang gak ngerasa sakit?" Nandita bertanya ragu.

Reyno tak menjawab.

Bima di sebelahnya menoleh,ikut memperhatikan kegiatan sepasang anak dan itu ibu.

"Mama nanya loh Ray." Papanya menegur.

Terlihat Reyno menghela napas pendek lalu tangannya bergerak mencegah pergerakan tangan Nandita yang akan mengambil kapas.

"Biar gue lanjutin sendiri." Ungkapnya dengan nada datar.

Nandita menghentikan gerakan tangannya lalu mendongak menatap wajah Reyno dengan tatapan sendu.

"Bang,tapi kan mama..."

"Gak perlu bersikap baik sama gue! Gue lebih suka sikap kalian yang dulu. Diem dan gak pernah peduli tentang apapun yang berhubungan sama gue. Jangan buat gue merasa di hargai dan di inginkan,gue gak suka."

Usai berucap sepanjang itu,Reyno bangkit dari posisinya,mengambil tas dan menyampirkannya ke pundak lalu pergi meninggalkan kedua orangtuanya yang hanya bisa terdiam dengan raut sendu.

"Ray.." Bima tiba-tiba memanggil.

Tidak seperti tadi,kali ini Reyno terus melangkah,hingga ucapan Bima yang selanjutnya membuat Reyno tercekat.

"Sekali aja kamu datang ke rumah sakit Ray,dia butuh kamu."

♡♡♡

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!