Canggung

Reyno mengamati wajahnya di kaca dinding kamar mandi dengan geram. Ia sudah dua kali mencuci muka namun sayangnya jejak merah di hidungnya serta bengkak di sekitaran matanya tak kunjung hilang juga.

Di luar sana ada tamu yang harus segera ia temui,namun ia tidak mungkin juga keluar dengan modelan wajah yang super aneh itu.

Sialan,ia jadi menyesal masuk ke kamar tadi.

"Tau begini,gak usah ganti baju aja tadi." Gerutunya pada dirinya sendiri.

"Tutupin pake foundation bisa kali ya?"

Laki-laki itu akhirnya mendapat ide yang cukup bagus,ia pun keluar dari kamar mandi dan bergegas menggeledah laci nakasnya guna mencari sebuah benda yang sekitaran dua bulan lalu ia maling dari kamar salah satu orang yang ada di rumahnya ini.

Setelah mengoleskan foundation yang warnanya senada dengan kulitnya itu ke sekitaran area hidung dan mata,Reyno pun bernapas lega karena ternyata benda itu berfungsi sesuai keinginannya.

Ia pun keluar kamar dengan cukup pd dan langsung berjalan menuju halaman belakang tempat di mana tamu yang tadi ia bawa berada.

♡♡♡

Degup jantung Reyno bertambah cepat dua kali lipat dari sebelumnya takkala netranya menangkap keberadaan seseorang yang tidak ia harapkan berada di sebelah tamunya itu.

Tangannya mendadak terkep namun Reyno tak punya pilihan untuk menjauh melainkan ia justru harus bergabung di suasana yang paling ia hindari itu.

Sebelum memutuskan untuk bergabung,Reyno berusaha menetralkan perasaannya terlebih dahulu dengan cara menarik napas sedalam mungkin lalu menghembuskannya dengan pelan.

"Ekhm!"

"Eh abang.."

Atensi berhasil teralihkan namun raut wajah Reyno makin mendung takkala ia justru mendapat sapaan dari seseorang yang berada di sebelah tamunya itu.

Daripada membuat suasana runyam,Reyno memilih tak menjawab dan justru langsung menarik satu kursi lagi dan mendudukinya.

"Udah kasih tahu sama ortu lo kalau bakalan pulang telat?"

Reyno bertanya tanpa menoleh,namun dari gaya pertanyaannya jelas pertanyaannya itu ditujukan pada Calista.

Calista mengangguk singkat.

"Udah,tadi mama lo yang ngomong langsung sama nyokap gue."

"Oh ya?"

Senyum sinis terpancar takkala Reyno menoleh.

"Makasih." Ujarnya amat singkat padat dan tajam,tertuju pada sosok di sebelah tamunya itu.

"Abang ini,kayak sama siapa aja."

Sosok yang merupakan mamanya Reyno itu menampakkan raut senangnya karena walaupun singkat,ini pertama kalinya ia mendengar ucapan terimakasih yang keluar dari bibir putra sulungnya itu.

"Ya udah,karena abangnya udah selesai ganti baju dan Calistanya udah ada yang nemenin,mama ke bawah dulu. Mau nyiapin makan siang,kalian berdua baru pulang sekolah,pasti belum pada makan kan?"

Calista menyahuti pertanyaan mama Reyno dengan cengiran,sedangkan Reyno. Seperti sebelumnya ia tidak mengeluarkan sepatah katapun seakan bibirnya itu di beri lem sehingga sulit untuk di buka.

Walau tak mendapat respon yang memuaskan dari sang putra,mama Reyno tetap saja melanjutkan langkahnya.

Saat kakinya sudah berada di akhir anak tangga,ia berbalik lagi.

"Oh ya bang,nanti ada papa juga lho. Kamu siap-siap ya kenalin temam kamu ini ke papa,siapa tau cocok juga seleranya di papa kamu."

Mengerutkan alisnya hingga kedua ujungnya nyaris bertemu,Reyno lantas kembali mendengus dan lagi-lagi hal itu membuat Calista merasa heran dengan interaksi yang cenderung sepihak itu.

"Rey,itu mama lo ngomong sama lo tau!"

"Hm."

"Ih,durhaka lo nyuekin orangtua."

Reyno mendengus kesal. "Bodo amat,Calista!"

Calista hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah Reyno yang aneh itu.

"Oh ya Rey,papa kamu itu orangnya kayak gimana sih? Terus,emangnya dia kemana sekarang? Kerja ya?"

"Hm."

"Reyno!"

"Apa Calista?"

"Jawab!!"

"Hm,rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Papa kamu dokter?"

"Bukan."

"Terus?"

"Bukan urusan lo."

Rasa gemas sekaligus kesal mulai menjalari organ tubuh Calista hingga merambat ke ruas jarinya,rasa ingin menampar wajah pria itu pun mulai timbul di hatinya.

"Reyno gue serius ya kali ini! Papa lo ngapain di rumah sakit?"

Reyno menoleh. "Mau tau banget?"

"Iya."

"Ada lah,ntar gue kasih tau. Kalau udah waktunya."

♡♡♡

Calista pernah berpresepsi bahwasanya di kompleks perumahan yang reratanya mewah,kebahagiaan dan kehangatan ada kalanya justru sedikit.

Presepsi itu sepertinya kini telah di sempurnakan dengan keberadaannya di satu meja makan yang sama dengan keluarga Reyno Margantara ini.

Nyata kini ia lihat,dimana tipisnya interaksi antara tiga orang sepertalian darah itu. Reyno yang sibuk menatap piring serta sendok dan garpunya,sedang kedua orang tuanya terlihat beberapa kali saling pandang namun tak ada satupun kalimat yang keluar dari bibir mereka.

Suasana yang tercipta agaknya membuat Calista sungkan sekaligus bosan,ingin pergi namun terlanjur bergabung ingin memulai obrolan namun takut menganggu.

Lagi pula saat makan memang tidak di anjurkan mengobrol bukan? Tapi ayolah,suasana macam sekarang membuat Calista sedikit takut,rasanya seperti tengah menghadiri upacara kematian di mana semua orang bungkam dengan raut wajah mendung.

Suara dentingan sendok dan garpun yang di telungkupkan ke atas piring menandakan usainya aktivitas makan dari salah satu manusia yang ada di meja itu.

Dia,Reyno Margantara. Menyelesaikan makan siangnya tanpa sepatah katapun,ia seenaknya beranjak sembari menarik ujung lengan seragam yang di kenakan Calista membuat gadis itu terpaksa beranjak tanpa menyelesaikan makan siangnya.

"Permisi om,tante.."

Calista pamit dengan terburu-buru saat pergelangannya di ambil alih dan di tarik oleh Reyno.

"Mau kemana sih?"

Calista agaknya mau menggerutu saat manusia di depannya ini dengan tidak sopan santunnya menarik tangannya,apalagi tenggorokannya kering karena belum sempat meneguk air minum barang setetes pun.

"Temenin gue belajar."

Telinga Calista mendadak berdenging,menemani belajar? Memang Reyno pikir Calista ini ibunya? Lagi pula mereka ini baru pulang sekolah,belum sampai dua jam berada di rumah.

Ya Calista tau sih kalau Reyno itu pintar,tapi orang pintar pun perlu istirahat kan? Tidak harus di forsir juga belajarnya.

Bagi Calista kehidupan Reyno itu misteri dan penuh teka-teki,hubungannya dan orangtuanya tidak seperti anak-anak kebanyakan dan kelakuan Reyno pun tidak seperti remaja kebanyakan.

Hal itu di perkuat saat Calista memasuki kamar Reyno di mana ia seperti berada di dalam ruang kesuraman karena warna kamar yang serba abu-abu itu.

"Rey,ngapain sih.."

Calista mulai risih juga saat dirinya terus-terusan di tarik tanpa tujuan yang jelas ini.

Lagi pula ia bukan kambing,ia bisa berjalan tanpa harus di seret seperti saat ini.

"Duduk di sini Calista,gue mau ambil laptop."

Reyno akhirnya melepaskan tangan Calista dari genggamannya usai mendudukkan gadis itu di kursi belajarnya,entah di mana nanti ia akan duduk yang jelas Calista tidak ingin menanyakannya karena ia tidak mau Reyno kepedean dengan berpikir bahwa ia perhatian jika bertanya.

♡♡♡

Duduk di kursi belajar Reyno sembari menunggu pria itu mencolokkan beberapa kabel ke colokan di sekitarnya agaknya membuat Calista gabut.

Matanya niat memindai apa saja benda yang ada di meja belajar berwarna abu-abu itu.

Sebagai perempuan yang menyukai kerapian,Calista cukup menyadari bahwa Reyno pun memiliki kebiasaan yang hampir serupa dengannya.

Tidak seperti pria kebanyakan yang kamarnya cenderung berantakan,Reyno justru punya kepribadian sebaliknya.

Terbukti dari tidak adanya debu yang menempel di meja bahkan di lantai kamarnya,begitu pun dengan buku-buku di atas meja belajarnya,semua tertata sesuai jenis.

Beralih sedikit lebih ke sudut,terlihat ada kunpulan bolpoint,tip x,stabilo juga banyak peralatan tulis lainnya yang di susun dalam wadah berbentuk ayam jago dengan bolongan di tengahnya.

Calista beralih lagi pada kaca yang melapisi meja belajar tersebut,di balik kaca bening itu ada ratusan foto polaroid yang di susun dengan apik.

Sebuah laptop tiba-tiba saja diletakkan di tempat yang tengah Calista amati membuat gadis itu mendengus.

"Rey,gue belum selesai liat fotonya!"

Tak ayal Calista berteriak protes saat laptop yang Reyno letakkan menghalangi pandangannya.

Reyno mengacuhkan Calista dengan tetap menaruh laptop di tempat semula,sementara dirinya kini juga sudah menyiapkan satu kursi lagi kemudian mendudukinya.

Calista menatap Reyno dari samping dengan lekat dan Reyno menyadari hal itu sehigga ia pun menoleh.

"Kenapa,hm?"

Mengangkat satu alisnya dengan raut di buat mengintimidasi,Reyno agaknya sadar jika ada hal yang tengah ingin Calista utarakan.

"Ngomong aja."

Reyno akhirnya memberi kesempatan bagi gadis yang sedari tadi menemaninya itu untuk mengutarakan apa yang mengganjal di pikirannya.

Menimbang memendam rasa penasaran itu tak baik untuk kesehatan otaknya,Calista agaknya lega saat Reyno memberinya peluang untuk berbicara. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ia peroleh,Calista pun menyampaikan niatnya.

"Gue boleh gak,liat foto-fotonya sekali lagi?"

Raut wajah Reyno seketika sinis.

"Gak!"

"Ishh.."

Bibir Calista otomatis manyun saat mendengar jawaban pendek nan menjengkelkan itu.

"Emang kenapa sih gak boleh?"

"Bukan urusan lo Calista."

Reyno menjawab sembari jarinya sibuk menari-nari di atas keyboard laptop yang terlihat menampilkan beberapa soal essai yang belum di jawab.

Jengkel karena di larang dan di acuhkan,Calista niat memberikan pancingan lagi dengan pertanyaannya.

"Lo punya saudara, Rey?"

Pertanyaan Calista barusan memberi efek yang cukup membuat Reyno mengalihkan sepenuhnya atensinya hingga kemudian bangkit dari posisinya duduknya.

"Calista,gue anter lo pulang."

♡♡♡

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!