Kapten Basket

Calista tidak tahu persis,kebodohan apa yang telah ia buat belakangan ini,hingga kebodohan itu berhasil membawa kehidupan tenangnya terusik sejauh ini.

Sepanjang satu setengah tahun yang Calista ingat,dirinya sama sekali belum pernah menghabiskan waktu pulang sekolahnya hanya untuk menonton sekumpulan orang yang berlarian di lapangan basket sembari mendribbel bola.

Demi apapun,jika waktu bisa di putar lagi,kemungkinan Calista akan memilih pindah sekolah ketimbang membuat perjanjian konyol dengan Laura yang ujung-ujungnya mengusik ketenangannya serta membuat dirinya harus mengikat sebuah hubungan yang selama ini belum pernah ia niatkan.

Pulang sekolah seharusnya menjadi moment yang paling Calista nantikan,setelah lelahnya beraktifitas,ia akan pulang,bersandar nyaman di headboard mobil  Kalandra yang empuk,tiba di rumah untuk mandi,mengisi perutnya lalu tidur siang di kasurnya yang sangat empuk.

Bukan seperti siang ini,dimana Calista harus rela panas-panasan di kursi tribun hanya untuk menunggu seseorang yang sebenarnya tidak niat ia tunggu. Tapi mau bagaimana lagi,demi seonggok harga diri yang selama ini ia sanjung-sanjung. Calista akan berjuang hingga tetesan darah terakhir. Fight!

"Calista!" Sebuah suara cempreng menyapa indera pendengaran Calista membuat gadis itu menoleh.

"Karamel? Ngapain lo di sini?"

"Hihi.."

Bukannya menjawab,gadis itu malah cosplay kuntilanak.

"Ngikutin kamu lah!"

Alis Calista bertaut 'kamu?' sejak kapan gadis itu mengganti tata bahasanya dari 'gue-lo' ke 'aku-kamu?'

Tapi ya sudahlah,Calista kembali mengalihkan pandangannya ke arah lapangan basket.

Digo Sadewa terlihat tengah melakukan gerakan lay-up shoot dan bolanya masuk tepat ke dalam keranjang di atasnya.

Riuh sorakan penonton yang menggaungkan nama laki-laki itu pun terdengar menyemarakkan suasana tribun.

Sebenarnya yang menonton pertandingan di siang menjelang sore itu tidak terlalu banyak. Hanya sekumpulan cewek kurang kerjaan namun suara teriakan mereka bukan main-main jika si kapten yang tengah menjadi target Calista itu berhasil melakukan atraksi.

"Jadi cowok kamu itu anak basket juga?" Suara Karamel terdengar mengusik lagi.

Calista mencebikkan bibirnya.

"Bukan urusan lo Karamel,lagian ngapain sih lo di sini? Tumben amat!"

Calista menampilkan deretan gigi putihnya. "Aku lagi nungguin pacar aku main lah hehe."

Pacar? Batin Calista menjerit. Sungguh miris nasibnya,bahkan teman sebangkunya yang bersuara cempreng ini punya pacar. Lalu apa kabar dengan dirinya?? Sudahlah,Calista memang ditakdirkan jomblo.

"Pacar lo abas?" tanya Calista basa-basi padahal ia sudah tau jawabannya.

Jelaslah abas! Alis anak basket,kalau tidak,mana mungkin Karamel datang ke sini dan mengusiknya.

"Pacar aku tuh temannya kak Reyno,anggota gengnya kak Reyno. Itu loh yang pakai baju nomor tujuh,namanya Tama."

"Hah!" Mulut Calista terbuka lebar. Segera ia alihkan lagi pandangannya ke arah lapangan,benar saja! Di sana ada Tama! Temannya Reyno. Sialan,dari tadi ia kemana saja woi??

Sempit sekali sekolah mereka ini,sudah jauh-jauh ia menghindar eh teman sebangkunya ini malah berpacaran dengan salah satu anggota geng Reyno yang tak lain adalah MUSUH-nya sejak beberapa hari lalu.

"Gue kira Tama anak futsal woi!" Calista tanpa sadar memekik membuat beberapa orang menoleh walau sekilas.

"Tama itu anak basket,cuma agak jarang gitu ngumpul barang teman-teman basketnya. Soalnya dia kan anggota gengnya Reyno,tapi karena Tama kurang minat di futsal,mau gak mau dia harus gabung ke ekstra yang memang dia minati. Ya ekstra basket ini."

Calista mengangguk-angguk paham. Berati sebagian orang yang ia lihat kemarin,tidak semuanya anak basket inti. Sepertinya ada beberapa yang pemain cadangan,sedangkan Tama? Sudah di pastikan jika ia anggota inti karena buktinya saat ini ia ada di situ,berlatih basket untuk pertandingan dengan SMA Alaska minggu depan.

"Cowok kamu anak basket juga kan? Yang mana? Pakai baju nomor berapa?"

Karamel bertanya lagi.

Calista menggigit pipi bagian dalamnya. Bagaimanakah ia menjawab pertanyaan horror barusan? Masa ia bilang jika ia di sini untuk menunggu seseorang yang ingin ia ajak pacaran? Apalagi orang itu Digo Sadewa yang penggemarnya lumayan banyak. Bisa di ledek sampai tujuh turunan mungkin.

"G..gue,pacar gue tuh.."

"Digo,oper bolanya!!"

"Whuuuuu,Digo hebat!!!"

Teriakan riuh kembali terdengar membuat Calista refleks mengalihkan pandangannya ke arah lapangan dan terlihatlan Digo yang tengah melakukan selebrasi atas kemenangan mereka di babak pertama barusan.

Memandang ke arah lapangan selama kurang lebih lima belas detik membuat mata Calista dan Digo bersibobrok.

Calista yang merasa kepergong langsung mengalihkan pandangannya,salah tingkah. Kelakuannya barusan tertangkap oleh netra Karamel.

"OH MY GOD CALISTA!!! JADI PACAR KAMU ITU DIGO??"

Suara cempreng Karamel melengking memenuhi arena tribun bahkan sampai ke lapangan basket.

Terikan cempreng Karamel barusan berhasil membuat suasana tribun hening seketika,bahkan anak-anak basket yang tadinya hendak lanjut ke babak latihan dua menghentikan aktivitas mereka.

Mereka menoleh ke tribun dan melihat ada dua perempuan yang duduk di bangku paling depan,satunya tengah sibuk menutup mulutnya sendiri,satunya terlihat berusaha kabur namun tidak bisa karena malu sekaligus tangannya juga ditahan oleh gadis di sampingnya itu.

Tama,salah satu anak basket yang tengah latihan itu menyipitkan matanya saat melihat sosok yang sangat ia kenal itu.

"Loh,yang barusan teriak,cewek gue woi!"

Ujarnya sembari keluar dari lapangan basket dan berlari mendekati tribun untuk menghampiri pacarnya.

Digo,si kapten basket yang melihat kepergian salah satu anggotanya itu tanpa sadar ikut melangkah.

"Woi,Di,mau kemana?" Salah satu anggotanya bertanya.

Digo mengangkat dagunya sedikit dan mengarahkannya ke tribun.

"Mau nyamperin cewek gue!" Ujarnya lantang,yang berhasil membuat area tribun heboh dan teman-teman se-tim-nya melongo.

"Lah beneran cewek Digo?" Ulang mereka dengan nada tak percaya.

Selama ini,yang mereka tahu. Digo gak pernah punya pacar,kalau sekedar dekat terus gak jadian sih banyak. Digo itu malas ribet,dia gak mau terikat sama hubungan yang mengharuskannya berkomitmen,lalu sekarang dengan terang-terangan di depan publik,Digo bilang dia punya pacar.

Keajaiban apa yang cewek itu buat,sampai Digo tertarik? Pelet kah?

"Calista maaf!! A..aku,aku keceplosan barusan."

Kini di bangku tribun paling depan,Karamel tengah sibuk membujuk Calista yang terus menyembunyikan wajahnya dengan cara menunduk.

"Calista,itu Digo ke sini sama Tama. Angkat dong kepala kamu,masa sama pacar sendiri malu-malu gitu!"

Karamel bego! Dia bukan pacar gue! Batin Calista menjerit-jerit menahan kesal.

"By,kamu di sini ternyata.."

Kedatangan Tama membuat Karamel berubah seratus delapan puluh derajat. Suaranya yang biasa cempreng berubah jadi menye-menye.

"Aku kan udah janji tadi sama kamu,aku mau nemenin kamu latihan. Kan katanya kamu kalau latihannya ditemenin aku jadi semangat! Sekarang semangat kan?"

Tama menampilkan senyum manisnya. "Semangat banget." Ujarnya lembut sembari mengusap sayang pucuk kepala Karamel.

Wah..,lidah Calista jadi kelu seketika. Si kalem Tama ternyata bisa bucin juga.

"Ekhm.."

Suara dehemen berat nyaris serak membuat darah Calista berhenti berdesir selama beberapa detik.

Jika ini adalah serial upin dan upin,kemungkinan besar akan ada ledekan berbunyi ; habislah kau! Yang dilantunkan duo makhluk tanpa rambut itu.

Sayang sekali saat ini Calista berada di dunia nyata,dimana sialnya malah hatinya sendiri yang meledeknya.

Mampus lo Calista,habislsh lo di tangan Digo!

"Bisa ikut gue bentar?" Suara berat yang Calista takuti itu kembali terdengar.

Suara cempreng Karamel dan suara ramah Tama sudah tidak terdengar. Calista mengangkat kepalanya pelan-pelan.

Sial! Si laknat pembuat masalah itu sudah menghilang dari sana.

Calista memutar kepalanya ke sekitarnya. Ternyata gadis itu pindah tempat duduk dan terlihat asyik mengobrol dengan sang pacar tanpa mempedulikan dirinya yang sedang di ambang maut.

"Calista! Ikut gue sebentar."

Calista tertegun. "Dia tau nama gue?"

Batin Calista semakin was-was. Di liriknya pelan tangan Digo yang terlihat terulur di hadapannya itu.

Dengan terpaksa gadis itu menerima uluran tangan Digo dan perlahan bangkit dari duduknya.

"Guys! Latihan hari ini cukup sampai di sini,besok siang kita latihan full-nya. Gue mau anter 'cewek gue' dulu."

'cewek gue' Calista membeo dalam hati. Lagi-lagi kalimat barusan terasa meledeknya.

Ia merasa benar-benar tengah berhadapan dengan monster sekarang.

Puluhan tatapan mata yang sorotnya berbeda-beda terasa menusuk punggung Calista. Seluruh wajah hingga kupingnya memanas saat dirinya di gandeng keluar dari area tribul oleh Digo.

♡♡♡

"Masuk!"

Calista menurut saat Digo membawanya menuju mobil dan memintanya untuk masuk ke dalam mobil berwarna merah  tersebut.

"Anak kelas berapa?" Tanya Digo tanpa basa-basi,sesaat setelah ia masuk ke mobil,menyusul Calista.

"Kelas 11 IPS 1." Jawab Calista,masih dengan posisi menunduk.

Digo diam-diam tersenyum miring. Gadis di sebelahnya itu tampak lucu,saat dalam posisi takut dan gugup.

"Menarik!" Batin Digo.

"Lo salah satu penggemar gue juga?" Lagi-lagi bertanya tanpa basa-basi.

Calista segera mengangkat kepalanya. "Bukan!" Jawabya cepat.

Calista tidak pernah mengidolakan siapapun di sekolahnya,idolanya itu sekelas Justin Bieber,Valentino Rossi,Celine Dion,Charlie Puth,shawn Mendes dan Doraemon. Just it!

Digo terlihat menoleh sekilas lalu kembali memandangi jalanan padat di depannya.

"Rumah lo dimana?"

"Kawasan Citraland Tallasa City,Cluster Red Terracotta . Agak jauhan dari sini,lo gak papa kalau harus anterin gue?"

Digo mengangguk. "Santai aja. Rumah kita searah ternyata."

"Oh ya?" Calista menoleh dengan raut tak percayanya.

"Emang di mana rumah lo?"

"Cluster Blue Aqua,kapan-kapan lo boleh main-main ke rumah,gue. Suasananya adem dan paatinya asri juga."

Alis Calista naik satu centi ke atas. Cowok di sebelahnya ini sedang menawarinya untuk bertamu kah?

"Oh ya,tadi lo bilang lo bukan salah satu dari penggemar gue di sekolah. Lantas? Kenapa tadi pacarnya Tama bilang kalau gue pacar lo?"

Pembahasan inti akhirnya menemui titik awalnya.

Calista memilin tangannya dengan kikuk.

Bagaimana ia akan mengatakannya?

Kalimat apa yang harus ia gunakan untuk mengawali?

Apa kira-kira reaksi Digo nantinya?

Apa Digo akan sepakat atau malah membencinya seperti yang Reyno lakukan?

"Calista..,gue nanya loh?"

"Eh.."

Mendadak setitik keringat muncul di hidung Calista.

"G..gue..,gue butuh bantuan lo!"

♡♡♡

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!