Mundur

Di satu meja bundar,di antara ramainya pengunjung cafe. Sepasang remaja perempuan berseragam putih abu-abu tengah terdiam,sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Alina,yang bertindak sebagai pengamat sekaligus pendengar merasa tak punya hak berbicara. Ralat! Bukan tidak punya hak tapi di larang merasa berhak karena keberadaannya di situ adalah untuk memenuhi undangan sang sahabat,Calista.

Dari informasi yang sedikit Alina tahu,sahabatnya itu tadi sempat bertemu dengan Reyno di rooftop sekolah. Namun entah bagaimana kelanjutannya,hanya Calista yang tahu dan itulah yang tengah Alina tunggu saat ini.

Meski tadinya sudah ada belasan pertanyaan yang Alina lemparkan,namun si sahabatnya ini tampaknya masih betah bersikap misterius sambil mengunyah potongan-potongan storoberi yang menempel di cake yang ia pesan.

"Lis.." Alina akhirnya angkat suara lagi.

Cukup sudah waktunya terbuang sia-sia selama hampir satu jam ini. Jika terus dibiarkan,kemungkinan Calista akan tetap bungkam hingga matahari terbenam.

Pekerjaan rumahnya banyak,ia tidak bisa berdiam seharian di cafe hanya untuk menyaksikan kebungkaman Calista yang entah akan bermuara kemana?

Calista yang terusik atas panggilan Alina barusan, lantas melingak dan mendapati Alina tengah menatapnya dengan raut sedikit kesal.

"Udah lebih dari setengah jam loh Lis,lo masih mau diem terus di sini dan gue pulang atau lo cerita sekarang dan kita cari solusinya sama-sama."

Alina terlihat serius saat ini. Rautnya kesal dan tatapannya penuh intimidasi.

"Hold on Calista!"

"Cerita sekarang,ada kejadian apa lagi pagi ini? Reyno marah-marah lagi?"

Calista akhirnya mengangguk. "Yup,seperti yang lo bilang barusan. Kayaknya gue nyerah aja deh dari ngejar Reyno. Dia itu gak terselami. Ibarat palung Mariana. Keberadaan dan teritorialnya terlalu bahaya buat di jangkau. Gue lebih baik berjuang di opsi kedua ketimbang stuck di opsi pertama,waktu gue gak banyak. Gimana menurut lo?"

Hening sejenak. Alina menggeser gelas milkshakenya ke dekat dadanya lalu menundukkan kepalanya pelan dan menyedot seteguk dari cairan berwarna merah muda itu.

Usai menelan tegukannya,Alina menggeser lagi gelas milkshakenya ke tepi meja dan melipat tangan di depan dadanya.

"Hm..,jadi agaknya ini lo puter haluan?"

Calista gilir mengangguk.

"Gak ada lagi yang bisa gue lakuin selain coba untuk mendekati si kapten basket. Lagi pula dari segi wajah,gue oke-oke aja tuh buat deketin dia. Gak bakalan bikin dia malu jugakan?"

Alina menghela napas. "Ya,kalau dari segi wajah lo memang unggul bahkan jauh di atas gue. Tapi gimana kalau lagi-lagi pertimbangannya bukan wajah lo kayak feedback yang selama ini lo dapet dari Reyno?"

Calista mendengus. "Lin...,gue gak mau lagi kejadian itu terulang ya dan please don't remember me again!"

"Gini aja deh. Gue akan coba besok buat temuin Reyno diam-diam pakai cara gue. Kalau berhasil,ya udah berati gue tinggal pamerin deh ke si Laura itu kalau gue Calista Andriana Wijaya juga bisa punya pacar!"

"Oke-oke. Whatever you say! Jadi sekarang,kelar kan masalah lo sama Reyno? Gue anggap fair ya,lo gak perlu lagi deh minta maaf sama Reyno pun gak akan keganggu lagi dengan permintaan lo. Besok minggu dan lusa Reyno akan masuk sekolah lagi,gue harap gak ada lagi nih edisi curhat-curhatan menguras tisu kayak kemarin."

"Sekarang kita balik okey? Udah sore banget,gue gak bisa lama-lama di sini. Bisa di sambal sama mama gue nanti."

Alina mengatakan kalimat terakhirnya dengan nada serius. Bersamaan dengan hal itu,ponselnya juga berbunyi dan benar seperti dugaannya.

Sang mama menelpon dan memintanya untuk pulang.

Pada akhirnya kedua remaja pulang ke rumah dengan menaiki taxi.

♡♡♡

Taxi yang Calista dan Alina naiki berhenti tepat di depan rumah keduanya yang kebetulan memanng berhadapan.

Alina turun terlebih dahulu lalu di susul oleh Calista. Setelah berpamitan pada sang sahabat,Alina pun masuk ke dalam gerbang yang menjadi pembatas antara jalan dan rumah gadis itu.

Selanjutnya kini tersisa Calista. Gadis itu tak langsung masuk,ia termanggu di tengah jalanan sepi itu sembari memorinya mengilas beberapa kepingan memori tentang kejadian tempo hari.

Ia ingat betul,kala itu Reyno pernah mengantarnya pulang dan nereka berhenti tepat di posisinya berdiri saat ini.

Tak hanya itu,ia ingat juga jika Reyno sempat menghentikannya untuk mengembalikan jepit rambutnya. Mengingat hari itu,ia sempat mendapati Reyno termenung entah kenapa hal itu sedikit menganggunya.

Tatapan Reyno hari itu dan reaksinya saat mereka pertama kali bertemu. Calista merasa jika Reyno itu tidak punya pusat gairah. Dari tatapannya yang beberapa kali terlihat kosong menandakan jika Reyno sepertinya jarang sekali fokus.

Saat menyetir hari itu pun,Calista yakin jika Reyno sedang tak fokus. Hanya untungnya pria itu dianugrahi skill untuk mengendarai mobil sehingga mereka tiba di tujuan dengan selamat.

"Non,Calista.."

"Eh..," Calista menoleh takkala mendengar panggilan yang ditujukan untuknya.

"Kenapa non? Kok gak masuk?"

Rupanya si bibi pembantu di rumahnya itu hendak keluar untuk membuang sampah dan mendapati Calista tengah termenung di depan pagar.

"Calista masuk dulu bi."

Tanpa memberikan jawabannya yang nyambung,Calista justru melenggang masuk meninggalkan bibi pembantunya yang tampak melongo akibat tingkahnya sore itu."

"Mama! Calista pulang!" Teriak gadis itu sesaat setelah ia memasuki rumahnya.

Tak ada sahutan. Rumah itu tampak sepi,Calista yakin mamanya yang bekerja sebagai fashion designer di perusahaan busana miliknya sendiri itu pasti tengah berperang dengan alat-alat gambarnya di ruang kerjanya yang ada di ruang paling belakang rumah ini.

Mamanya itu memang jarang turun langsung ke kantor dan seringnya mengerjakan pekerjaannya di rumah lalu setelah gambar rancangannya jadi,ia akan meminta Pevita. Asisten pribadinya agar mengambilnya ke rumah ini dan ia pun bisa bersantai dengan sisa waktu luangnya.

Sementara itu,papa Calista bekerja sebagai seorang dokter sekaligus kepala pemilik dari rumah sakit tempatnya bekerja itu.

Kesibukan papanya sebagai dokter spesialis organ dalam sekaligus kepala rumah sakit membuatnya jarang bertemu dengan sosok papanya di hari biasa seperti ini. Ya,pengecualin hari libur. Papanya akan selalu berada di rumah saat libur dan menolak semua pekerjaan rumah sakit jika tidak terlalu urgent.

Lalu untuk kakak perempuannya,seperti yang diketahui kakak perempuan Calista yang bernama Maudy Briana Wijaya itu juga tak kalah jarang berada di rumah. Pekerjaannya sebagai pramugari mengharuskannya untuk terus berada di lapangan.

Sementara itu,ia dan Kalandra Wijaya adalah dua orang pengangguran yang tersisa di rumah. Kalandra yang bercita-cita menjadi dosen di bidang Statiska itu sibuk dengan dunia kuliahnya dan Calista sendiri.

Seperti yang bisa di lihat di kesehariannya. Gadis itu hanya berangkat ke sekolah,belajar lalu menikmati kehidupan normalnya dengan santai.

Sangat santai,setidaknya sebelum ia menerima tantangan dari Laura dan membuat semuanya jadi lebih runyam.

Bukan main memang damage dari perbuatannya itu. Terbukti,saat ini Calista akhirnya tau apa rasanya mengejar seseorang hanya bedanya jika orang lain mengejar karena perasaan sementara Calista mengejar demi memenangkan tantangan dan menyelamatkan harga dirinya dari cap si Jones alis jomblo ngenes.

"Loh adek,baru pulang?"

Calista yang tadinya hendak mengambil minum di dapur,menolehkan kepalanya.

Terlihat sang mama tengah menatap jam di pergelangan tangannya.

Pukul 15:18.

"Sudah lewat satu setengah jam dari jam pulang sekolah. Adek kemana aja selama itu?"

"Ada tugas tambahan tadi ma." Jawab Calista berbohong sambil berusaha tenang dengan menyembunyikan kebohongannya di balik tegukan minuman.

Untungnya,sang mama percaya. Terbukti wanita itu lagi mengintrogasinya.

"Kamu sudah makan?" Tanya mamanya lagi.

Calista mengangguk. "Tadi abis kerjain tugas,Calista sempat mampir di cafe ditemani Alina."

Calista kemudian meletakkan gelasnya dan bersiap pergi.

"Calista ke kamar dulu ya ma,mau ganti baju."

Usai melakukan ritual formalitasnya,yaitu menyalami sang mama. Calista pun kembali ke kamarnya sendiri di iringi peringatan dari sang mama yang menyuruhnya untuk istirahat sejenak.

Ya,memang ada aturan khusus bagi dirinya yang entah kenapa selalu diwajibkan tidur siang sepulang sekolah..

Calista pun tak merasa keberatan. Toh itu baik untuk otaknya agar lebih lancar saat di ajak berpikir selepas bangun tidur nanti.

♡♡♡

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!